Tampilkan postingan dengan label Masjid Masjid di dunia Arab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid Masjid di dunia Arab. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Juli 2019

Masjid Ali Bin Abi Thalib – Madinah

Masjid serba putih, Masjid Ali Bin Abi Thalib di kota Madinah, dibangun atas lahan bekas rumah Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan istrinya tercinta Fatimah Az-Zahra yang juga merupakan Putri Rosulullah S.A.W.

Masjid Ali bin Abi Thalib merupakan satu dari tiga masjid bersejarah yang berada di sebelah barat Masjid Nabawi bersama sama dengan Masjid Al-Ghamamah dan MasjidAbu Bakar Siddiq R.A. Lokasi Masjid ini hanya terpaut sejauh sekitar 100 meter sebelah barat dari gerbang nomor 7 pelataran masjid Nabawi setelah perluasan dan sekitar 122 meter ke utara dari Masjid Al-Ghamamah. Lokasi Masjid Ali bin Abi Thalib berada di sisi selatan ruas jalan As-Salam, ruas jalan yang berahir ke gerbang Nomor 7 pelataran Masjid Nabawi.


Masjid Ali Bin Abu Thalib tidak lagi digunakan sebagai tempat ibadah, karena lokasinya yang berdekatan dengan Masjid Nabawi, semua aktivitas sholat lima waktu dialihkan ke Masjid Nabawi. Pintu masjid ini selalu terkunci, namun tetap menarik perhatian Jemaah dari berbagai Negara untuk sekedar berkunjung. Sayangnya ada saja Jemaah yang melakukan perbuatan kurang terpuji dengan mencoret coret tembok masjid ini terutama di sisi sekitar pintu gerbang sisi timur masjid.




Sejarah Masjid Ali Bin Abu Thalib

Menurut riwayat, Nabi pernah sholat Ied di tempat ini. sementara riwayat yang lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun di teratak rumah Khalifah Ali Bin Abi Thalib bersama istrinya Fatimah Az-Zahra yang merupakan putri kesayangan Rosulullah S.A.W. itu sebabnya masjid ini dinamai dengan nama Masjid Ali Bin Abu Thalib.

Bersamaan dengan dimulainya proyek perluasan Masjid Nabawi, masjid Ali Bin Abi Thalib dan dua masjid lainnya di lokasi yang berdekatan sempat dikabarkan akan di gusur, namun ternyata berita itu tak terbukti, masjid Ali Bin Abu Thalib masih berdiri ditempatnya meski tidak dibuka untuk umum. Semua aktivitas sholat berjamaah lima waktu dialihkan ke Masjid Nabawi karena memang lokasinya yang tidak berjauhan. Dan memang tidak ada anjuran ataupun keistimewaan untuk melakukan sholat di masjid ini.

Masjid Ali Bin Abu Thalib di tepi jalan Assalam dilihat dari arah pintu gerbang nomor 7 pelataran Masjid Nabawi. di sebelah kanan foto tepat disamping gerbang sebelah kanan terdapat gedung Museum Assalam.

Sejarah Pembangunan Masjid Ali Bin Abu Thalib

Masjid Ali Bin Abi Thalib pertama kali dibangun ole Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang memerintah di Madinah sebagai pengingat sejarah tempatnya berdiri. Bangunan tersebut kkemudian direnovasi oleh Gubernur Dhaigham Al-Manshuri, Gubemur Madinah tahun 881 H. Setelah itu juga direhab oleh Sultan Abdul Majid I pada saat Arab Saudi menjadi bagian dari wilayah Khalifah Turki Usmani yang berpusat di Istanbul. Renovasi terhadap masjid ini kembali dilakukan tahun 1269 H.

Dimasa kekuasaan kekuasaan Kerajaan Arab Saudi, Masjid Ali Bin Abu Thalib kembali  direnovasi oleh Raja Fahd pada tahun 1411 H, sebagaimana dijelaskan pada prasasti yang dipasang ditembok pagar disamping gerbang timur masjid. Raja Fahd memperluas masjid ini hingga mencapai 682 m2 dengan menara setinggi 26 meter.

Sisi depan Masjid Ali Bin Abu Thalib menghadap ke jalan As-Salam, tampak dua gerbang pagarnya yang selalu tertutup dan terkunci rapat. Kini ada mesin ATM di depan masjid di area pedesterian, disebelah kanan gerbang utama-nya.

Arsitektur Masjid Ali Bin Abu Thalib

Masjid Ali Bin Abu Thalib terdiri dari bangunan utama, satu menara, gerbang dan pagar keliling serta kamar mandi. Bangunan utama masjid ini dilengkapi dengan serambi dengan lima lengkungan berceruk dalam bentuk senada. Pintu utama berada di lengkungan tengah, empat lengkungan lain terdapat jendela berbentuk segi empat. Pintu masjid ini sejajar dengan gerbang utama masjid yang menghadap ke jalan raya As-Salam di sebelah utara masjid.

Bangunan utama masjid ini memanjang timur barat sepanjang 35 meter dengan lebar 9 meter. Dengan tembok massif warna putih tanpa kanopi. Bagian atapnya dilengkapi dengan tujuh kubah. Satu kubah utama sedikit ditinggikan dibagian tengah dengan denah segi delapan,sementara enam kubah lainnya mengapit di sisi kiri dan kanan masing masing berdenah segi empat.

Masa kini Masjid Ali Bin Abu Thalib, berdiri diantara jejeran gedung gedung hotel yang berjejer di sekitar Kompleks Masjid Nabawi.
Sisi kiblat masjid Ali Bin Abi Thalib berada di sisi selatan karena memang kota Madinah berada di sebelah utara kota Mekah. Mihrab masjid ini berada dibagian tengah sisi kiblat berupa sebuah cerukan sedalam 1.25 meter di tembok sisi selatan yang sedikit dibangun menonjol kesisi luar, setinggi sekitar tiga meter. Dinding sisi selatan masjid ini dilengkapi dengan beberapa penopang tembok di sisi luar.

Secara keseluruhan masjid Ali Bin Abu Thalib ini memiliki langgam bangunan yang mirip dengan Masjid Al-Ghamamah, namun menaranya dibangun serupa dengan menara MasjidAbu Bakar Assidiq, berupa menara berdenah segi delapan dengan satu balkoni dan bagian puncaknya berbentuk kerucut lancip layaknya bangunan menara gaya Usmani. Satu menaranya ini dibangun di sudut tenggara masjid menempel ke tembok masjid.

Bangunan kamar mandi dan tempat wudhu dibangun di sebelah barat bangunan utama. Sekeliling masjid ini kini dilengkapi dengan pagar tembok dan dua gapura. Gapura utama di sisi utara dan gapura kedua di sisi timur. Pintu pagar di dua gerbang ini kini selalu dalam keadaan terkunci. Di bagian depan masjid di tengah jalur pedestrian kini berdiri 4 unit bangunan ATM berdenah segi delapan.***

Masjid Ali Bin Abu Thalib dengan latar depan arkade Hotel Aramas yang berada diseberang jalan masjid Ali bin Abu Thalib.
Aerial view Masjid Ali Bin Abu Thalib dari sisi selatan (sisi kiblat) tampak area mihrabnya yang sedikit menonjol keluar dari tembok masjid dibagian tengah.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Minggu, 21 Juli 2019

Masjid Abu Bakar Siddiq .R.A – Madinah

Meskipun berhubungan dengan sejarah perkembangan Islam di masa Rosulullah, namun keberadaan bangunan masjid Abu Bakar Siddiq ini baru berdiri di masa pemerintahan Khalifah Ummar Bin Abdul Aziz. Jauh setelah Rosulullah wafat.

Masjid Abu Bakar Siddiq R.A.merupakan salah satu dari tiga masjid tua bersejarah yang “tempatnya berdiri” berhubungan erat dengan sejarah awal perkembangan risalah Islam di kota Madinah. Lokasi masjid Abu Bakar Assidik berada di sisi barat daya Masjid Nabawi. Pelataran Masjid Nabawi setelah perluasan hanya berjarak beberapa meter dari masjid ini.

Lokasi Masjid Abu Bakar Assidiq ini sangat berdekatan dengan Masjid Ghamama dan Masjid Ali. Hanya terpaut sekitar 40 meter dari Masjid Ghamama dan pada saat pemerintah Arab Saudi meluncurkan proyek perluasan Masjid Nabawi, tiga masjid ini sempat menjadi buah bibir karena disebut sebut akan dibongkar untuk keperluan proyek perluasan Masjid Nabawi. Namun saat proyek perluasan berlangsung, pemerintah Arab Saudi justru merenovasi masjid masjid bersejarah ini.

Masjid Abu Bakr Siddeeq RA
Al Haram, Madinah 42311, Arab Saudi



Renovasi yang dilakukan pemerintah Saudi lebih kepada perbaikan masjid dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya serta melakukan penataan kawasan disekitar masjid ini sehingga tampak lebih apik serta disinkronkan dengan kawasan Masjid Nabawi. Keseluruhan kawasan disekitar tiga masjid ini dirapikan dengan dilapis dengan lantai batu dari berbagai jenis ditambah dengan bangku bangku dari batu dan penanaman pepohonan pelindung.

Pada saat proses renovasi masjid masjid ini ditutup termasuk masjid Abu Bakar Assidiq, dan kemudian dibuka lagi untuk umum setelah renovasi dan proyek penataan selesai dilaksanakan. Namun demikian tidak seperti Masjid Al-Ghamamah yang pintunya selalu dibuka sehingga Jemaah bisa masuk ke dalam masjid, Masjid Abu Bakar ini pintunya tidak pernah dibuka untuk umum.

Masjid Abu Bakar Siddiq di latar depan, di belakang sebelah kanan adalah masjid Al-Ghamamah, jauh di belakangnya sebelah kiri atas foto adalah sisi paling selatan pelataran Masjid Nabawi. 
Beberapa Jemaah yang datang kesana dan sepertinya memang berniat untuk sholat di masjid ini tampak melakukan ibadah shoat sunnat di depan pintu masjid. Tiga masjid bersejarah ini memang tidak lagi menyelenggarakan sholat lima waktu, karena sudah dialihkan ke Masjid Nabawi yang kini sudah begitu dekat terutama setelah proyek perluasan.

Sejarah Masjid Abu Bakar Siddiq

Ada dua versi tentang latar belakang sejarah Masjid Abu Bakar, versi pertama menyebutkan bahwa di lokasi masjid ini, Khalifah Abu Bakar Siddiq semasa hidupnya pernah menyelenggarakan sholat Hari Raya bersama Rosululah dan muslim terdahulu. Versi kedua menyebutkan bahwa dilokasi tempat masjid ini berdiri dulunya merupakan rumah kediaman Abu Bakar Siddiq. R.A. Bisa jadi kedua peristiwa tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya.

Karena tidak lagi difungsikan sebagai tempat ibadah, pintunya pun selelu terkunci, masjid Abu Bakar Siddiq ini kini lebih sebagai tugu peringatan sejarah dari tempatnya berdiri.
Karena latar belakang sejarah tersebutlah, masjid ini dibangun di lokasi ini. Kemudian dibangun sebuah masjid untuk megenang sejarah tersebut oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz sekitar tahun ke 50H. Masjid tersebut kemudian dibangun ulang dalam bentuknya sekarang oleh Sultan Mahmud Khan al-Utsmani (Sultan Mahmud II, wafat tahun 1255 H/ 1839M).

Bangunan masjid dari masa Sultan Mahmud Khan Al-Usmani tersebut kemudian direnovasi oleh Raja Fahd tahun 1411H tanpa mengubah bentuk aslinya. Luas Masjid Abu Bakar Siddiq ini berukuran 19.5 x 15 m, lebih kecil dibandingkan dengan Masjid Al-Ghamamah.

Karena tidak difungsikan sebagai tempat ibadah dan pintunya pun selalu terkunci, Masjid Abu Bakar Siddiq ini kini lebih sebagai sebuah bangunan prasasti pengingat sejarah masa lampau. Meski bangunannya terawatt dengan baik, beberapa bagian masjid terutama pada bagian pintu terdapat banyak sekali coretan coretan baik dengan hurup arab maupun dengan hurup latin. Entahlah apa tujuan dari orang orang pelaku pencoretan tersebut.

Gaya Byzantium (Romawi Timur) sangat kental pada bentuk kubah tunggalnya.

Arsitektur Masjid Abu Bakar Siddiq

Masjid Abu Bakar Siddiq dibangun dalam gaya klasik era awal Usmaniyah. Terdiri dari dua bangunan yakni bangunan masjid dengan kubah besar haya Byzantium di atapnya, ditambah dengan satu menara degan satu balkoni berukiran qurnis dan ujung menara nya dibuat lancip seperti lazimnya masjid masjid Usmani. Menara ini dibangun disi utara menempel dengan bangunan masjid. Fasad depannya dilapis dengan batu batu alam hitam.

Ada dua pintu akses di masjid ini yang sedikit masuk ke dalam tembok bangunan membentuk sebuah ceruk berlengkung yang tak terlalu dalam. Dua pintu ini dibuat senada, terbuat dari bahan kayu tanpa ornamen. Pintu utama berada ditengah dengan bukaan yang berukuran lebih besar, dibagian atasnya terdapat tulisan nama masjid ini dalam aksara arab.***

Detail bagian atas pintu utama Masjid Abu Bakar Siddiq.
Batu batu basal pada fasad depan Masjid Abu Bakar Assidiq yang tampak sudah begitu tua termakan waktu.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sabtu, 20 Juli 2019

Masjid Al-Ghamamah Madinah

Masjid Al-Ghamamah merupakan salah satu masjid bersejarah di kota Madinah, di lokasi tempat masjid ini berdiri pernah menjadi tempat Rosulullah melaksanakan sholat Istisqo' (sholat meminta hujan) dan setelah itu awang mendung (Al-Ghomammah) pun menggelayut diatas tempat itu.

Masjid Al-Ghamamah adalah salah satu masjid bersejarah di kota Madinah, Arab Saudi. Lokasi masjid ini berada sekitar 300 meter sebelah barat daya Masjid Nabawi, tak bejauhan dengan Masjid Abu Bakar Siddiq R.A dan Masjid Ali Bin Abi Thalib R.A. Bangunan masjid ini dibangun untuk mengenang beberapa peristiwa penting dimasa kehidupan Rosulullah S.A.W. dan peristiwa peristiwa penting tersebut juga yang hingga kini melekat sebagai nama masjid ini.

Masjid ini bersama masjid masjid bersejarah yang berada disekitar Masjid Nabawi lainnya sempat di kabarkan berbagai media, akan di gusur oleh pemerintah Arab Saudi dalam rangka proyek perluasan Masjid Nabawi. Hal tersebut lebih kepada ke khawatiran akan lenyapnya situ situs sejarah Islam disana seperti yang sudah dilansir berbagai media bagaimana mega proyek perluasan Masjidil Haram di kota Mekah telah menyebabkan lenyapnya situs situs sejarah disana.



Namun, hingga tulisan ini kami muat, masjid masjid bersejarah disekitar Masjid Nabawi masih berdiri kokoh ditempatnya dengan bentuk aslinya dan pemerintah Arab Saudi juga telah melakukan langkah langkah konservasi terhadap bangunan bangunan tersebut termasuk renovasi dan penataan kawasan disekitarnya bersamaan dengan proyek perluasan Masjid Nabawi.

Lokasi Masjid Al-Ghamamah saat ini hanya terpaut beberapa meter dari sudut barat daya areal pelataran Masjid Nabawi paska perluasan. Sehingga komplek Masjid Nabawi pun terlihat jelas dari masjid ini begitupun sebaliknya. Lokasi masjid Al-Ghamamah juga berdekatan dengan dua masjid bersejarah lainnya yakni Masjid AbuBakar Sidik dan Masjid Sahabat Ali bin Abi Thalib.

Nama dan Sejarah Masjid Al-Ghamamah

Disebut sebagai masjid Al-Ghamamah yang berarti awan mendung, di lahan masjid ini berdiri merupakan tempat Rosulullah S.A.W melaksanakan Sholat Istisqo’ untuk memohon kepada Allah agar diturunkan hujan. Dan segera setelah pelaksanaan sholat awan mendung pun datang menggelayut disusul dengan turun-nya hujan. Itu sebabnya sampai kini masjid ini disebut Masjid Al-Ghamamah, mengabadikan peristiwa di masa Rosulullah tersebut.

Masjid Al-Ghomamah paska renovasi bersamaan dengan proyek perluasan Masjid Nabawi. 
Masjid ini juga disebut sebagai masjid Id atau masjid Hari Raya, karena dalam sejarahnya, lokasi tempat masjid ini berdiri merupakan tempat Nabi Muhammad S.A.W melaksanakan sholat hari raya di empat tahun terahir kehidupan Beliau. Perlu di ketahui bahwa pada masa Rosulullah di tempat ini hanyalah tanah lapang yang beliau gunakan untuk melaksanakan sholat, belum berbentuk sebuah bangunan masjid.

Di lokasi ini atau di lokasi yang berdekatan dengan lokasi masjid ini, Rosulullah S.A.W pernah melaksanakan sholat jenazah bagi Najashi. Beliau adalah Kaisar Aksum di Abbysinia (kini Ethiopia). Dalam riwayat disebutkan bahwa Najashi adalah seorang raja di kerajaan Aksum di Ethiopia yang beragama Kristen, namun menyambut baik kedatangan kaum muslimin yang mengungsi ke negerinya menghindar dari kekejaman kafir Quraisy Mekah. Dikemudian hari Najashi pun berikrar masuk Islam.

Ketika Najashi wafat, tak ada siapapun yang bersedia memimpin sholat jenazah baginya dan kemudian Rosulullah yang men-sholatkan beliau secara ghaib. Peristiwa ini merupakan satu satunya peristiwa Rosulullah melakukan sholat ghaib atau sholat jenazah tanpa kehadiran dari jenazah yang di sholatkan.

Di latar belakang terlihat jelas masjid Nabawi dan pelatarannya setelah proyek perluasan, tampak gemerlap dengan lampu lampu yang menyinarinya di malam hari.
Peristiwa tersebut terekam dalam salah satu hadist Rosulullah;

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengumumkan kematian Al-Najasyi pada hari kematiannya. Kemudian, beliau keluar menuju tempat shalat. Lalu, beliau membariskan shaf, kemudian bertakbir empat kali. (HR Bukhari dan Muslim).

Pembangunan Masjid Al-Ghamamah

Masjid Al-Ghamamah pertama kali dibangun pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Madinah antara tahun 89 hingga tahun 93 Hijriah (jangan sampai keliru dengan Khalifah Umar Bin Khattab). Bangunan tersebut kemudian direnovasi oleh Sultan dinasti Mamluk, Sultan Hasan bin Muhammad bin Qalawan Ash-Shalihi sebelum tahun 761 Hijriah. Kemudian perbaikan perbaikan oleh Syarif Saifuddin Inal Al-Ala'i pada tahun 861 Hijriah.

Setelah itu, Sultan Abdul Majid I semasa kekuasaan Khalifah Islamiyah di Istabul – Turki pada tahun 1275 Hijriah / 1859 melakukan renovasi ke bentuk masjidnya seperti saat ini, selain perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid dan di renovasi kembali oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Saud, selaku Raja Saudi Arabia.

Payung payung sedang mengembang di pelataran Masjid Nabawi, tampak di latar belakang masjid Al-Ghamamah.
Masjid Al-Ghamamah kembali direnovasi secara menyeluruh oleh pemerintah Arab Saudi bersamaan dengan perluasan Masjid Nabawi dengan membangun dan menata kawasan disekitar masjid ini yang disinkronkan dengan Masjid Nabawi, yang pelataran sisi selatan-nya kini sudah sangat dekat dengan masjid Al-Ghamamah, karenanya Masjid Al-Ghamamah ini tidak lagi digunakan untuk penyelenggaraan sholat lima waktu yang sudah dialihkan ke Masjid Nabawi.

Arsitektur Masjid Al-Ghamamah

Masjid Al-Ghamamah ini dibangun dalam arsitektur bangunan masjid bergaya klasik, tidak seutuhnya bergaya usmani meski sempat berada di bawah kekuasaan dinasti Turki Usmani. Denah bangunannya berbentuk persegi panjang, terdiri dari dua bagian; bagian beranda dan ruang shalat utama. Berandanya berbentuk persegi panjang dengan panjang 26 meter dan lebar empat meter, di bagian atapnya dilengkapi dengan lima kubah, dilengkapi dengan lengkungan lengkungan.

Ruang sholat berukuran panjang 30 meter dan lebar 15 meter, ruangannya seolah terbadi dua oleh jejeran pilar pilar berlengkung penyanggah struktur atap. Bagian atapnya terdapat enam kubah, atap masjid dibangun lebih tinggi dibandingkan atap bagian berandanya. Enam kubah diatap masjid ini dibangun dua jejer dengan kubah paling besar berada di bagian atas area mihrab yang menghadap ke selatan. Karena posisi Kota Madinah berada disebelah utara dari Ka’bah di kota Mekah, arah kiblat masjid ini menghadap ke selatan.

Gaya bangunan masjid masjid tua Turki sangat kental pada gaya bangunan Masjid Al-Ghamamah karena memang dibangun pada masa kekuasaan Turki Usmani.
Bentuk jendela nya sangat khas, perpaduan dua jendela dengan bagian atas berbentuk oval dibagian atasnya ditempatkan satu jendela bundar. Padanan jendela jendela ini ditempatkan di semua sisi masjid. Pintunya dibuat dari kayu yang dihias ukiran khat Utsmani. Masjid Al-Ghamamah dilengkapi dengan satu menara yang dibangun menyatu dengan bagian masjid di pojok barat laut bangunan utama.

Secara keseluruhan sisi luar Masjid Al-Ghamamah dihiasi dengan lapisan batu basal hitam. Sementara itu, bagian atas kubahnya dipoles dengan warna putih. Di bagian dalam, dinding dan cekungan kubah dipoles dengan warna putih. Tiang-tiang penyangga masjid dipoles dengan warna hitam sehingga memberikan pemandangan indah pada masjid dengan dua warna yang serasi***.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Rabu, 27 Januari 2016

Masjid Agung Sana’a - Yaman

Tertua di kota Sana'a

Yaman adalah negara berbentuk republik di ujung paling selatan jazirah Arabia yang kini (sampai tulisan ini diposting) sedang dalam kondisi darurat perang. Sejarah Indonesia di masa lalu berkaitan erat dengan Yaman, Yaman juga memiliki kaitan sejarah yang teramat kental dengan sejarah Islam sejak awal dan begitu banyak peristiwa sejarah Islam yang menghubungkan langsung Yaman dengan baginda Rosulullah S.A.W.  Dalam catatan sejarah serta catatan hadist, Rosulullah mengutus beberapa orang sahabat untuk berdakwah ke Yaman termasuk sepupu beliau sendiri yakni Ali Bin Abi Thalib. Para sahabat yang berdakwah di Yaman kemudian juga membangun masjid sebagai pusat aktivitas dakwah Islam. salah satu masjid yang dibangun pada masa itu adalah Masjid Agung Sana’a.

Masjid Agung Sana’a dan Mukjizat Rosulullah ?

Masjid Agung Sana’a diperkirakan dibangun pada masa Ali Bin Abi Thalib berdakwah disana, mengingat hampir semua perawi hadist meriwayatkan bahwa yang di utus Rosulullah berdakwah ke Sana’a adalah Ali Bin Abi Thalib. Namun demikian, Masjid ini begitu populer di dunia maya karena disebut sebut sebagai salah satu mukjizat Rosulullah dalam menuntun pembangunnya untuk menentukan arah kiblat masjid tersebut dengan akurat meskipun pada masa itu belum ada peralatan navigasi secanggih saat ini. Hampir semua tulisan yang beredar saat ini di dunia maya tentang masjid ini merupakan copy paste dari satu sumber yang sama yang berawal dari video di situs youtube yang disebut sebagai hasil penelitian Syeikh Abdul Majid Al-Zandaney.

Pelataran tengah masjid Agung San'a. dengan bangunan tua di tengahnya sebagai tempat penuimpanan artefak kuno yang ditemukan di sekitar halaman ini.

Disebutkan bahwa :

“Salah satu sahabat yang di utus ke Sana’a Wabr ibn Yuhanas Al Khozaee yang diutus sebagai pelindung (Sana’a). Kemudian  Muhammad Saw memerintahkannya untuk membangun Masjid untuk Sanaa dengan ketentuan dari Rasulullah saw sendiri. At-Tabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Awsat berkata: “Wabr ibn Yuhanas Al Khozaee berkata: “Rasulullah SAW berkata padaku: ” jika kamu mendirikan masjid di Sana’a, bangunkanlah di kanan sebuah gunung bernama Deyn”.

Al-Hafez Al-Rahzey dalam bukunya “History of Sana’a” mengatakan, Rasulullah saw memerintahkan Wabr ibn Yuhanas Al-Ansarey ketika ia mengutusnya ke Sana’a untuk menjadi pelindung dengan berkata, ”Panggillah mereka kepada Iman (kepercayaan / untuk membuktikan kebenaran). Jika mereka mentaatimu tentang hal itu maka aturlah mengenai solat. Jika mereka mentaatimu mengenai hal itu, bangunlah masjid di taman Bathan, di mana di situ ditemukan sebuah batu di Gamdan dan arahkan ke sebuah gunung bernama Deyn”. Dan Al-Rahzey berkata: ”Rasulullah saw menulis kepada Wabr untuk membangun dinding masjid Bathan dan mengarahkannya ke gunung Deyn”.

Dari penjelasan tersebut bila ditelusur menggunakan aplikasi google earth memang menunjukkan bahwa masjid Agung Sana’a, Gunung Deyn dan Ka’bah berada pada satu garis lurus. hal itu yang disebut oleh Syeikh Abdul Majid Al-Zandaney dalam video nya sebagai salah satu mukjizat Rosulullah. Karena pada masa itu belum ada peralatan navigasi canggih seperti di masa kini. Sesuatu yang memang sangat menarik untuk dibahas, bagaimana para sahabat yang membangun masjid di masa tersebut menentukan arah kiblat dengan begitu akurat ?. Berikut ini saya gunakan aplikasi google map untuk menandai garis yang dimaksud, ini adalah peta interaktif sehingga anda dapat menggerakkannya.


Hanya saja manakala mulai menelusur siapakah gerangan sahabat nabi yang bernama Wabr ibn Yuhanas Al Khozaee ?. nyaris tidak ada jawaban sama sekali, searching di internet dengan nama itu hanya berputar putar di berbagai situs dan blog dengan tulisan yang sama. Padahal seperti yang sudah diketahui bersama bahwasanya semua ucapan dan tindakan rosulullah adalah teladan dan terekam dalam catatan hadist, namun sulit sekali menemukan hadist tentang hal yang disebutkan dalam petikan tulisan di atas. Situs situs resmi pemerintah Yaman pun menyebut cerita bahwa masjid ini dibangun atas arahan langsung dari Rosulullah sebagai legenda belaka karena tidak dapat diverifikasi kebenaran-nya.

Lokasi Koordinat Masjid Agung Sana’a

Titik koordinat : 15.353140, 44.214976
Lokasi : Bab al Yaman

Masjid ini berada di kawasan kota tua Sana’a diantara gedung gedung tua khas negara Yaman.


Masjid Agung Sana’a

Ada beberapa nama yang dinisbatkan kepada masjid ini diantaranya adalah Jami' Kabeer atau Great Mosque of Sana’a atau Al-Jāmiʿ al-Kabīr bi-Ṣanʿā, adalah masjid tua di kota Sana'a, Republik Yaman. Lokasinya berada di di sebelah timur bekas Istana tua Ghumdan Palace. Pertama kali dibangun di masa Rosulullah masih hidup dan atas arahan langsung dari beliau. Di masa pemerintahan khalifah Usman Bin Affan Masjid ini sempat dihancurkan karena dikhawatirkan akan digunakan oleh para pemberontak.

Setelah itu masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi selama beberapa abad yang telah berlalu. Beberapa benda benda arkeologi yang ditemukan di masjid ini diantaranya adalah ‘manuskrip Sana’a” yang ditemukan ditempat ini selama proses restorasi di tahun1972, beberapa diantaranya adalah naskah naskah awal mushaf Al-Qur’an, dan temuan arkeologis lainnya yang berasal dari masa sebelum Islam.

Interior Masjid Agung Sana'a

Pertama kali dibangun sekitar tahun ke 6 Hijriah (630M) atas arahan langsung dari Rosulullah Muhammad S.A.W mengingat sudah banyaknya penduduk Yaman yang beriman, dan Sana’a sudah menjadi pusat syiar Islam di Yaman paska Hijrah nabi ke Madinah. banyaknya temuan arkeologis di sekitar masjid yang berasal dari sisa sisa bangunan sebelum Islam memang mengindikasikan bahwa masjid ini dibangun dimasa rosulullah masih hidup. Secara tradisi, cerita tutur masyarakat setempat menyebutkan bahwa di tempat tersebut sebelumnya terdapat bangunan Istana Ghundam (dari era Himyarite) dan sebuah Katedral yang kemudian dirobohkan dan bahan bahan dari kedua bangunan itu sebagian digunakan untuk membangun masjid ini.

Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid I dari Bani Umayyah (705-7015) melakukan perluasan bangunan masjid berkali lipat dari ukuran nya semula, dari bangunan hasil perluasan tersebut ditemukan beberapa artefak yang ditengarai berasal dari fitur arsitektur masa Byzantium di masa Kekaisaran Axumite (kini Ethiopia). Seperti contoh adalah batu arcade dari bagian atap yang rata dari masjid dan batu batu penopang lengkungan yang masih ada tulisan tulisan dari masa sebelum Islam. Beberapa inskripsi juga ditemukan dipelataran tengah masjid ini berasal dari tahun 753 masehi, pada masa kekuasan Bani Abas.

diantara bangunan bangunan tua disekitarnya

Dua Menara kemudian dibangun, satu Menara di sisi timur dibangun pada awal abad ke 9, kemudian Menara satu lagi di sisi barat dibangun sekitar abad ke 12 masehi. Dua kali banjir yang menggenangi masjid ini telah menimbulkan kerusakan yang cukup substansial terhadap masjid ini yang kemudian di renovasi total. Namun demikian masjid ini kembali mengalami rusak parah ketika terjadi serbuan dari Karmatis ke Sana’a tahun 911 masehi.

Restorasi kemudian dilakukan di tahun 1130 oleh seorang ratu dari Era Isma’ili yang bernama Arwa binti Ahmad. Beliau yang kemudian mengubah masjid ini lebih elegan termasuk menghadirkan ukiran ukiran pada langit langit masjid sisi timur, barat dan utara. Beliau memiliki hubungan yang erat dengan dinasti Fatimiah di Mesir, itu sebabnya Menara masjid yang ada di sisi barat memiliki kemiripan dengan Menara masjid di Kairo (Mesir) yang dibangun di era yang sama. Di awal abad ke 16 masjid ini kembali di renovasi terhadap struktur persegi pada kubahnya dan pemasangan batu paving blok di pekarangannya.

Masjid Agung San’a kembali di restorasi tahun 2006 oleh pemerintah Yaman dibantu oleh para ahli berpengalaman. Restorasi kali ini selain berupaya mengembalikan kondisi masjid Agung Yaman ke kondisi aslinya namun juga bertujuan memberikan pendidikan kepada para pekerja muda Yaman tentang konservasi. Para tenaga muda ini diberikan pengetahuan dan pengalaman langsung dengan membantu para ahli dari Italia dan kemudian diserahi tanggung jawab konservasi seiring dengan keahlian mereka yang semakin meningkat.

Salah satu gerbang masjid Agung Sana'a

Proses restorasi memang tidak mudah, termasuk mengembalikan bentuk ukiran atau lukisan yang sebagian sudah rusak atau hilang ke bentuknya semula. restorasi di masjid Agung Sana’a ini meliputi total luasan yang harus disentuh mencapai 3000 meter persegi, mencakup plataran tengah masjid dimana terdapat manuskrip Qur’an kuno ditambah dengan dua bangunan Menara. belum lagi bagian interior masjid yang terdiri dari beberapa gang; lima di utara, empat di selatan, tiga di timur dan tiga di barat, sedangkan untuk langit langitnya saja mencapai 5200 bagian ukiran atau lukisan.

Proses restorasi memang berjalan lamban dan butuh kesabaran ekstra, proses transfer keahlian dari para tenaga ahli dari Italia yang mendukung restorasi masjid ini kemudian terasa begitu bermanfaat ketika semua orang asing harus meninggalkan Yaman seiring konflik yang terjadi disana di tahun 2011, termasuk seluruh staf ahli dari Italia yang menjalankan proyek restorasi di masjid ini harus keluar dari Yaman dan menyerahkan kelanjutan restorasi kepada pekerja muda Yaman.

Situs Warisan Dunia

Masjid Agung Sana’a merupakan salah satu warisan dunia Unesco dan sudah disyagkan sejak tahun 1986 dalam daftar bernomor 345 bersama dengan 103 masjid, 14 Hammam (pemandian umum khusus pria) dan 6000 rumah tua yang ada di kota Sana’a yang dibangun pada abad ke 11 masehi. Unesco telah melakukan upaya pelestarian terhadap Masjid Agung Sana’a termasuk perbaikan terhadap kondisi bangunan yang dilakukan sejak tahun 2003. ***

----------ZZZ----------

Jumat, 07 Juni 2013

Ada Apa Dengan Kubah Hijau Masjid Nabawi (Bagian-2)

Berdiri Megah di Kota Madinah. Kubah Hijau Masjid Nabawi.

Kebohongan Tentang Mayat di Atas Kubah Hijau Masjid Nabawi

Beberapa waktu lalu sempat beredar luas di dunia maya berita hoax tentang adanya mayat yang menempel di kubah hijau masjid Nabawi dengan bebeberapa versi. Intinya ada mayat yang menempel di kubah tersebut dan sama sekali tidak bisa dilepaskan sampai ahirnya mayat tersebut dibuatkan penutup dan dibiarkan ditempatnya menempel. di atas kubah hijau masjid Nabawi memang ada benda menonjol yang diikat dengan tali bila sekilas pandang memang akan terlihat layaknya sesuatu yang ditutupi.

Tapi sebenarnya benda tersebut adalah sebuah jendela yang ditambahkan kemudian untuk menutup ventilasi atau celah atau jendela permanen yang dipasang di kubah tersebut. Seluruh ruang dibawah kubah hijau ini dikemudian hari ditutup permanen tanpa pintu dan jendela karenanya ventilasi di kubah inipun tidak diperlukan lagi dan kemudian ditutup.

Titik kecil yang di ikat dengan tali di atas kubah hijau ini sempat menjadi isue sebagai kuburan seseorang yang di sambar petir dan mayatnya menempel disana tidak bisa dilepaskan dan ahirnya ditutup dan di ikat dengan tali. aslinya benda ini adalah penutup permanen bagi jendela yang dulunya sengaja dibuat sebagai ventilasi di kubah ini.

Ukuran jendela tersebut juga terlalu kecil untuk ukuran tubuh orang dewasa yang sedang berbaring. Dan tentu saja tidak akan cukup untuk menampung “mayat’ yang katanya mati tersambar petir karena berniat menghancurkan kubah hijau tersebut. Ada beberapa orang yang sudah mengunggah berita tersebut di youtube dan ada beberapa orang juga yang kemudian mengunggah bantahannya.

Saudi Arabia dan Peran Ulama Indonesia

Seiring dengan runtuhnya kekhlaifahan Islam Usmaniyah yang berpusat di Istambull Turki di tahun 1923, semenanjung Arabia terpecah menjadi dua wilayah kekuasaan besar. Hejaz dan Najd. Tahun 1921 Ibnu Saud memproklamirkan dirinya sebagai Sultan Najd. Tahun 1924-25 beliau menaklukkan Hejaz dan pada tanggal 10 Januari 1926 memproklamirkan diri sebagai Raja Hejaz menyusul setahun kemudian menambahkan gelar-nya sebagai Raja Najd. Dengan sendirinya keseluruhan wilayah Najd dan Hejaz Berada di bawah kekuasaan beliau yang dikemudian pada tanggal 23 September 1932 memproklamirkan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia dengan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Sa'ud sebagai raja pertamanya.

Denah penampang melintang kubah hijau Masjid Nabawi ini akan memberikan gambaran letak jendela di atas kubahnya. Bangunan yang menutup makam Rosulullah termasuk bangunan kubahnya memang berlapis lapis seiring dengan beberapa kali pembangunan dari beberapa pemerintahan yang pernah berkuasa di Madinah, dengan menambahkan tembok dan kubah baru disisi luar bangunan sebelumnya.

Ibnu Saud naik ke puncak kekuasaan dengan dukungan penuh oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan kelompoknya yang mengusung gerakan pemurnian Islam dan dikemudian hari kelompok Muhammad bin Abdul Wahab ini disebut oleh dunia internasional sebagai kelompok Wahabi. Saat itu dilakukan penghancuran seluruh bangunan kubah makam dan situs sejarah yang di Mekah dan Madinah untuk menghindari khurafat. Turut dihancurkan semua makam para syuhada yang ada di pemakaman Jannatul Baqi termasuk kubah makam khalifah Usman Bin Affan.

Pemerintah Saudi Arabia mempertahankan kubah hijau Masjid Nabawi yang melindungi makam Rosulullah dan Sahabat Abu Bakar As Siddik serta Sahabat Ummar Bin Khattab. Ketiga kubur tersebut sejatinya berada di dalam rumah Aisyah istri Rasulullah yang berada di bawah kubah tersebut. Dalam perjalanan sejarah, Ulama Indonesia turut berperan dalam hal itu.

KH. Wahab Hasbullah
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Saudi Arabia saat itu, muncul keprihatinan dari ulama ditanah air yang ketika itu masih dibawah penjajahan Belanda yang kemudian membentuk komite Hejaz atas gagasan KH. Abdul Wahab Hasbullah. 

Komite Hejaz awalnya dibentuk untuk mewakili muslim dan ulama Hindia-Belanda (kini Indonesia) dalam pertemuan ummat Islam sedunia yang di gagas oleh Ibnu Saud di kota Mekah tahun 1926.

Komite Hejaz ini yang kemudian bermetamarfosis menjadi Jamiatul Nahdhatul Oelama (Nahdlatul Ulama) pada tanggal 31 Januari 1926. KH Wahab Hasbullah bersama Syekh Ghonaim al-Misri diutus oleh NU untuk menghadiri konfrensi umat Islam sedunia di Mekah sekaligus untuk menemui Raja Abdul Aziz Ibnu Saud guna menyampaikan pesan dari ummat Islam Hindia Belanda, salah satunya adalah meminta Raja Abdul Aziz untuk memberikan kebebasan bermazhab termasuk juga “penyelamatan makam Rosulullah dari penghancuran”.

Usaha ini direspon baik oleh raja Abdul Aziz. Beberapa hal penting hasil dari Komite Hejaz ini di antaranya adalah, makam Nabi Muhammad dan situs-itus sejarah Islam tidak akan dibongkar serta dibolehkannya praktik madzhab yang beragam, walaupun belum boleh mengajar dan memimpin di Haramain. Dua utusan ini pulang dengan membawa surat resmi dari raja Abdul Aziz ke Indonesia tertanggal 28 Dzul Hijjah 1347 H./ 13 Juni 1928 M..

Dimasa Kekuasaan Saudi Arabia, Masjid Nabawi setidaknya sudah tiga kali mengalami renovasi besar besaran dan tetap memelihara kubah Hijau Masjid Nabawi beserta semua yang ada di dalamnya, termasuk juga memperindah dan merawat unit bangunan tersebut. Perluasan Masjid Nabawi dimasa kekuasaan Saudi Arabia dilaksanakan oleh Raja Abdul Aziz di tahun 1951. Menyusul kemudian oleh Raja Faisal tahun 1973 dan terahir oleh Raja Fahd. Saat tulisan ini dimuat-pun masjid Nabawi sedang dalam proyek perluasan besar besaran untuk kesekian kalinya.

Kabar tak sedap sempat kembali beredar di tahun 2007 lalu ketika Kementerian Urusan Islam Kerajaan Saudi Arabia disebut sebut telah menerbitkan pamphlet yang turut di paraf oleh Mufti Agung Saudi Arabia, yang menyatakan bahwa kubah hijau masjid Nabawi akan dihancurkan dan tiga makam dibawahnya akan diratakan. 

Dan lagi lagi kabar tersebut mendapat kecaman dari ummat Islam dari berbagai penjuru dunia. Jangankan untuk menghancurkan kubah dan makam Rosulullah, rencana pemerintah Saudi untuk menghancurkan masjid masjid bersejarah disekitar Masjid Nabawi dalam upaya menyediakan lahan bagi perluasan Masjid Nabi tersebut-pun mendapatkan kecaman keras dari seantero dunia Islam termasuk dari para sejawan dari berbagai negara.

Namun demikian, bila mencermati maket masterplan mega proyek perluasan Masjid Nabawi yang disiapkan oleh pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, sangat jelas terlihat, bagian Masjid Nabawi dengan kubah hijaunya masih dipertahankan di sayap timur bangunan super besar yang akan dibangun dalam mega proyek perluasan tersebut. Begitupun dengan tiga masjid bersejarah yang berdekatan dengan Masjid Nabawi tetap dipertahankan keberadaannya.***

Ada Apa Dengan Kubah Hijau Masjid Nabawi (Bagian-1)

Jutaan muslim dari seluruh penjuru dunia mengunjungi masjid ini setiap tahun dalam rangkaian ibadah Haji ataupun Umroh. Kubah hijau masjid Nabawi memiliki makna yang begitu dalam bagi setiap muslim di seantero dunia.

Sejak pertama kali dibangun oleh dinasti Mamluk, kubah hijau Masjid Nabawi di kota Madinah, Saudi Arabia telah menjadi ikon penting bagi Masjid Nabawi dan kota Madinah secara keseluruhan. Dan sejak dibangun pula kubah ini senantiasa menuai silang pendapat dikalangan umat Islam sendiri, dan sangat menarik bahwa, kubah hijau tersebut turut menjadi perhatian ulama Indonesia di tahun 1926, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Kubah hijau yang dikemudian hari menginspirasi banyak orang untuk membangun kubah yang mirip, di masjid masjid di kampung halaman mereka untuk sekedar mengobati kerinduan akan Masjid Nabi yang pernah mereka kunjungi dalam rangkaian ibadah haji atau umroh yang pernah mereka lakukan.

Ada Apa di Bawah Kubah Hijau Masjid Nabawi

Kubah hijau Masjid Nabawi dibangun untuk menaungi makam Rosulullah Muhammad S.A.W, Makam Khalifah Abu Bakar Asy-Sidik dan Makam Khalifah Umar Bin Khattab. Ketiga makam ini sesungguhnya berada di dalam rumah baginda Rosulullah bersama istri Beliau Aisyah r.a. yang seluruhnya kini dikelilingi tiga lapis dinding, sebagai pemisah-nya dari Masjid Nabawi.

Kubah hijau masjid Nabawi ini menjadi begitu penting bagi ummat Islam dunia karena dibawah kubah inilah tempat dimakamkannya jenazah Baginda Rosululullah Muhammad S.A.W, Nabi penutup para nabi, junjungan kita semua, bersama dua sahabatnya Khalifah Abu Bakar Asy-Siddik r.a. dan Khalifah Ummar Bin Khattab r.a.

Tempat yang kini dinaungi dengan kubah hijau itu, semasa Rosulullah hidup, merupakan rumah beliau yang sangat sederhana. Di rumah tersebut beliau tinggal bersama Ummul Mu’minin Aisyah, hingga menutup mata di ahir hayatnya. Ditempat itu juga jenazah beliau dimakamkan. Rumah kediaman Rosulullah tersebut sering juga disebut sebagai rumah Aisyah.

Apakah Makam Baginda Rosulullah berada di Dalam Masjid Nabawi ?

Tertutup rapat

Rumah Rosulullah dan Aisyah yang menjadi tempat bermakamnya Rosulullah ini dibangun menempel dengan dinding Masjid Nabi (Masjid Nabawi). Dibangun setelah pembangunan Masjid Nabi selesai dilaksanakan. Masjid Nabawi sendiri merupakan bangunan pertama yang dibangun oleh Rosulullah  bersama sama dengan ummat Islam di Kota Madinah sekitar tahun 622 masehi, ketika pertama kali sampai di kota Madinah dalam perjalanan hijrah dari kota Mekah.

Saat beliau wafat, jenazah beliau dimakamkan di rumah tersebut. Aisyah r.a kemudian membangun sekat dinding, sebagian untuk makam Rosulullah dan sebagian lagi sebagai tempat tinggal Aisyah. Dan ketika Khalifah Abu Bakar Wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Rosullullah, Aisyah berpindah tempat tinggal dan ketika Khalifah Umar Bin Khattab wafat, jenazah beliau pun turut dimakamkan berdampingan dengan makam Rosulullah S.A.W

Raudhah atau Raudhatul Jannah. adalah tempat diantara rumah Rosulullah dengan Mimbar beliau. tempat ini senantiasa menjadi incaran para jemaah dari mancanegara untuk berdoa di tempat ini karena sesuai dengan sabda Rosulullah bahwa tempat ini merupakan salah satu tempat yang makbul.

Makam Rosulullah, Khalifah Abu Bakar r.a dan Khalifah Umar tetap berada di luar kawasan Masjid Nabawi hingga tahun ke 88 Hijriah atau tahun 707 masehi. Sampai kemudian pada bulan Rabiul Awwal tahun 88H, Khalifah Al-Walid (705-715) dari bani Ummayah yang berkedudukan di Damaskus, memerintahkan kepada gubernur Hijaz (kini Saudi Arabia) Umar Bin Abdul Aziz, untuk membongkar bangunan lama Masjid Nabawi dan membangunnya menjadi masjid yang lebih besar dan megah serta menyatukan rumah Aisyah dengan masjid Nabawi.

Sempat terjadi pertentangan dikalangan fuqaha yang menolak upaya tersebut dengan alasan bahwa rumah tersebut merupakan lambang dari khidupan zuhud Rosulullah. Said bin al-Musayyab tidak menyatakan ketidaksetujuannya kerana takut makam Nabi s.a.w dan dua sahabat Baginda dijadikan sebagai kawasan masjid. Namun, para tabiin rahiamahumullah memahami perkara ini lalu mereka memisahkan kubur Nabi s.a.w dan dua sahabat baginda dengan tiga lapis dinding sebagai pemisah dengan kawasan Masjid Nabawi.

Kubah hijau Masjid Nabawi diantara kubah kubah kecil di atas bangunan Masjid Nabawi yang dibangun pada era Dinasti Usmaniyah (Turki).

Umar bin Abdul Aziz menambahkan tembok pemisah terluar dari tembok rumah Aisyah sebagai pembatas kawasan rumah Aisyah yang menjadi Makam Rosulullah dengan kawasan Masjid Nabawi. Ada jarak yang cukup jauh antara tembok Umar Bin Abdul Aziz dengan tembok rumah Aisyah. 

Maka dinding ysng dibangun Umar bin Abdul Azizi ini sekaligus mengeluarkan kawasan perkuburan Rasulullah s.a.w dan dua sahabat Baginda dari kawasan masjid untuk menghindari jemaah yang sholat menghadap ke kuburan. Sejak saat itu seluruh area rumah Aisyah tertutup rapat tanpa pintu dan jendela untuk menuju kesana.

Siapa Yang Membangun Kubah Hijau Masjid Nabawi

Kubah Hijau Masjid Nabawi saat ini.

Dinasti Mamluk yang pertama kali membangun kubah di atas makam Nabi Muhammad dalam proyek pembangunan Masjid Nabawi. Lalu ketika Madinah berada di bawah kekuasaan Dinasti Usmaniyah (Turki) sejak tahun 1517 hingga perang dunia pertama, Sultan Sulaiman (1520-1566) membangun mihrab baru disebelah Mihrab Nabi serta memasang kubah baru di atas Rumah dan makam Nabi. Kubah dari tembaga dan di cat dengan warna hijau.

Kubah tersebut dibangun ulang di masa pemerintahan Mahmud II bersamaan dengan pembangunan Ar-Raudah di tahun 1817 dan kembali di cat dengan warna hijau tahun 1839 hingga ahirnya dikenal dengan kubah hijau hingga hari ini. Sisi dalam kubah kemudian di hias dengan kaligrafi Al-Qur’an dimasa pemerintahan Sulan Majid II (1839-1861) dari dinasti Usmaniyah.

Bersambung ke Bagian-2