![]() |
Awal hari yang cerah di Masjid Agung Demak. |
Masjid Agung Demak merupakan
salah satu masjid tertua di Indonesia dan di Nusantara, sekaligus juga
merupakan masjid pertama yang dibangun sebagai masjid kesultanan di Nusantara.
Lokasinya berada di desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Sejak dibangun, masjid agung
Demak telah menjadi rujukan pembangun masjid masjid kesultanan lainnya di
wilayah Nusantara, baik yang kini menjadi wilayah Republik Indonesia hingga ke
wilayah Negara tetangga termasuk Malaysia dan Brunai Darussalam.
Masjid Agung
Demak dipercaya sebagai tempat berkumpulnya Walisongo untuk membahas dakwah agama Islam di
Tanah Jawa khususnya dan di Nusantara pada umumnya. Sejarah pembangunan masjid
ini berkaitan erat dengan
sejarah berdirinya
Kesultanan Demak sebagai Kesultanan pertama di Nusantara melepaskan diri secara
menyeluruh dari pengaruh kerajaan Majapahit.
Kesultanan Demak berdiri dengan
dukungan dari para wali yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertamanya.
Raden Fatah sendiri diketahui merupakan salah satu putra dari Prabu Brawijaya,
Raja Majapahit yang berkuasa pada saat berdirinya Kesultanan Demak di abat ke
15 miladiah.
Raden Fatah atau juga dikenal
dengan Sultan Fatah wafat dan dimakamkan di sebelah barat komplek Masjid Agung
Demak bersama dengan sultan Demak yang lain beserta keluarga dan para abdinya.
Lokasi Masjid Agung
Demak
Masjid Agung Demak terletak di
Desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. berjarak lebih
kurang 26 km dari Kota Semarang, atau 25 km dari Kabupaten Kudus, dan 35 km
dari Kabupaten Jepara.
![]() |
Dibangun disisi barat alun alun Demak, Masjid Agung Kesultanan Demak masih berdiri kokoh hingga kini dengan bentuk aslinya, lengkap dengan satu menara yang dibangun jauh setelah masjid ini berdiri. |
Masjid Agung Demak berada di
tengah kota disisi sebelah barat alun-alun. Sebagai Kesultanan pertama di tanah
Jawa dan Nusantara, tata letak masjid Agung Demak ini menjadi rujukan tata kota
lainnya di Nusantara dengan ciri khususnya adalah adanya alun alun berukuran
cukup luas di pusat kota dilengkapi dengan Masjid Agung disisi sebelah barat,
begitupun dengan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang dibangun tak
jauh dari alun alun kota.
Namun demikian keberadaan keraton
kesultanan Demak masih menjadi misteri hingga kini. Meskipun banyak pihak
menduga bahwa bekas keraton Kesultanan Demak berada di sebelah selatan alun
alun Demak.
Sejarah Masjid Agung
Demak
Raden Fatah
membangun Masjid Agung Demak di tahun 1401 Saka atau 1477 Miladiyah, atau dua
tahun setelah beliau diangkat
sebagai adipati Glagahwangi (Demak) di tahun 1475M sebagai sebuah kadipaten didalam lingkup kerajaan Majapahit. Ditahun 1478
dengan dukungan para wali beliau dinobatkan sebagai Sultan Demak bergelar Senapati Jumbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Munculnya nama Palembang
dalam gelar beliau karena beliau memang lahir dan besar di Palembang (Sumatera
Selatan) dari Ibu nya yang berasal dari Campa.
Sebelumnya Demak
merupakan bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Sri Maharaja Prabu Singhanegara
Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) yang tak lain adalah ayah kandung dari Raden Fatah. Sebagai putra raja Majapahit, Raden Fatah memang dibentangkan
karpet merah ke wilayah kekuasaan. Tak
mengherankan jika sebelum menjadi Sultan Demak beliau
telah dianugerahi jabatan oleh ayah-nya sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi
(Demak) di tahun 1475 M.
![]() |
Di dalam ruang utama Masjid Agung Demak. |
Beliau juga
menerima hadiah 8 pilar berukir dari ayahnya yang dikemudian hari digunakan
sebagai pilar penopang di serambi Masjid Agung Demak dimasa pemerintahan
Adipati Yunus (Pati Unus). Pilar pilar tersebut masih dapat kita lihat
keberadaannya hingga kini dan disebut dengan pilar Majapahit.
Proklamasi Demak sebagai sebuah Kesultanan
Merdeka dari Majapahit terjadi setelah Sri Maharaja Prabu Singhanegara
Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) raja Majapahit yang merupakan Ayah kandung dari
Raden Fatah dikudeta oleh Dyah Ranawijaya dari tahta Majapahit.
Tak pelak, berdirinya
Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam dan melepaskan diri dari pengaruh
Majapahit mengundang kemarahan pihak keraton Majapahit yang kemudian mengirimkan
pasukan untuk menyerang Demak. Namun serangan itu dapat dipatahkan oleh pasukan
Demak. Disebutkan bahwa salah satu dari pimpinan pasukan Majapahit bernama
Raden Sepat bahkan kemudian mengikrarkan ke-Islaman nya dan bergabung dengan
kesultanan Demak.
Raden Sepat yang
kemudian terlibat langsung dalam proses merancang Masjid Agung Demak dengan,
kemungkinan besar beliau merupakan bagian dari pasukan zeni tempur Majapahit
sehingga memiliki kemampuan arsitektur yang cukup memadai.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa warisan seni arsitektur Majapahit sangat kental dalam rancang
bangun Masjid Agung Demak ini, dengan menerapkan bentuk bangunan aula luas
beratap limasan bertingkat sebagaimana lazimnya sebuah bangunan besar di era
Majapahit.
![]() |
Serambi Masjid Agung Demak, perhatikan pilar pilar Majapahit yang indah terbuat dari kayu jati berukir. |
Masjid Agung Demak dibangun
dibangun di lokasi bangunan pondok pesantren Glagahwangi, tempat Raden Fatah
menimba ilmu agama dibawah asuhan Sunan Ampel. Wajar bila kemudian para wali
mendukung penuh berdirinya kesultanan Demak. Pesantren Glagahwangi didirikan
oleh Sunan Ampel ditahun 1466 Miladiyah, sekaligus berfungsi sebagai Masjid.
Pembangunan Masjid Agung Demak
tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah prasasti yang ditempatkan di dalam
ruang mihrab dan dikenal sebagai Condro Sengkolo Memet. Sebuah prasasti
berbentuk bulus (kura kura) yang berarti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”.
Gambar bulus terdiri dari ; satu
kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus
yang bulat berarti angka nol, satu ekor bulus berarti angka satu, yang bermakna
tahun 1401 Saka yang kemudian disepakati tahun tersebut bertepatan dengan tahun
1477 Miladiyah.
![]() |
Masjid agung Demak dari arah komplek makam para Sultan Demak, sesaat setelah waktu sholat subuh. |
Berdirinya Kesultanan Demak ini
dikemudian hari diikuti dengan berdirinya kesultanan Cirebon yang selanjutnya
diikuti dengan berdirinya Kesultanan Banten dan berbagai Kesultanan lainnya di
wilayah Nusantara.
Disebutkan bahwa Raden Sepat yang
mengarsiteki pembangunan masjid Agung Demak juga terlibat dalam proses
rancangan Masjid Agung Sang Ciptarasa di Kesultanan Cirebon dan Masjid Agung
Banten di Kesultanan Banten.
Sehingga anda akan dengan mudah
menemukan kemiripan diantara tiga masjid tersebut. Bahkan beberapa penulis tak
segan menyebut ketiga masjid tersebut sebagai tiga masjid kembar. Beberapa
menyebutkan masjid Agung Demak sebagai kembaran Masjid Agung Sang Ciptarasa
Cirebon. (semua foto dari akun instagram @hendrajailani). [Telah di Update pada 3 mei 2025].
(Bersambung ke Bagian 2)
.
------------------------------------------------------------------
Artikel Terkait
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 1)
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 2)
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 3)
Masjid
Saka Tunggal, Masjid Tertua di Indonesia