Tampilkan postingan dengan label Masjid Tua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid Tua. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 April 2025

Masjid Tua di Teluk Kaiely

Masjid Tua Kayeli atau didokumen Belanda di tulis Moskee Kajeli  (dengan ejaan lama) antara tahun 1890-1940, kini dikenal sebagai Masjid Nurul Iman di Desa Masarete Teluk Kaiely.

Masjid Nurul Iman merupakan salah satu masjid tua pulau Buru provinsi Maluku. Lokasinya berada di desa Masarete kecamatan Teluk Kaiely (Kayeli) kabupaten Buru Provinsi Maluku.

Foto dari Tropenmuseum Belanda antara tahun 1890-1940 merupakan dokumentasi tertua tentang masjid ini, disebut dengan Moskee Kajeli atau Masjid Kayeli dalam ejaan lama, merujuk kepada tempatnya berada di Teluk Kayeli atau Kaiely. 

      Masjid Tua Kaiely (Masjid Nurul Iman) Masarete
Masarete, Teluk Kaiely, Buru, Maluku
https://maps.app.goo.gl/k3XsP2GV24ZEA7Cz8
 

 
Masjid tua Kayeli ini merupakan peninggalan sejarah persebaran Islam di Pulau Buru. Berdasarkan data objek cagar budaya, masjid ini diperkirakan didirikan pada tahun 1890-an. Menurut Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Buru, Ibu Je Ibrahim, masjid tua tersebut telah berganti nama menjadi Masjid Nurul Iman, yang berlokasi di Desa Masarete, Kecamatan Teluk Kaiely.
 
Masjid ini hingga kini masih terus dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah shalat berjemaah dan aktivitas kemasyarakatan. Meskipun telah mengalami perubahan beberapa struktur bangunan dari bentuk aslinya, corak bangunan masih menampakkan nuansa tua dan kuno.
 
Masjid Tua Kaiely masa kini dikenal sebagai Masjid Nurul Iman Desa Masarete.

Bentuk bangunannya tidak jauh berubah dari bangunan awal, struktur atap mempertahankan bentuk atap limas bersusun tiga dengan Tiang Alif di puncak masjid yang menjadi ciri khas utama masjid masjid di Maluku.
 
Pada mulanya, dinding dan atap masjid terbuat dari rumbia atau daun pohon sagu, tetapi kini telah berganti terbuat dari seng dan berdinding tembok. Masjid berukuran 9 x 13 meter ini didominasi warna merah dan putih. Filosofi warna merah dan putih menggambarkan agama dan adat istiadat yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat setempat.
 
Tiang Alif di masjid Nurul Iman ini telah dilakukan penggantian pada Kamis 19 September 2024 yang lalu dengan prosesi adat dihadiri para tokoh masyarakat, pemuka agama, dan keluarga besar masyarakat Desa Masarete.
 
Masjid Nurul Iman Desa Masarete.

Kegiatan itu merupakan pengganti Tiang Alif lama yang telah rusak dan menjadi bagian penting dari tradisi masyarakat setempat. Pemasangan Tiang Alif di Masjid Nurul Iman bukan hanya sekadar perbaikan fisik, tetapi juga merupakan bagian dari tradisi dan ritual budaya yang kaya akan nilai-nilai spiritual.
 
Tradisi pemasangan Tiang Alif ini, khususnya di Maluku, termasuk di Desa Masarete, adalah bagian dari adat dan kebudayaan yang sarat simbolisme dan makna spiritual. Disebut Tiang Alif, karena memang menyerupai huruf Arab "Alif", melambangkan keesaan Tuhan. Biasanya, Tiang Alif dipasang sebagai tiang utama dalam pembangunan rumah atau masjid, terutama di wilayah yang kental dengan tradisi Islam.
 
Dalam pelaksanaannya, prosesi pemasangan ini dilakukan dengan upacara adat yang disertai doa-doa, pembacaan ayat suci Al-Quran, dan makan bersama sebagai permohonan berkah dan perlindungan dari Tuhan.
 
Penggantian Tiang Alif Masjid Nurul Iman Masete pada 19 September 2024 (foto : Kemenag Maluku)

Tradisi Masjid Tua Kaiely
 
Selain sebagai tempat beribadah, masjid tua ini juga digunakan untuk acara-acara adat dan tradisi hari besar yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai baletaung, seperti pada tanggal 1 Muharam dan Malam Tujuh Likur (malam ke dua puluh tujuh di bulan suci Ramadhan)
 
Akses Menuju Masjid Tua Kaiely
 
Cukup mudah menemukan masjid ini karena lokasinya yang berada di pinggir jalan desa dan di tengah pemukiman warga. Untuk menuju lokasi masjid, alternatif paling memungkinkan melalui transportasi laut dari pelabuhan Namlea di Pulau Buru menuju Teluk Kaiely dengan kapal feri.
 
Sumur & tempat wudhu di Masjid Nurul Iman Masarete.

Kapal feri yang akan menuju ke Teluk Kaiely ini memiliki jadwal keberangkatan dua kali dalam sehari, yaitu pada pukul 08.00 dan 14.00, kecuali pada hari Jumat dan Minggu, kapal feri hanya melayani penyeberangan pada pukul 08.00. Penyeberangan ditempuh sekitar 60 menit hingga tiba di pelabuhan Teluk Kaiely.
 
Alternatif lain menuju Teluk Kaiely adalah menggunakan persewaan speedboat, selain jarak tempuh lebih cepat, sensasi menerjang ombak di tengah lautan tentu akan lebih terasa. Setibanya di Pelabuhan Teluk Kaiely, untuk menuju masjid dapat dijangkau dengan jasa ojek sepeda motor karena sulitnya menemukan persewaan kendaraan roda empat.
 
Jarak pelabuhan menuju lokasi masjid juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar tiga kilometer. Sepanjang jalan menuju lokasi masjid, akan dijumpai perkebunan sagu di sisi kanan atau kiri jalan, rumah penduduk setempat, dan tanah lapang tempat pengembalaan ternak penduduk Desa Masarete.***
 
       

Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
Masjid Jami’ Ambon
Sigi Lamo - Masjid Sultan Ternate
Masjid Raya Al-Munawar Ternate
Masjid Wapauwe ; Masjid Tertua di Indonesia
 
Rujukan
 
-       Suluh dalam akulturasi masjid tua Indonesia Timur, Masjid Warisan Budaya di Indonesia Timur, Direktorat Pelindungan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2021.
-       https://maluku.kemenag.go.id/artikel/penyuluh-agama-islam-kemenag-buru-hadiri-pemasangan-tiang-alif-di-masjid-nurul-iman-desa-masarete

Selasa, 18 April 2023

Masjid Jami’ Al-Mubarak Krukut, Warisan Muslim Tionghoa Batavia

Masjid Jami' Al-Mubarak Krukut ditahun 1915 (foto dari KITLV Leiden diwarnai oleh IG @rajakelir)

Masjid Krukut adalah salah satu masjid tua di Jakarta, dibangun sesudah tahun 1785 di atas sebidang tanah luasnya 1.000 m2 yang disebut Cobong Baru. Dibangun oleh kaum peranakan Tionghoa di Batavia, setelah memperoleh izin dari Gubemur Jenderal Willem Arnold Alting Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-32 yang memerintah antara tahun 1780 – 1796. 

Izin tersebut diberikan kepada kapitan Cina peranakan (Muslim) yang bernama Tamien Dosol Seeng. Mimbar kayu di masjid ini pantas dianggap karya besar seni ukir Tionghoa, sayang sekali, bentuk ukiran mimbar itu tak tajam lagi akibat dilapisi cat perak tebal pada tahun 1975 dan kini bahkan raib tak jelas keberada’annya. 

Masjid Jami Almubarak 
Jl. Kebahagiaan 7-A RT.6/RW.1, Krukut, Taman Sari Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11140 (021) 63853447

   

Perombakan dan pembangunan total masjid ini dilakukan tahun 1994. Bangunan masjid diperluas oleh Syech Abdul Khaliq A Bakhsh dan dilaksanakan oleh Abdul Malik Muhammad Aliun sebagai wakaf untuk umat Islam. 

Di kawasan Krukut kini sudah hampir tak ada lagi muslim Tionghoa yang bermukim disana dan justru lebih banyak di dominasi muslim keturunan arab. Selain Masjid Kebon Jeruk (1768) di Hayam Wuruk, di Gajah Mada yang terletak di seberangnya ada Masjid Krukut (1785) yang juga diangun orang Tionghoa Muslim, begitupun Masjid Tambora (1761) di Tanah Sareal. 

Namun, berbeda dengan Masjid Kebon Jeruk yang masih memperlihatkan ciri Tionghoa dengan sistem bracket (dougong) khas Tionghoanya, Masjid Krukut telah berubah sama sekali. Bahkan, menurut keterangan Pater Heuken juga, mimbar indah berukiran Tionghoa yang tadinya ada di masjid ini pun kini telah hilang entah ke mana. 

Plakat pembangunan masjid Al Mubarak Krukut.

Menginjak teras Masjid yang sejuk beralaskan batu marmer, kita akan "disodori" sebuah ukiran plakat terbuat dari batu marmer yang tertanam di dalam tembok. Di sisi kiri, plakat tersebut berukiran tulisan huruf arab dan ukiran bertulisan huruf latin berbahasa Indonesia di sisi kanannya. Teks berbahasa Indonesia yang ada di sebelah kanan, selengkapnya berbunyi: 

"Insya Allah peresmian Mesjid Al Mubaroq pada Hari Jum'at tgl 14 Januari 1994/ 3 Sya'ban 1414H. Mesjid Al Mubaroq ini dibangun dengan sumbangan Syech Abdul Khaliq A. Bakhsh dan dilaksanakan oleh H. Abdul Malik Muhammad Aliun sebagai wakaf untuk umat Islam di Indonesia. Jakarta, 14 Januari 1994. Tertanda Duta Besar Saudi Arabia di Jakarta, Syech Abdullah Abdurrahman 'Alim dan Penyumbang, Syech Abdul Khaliq A. Bakhsh". 

Masjid jami' Al Mubarak masa kini.

Masjid Jami Al-Mubarak Masa Kini Meskipun perjalanan sejarahnya kental dengan peran dari muslim Tionghoa Batavia, diamsa kini tak lagi terasa aroma Tionghoa di masjid ini. Masjid berlantai dua itu sudah sama seperti kebanyakan masjid modern saat ini. Warga setempat generasi kini lebih mengenal kawasan krukut sebagai Kawasan hunian etnis arab dan tekenal sebagai arab krukut. 

Pengurus masjid Jami Al-Mubarak Krukut memastikan bahwa tidak ada lagi artefak yang tersisa dari bangunan asli saat dibangun di masjid ini, mengingat bahwa perombakan yang dilakukan tahun 1994 merobohkan bangunan lama secara total untuk kemudian dibangun lebih besar dengan arsitektur yang sama sekali berbeda. 

Seperti masjid masjid lainnya, masjid Jami Al-Mubarak Krukut ini senantiasa Makmur dengan berbagai aktivitas. Selain senantiasa Makmur dengan Jemaah juga Makmur dengan aktivitas kajian rutin, pembagian sembako untuk fakir miskin dan beragam aktivitas lainnya termasuk semarak romadhon dengan tadarus, bukber hingga I’tikaf. (dirangkup dari berbagai sumber, diolah).*** 

Interior Masjid Jami Al Mubarak Krukut

papan nama Masjid Al Mubarak Krukut.

Masjid Jami Al Mubarak Krukut Tempo Dulu

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga

Masjid “Si Pitung” Al Alam, Marunda, Jakarta Utara (1527)
Masjid Al-Alam Cilincing (1527)
Masjid Jami’ As-Salafiyah, Masjid Pangeran Jayakarta (1620)
Masjid Jami’ Al Atiq, Kampung Melayu, Jakarta Selatan (1632)
Masjid Al Anshor Pekojan, Jakarta Barat (1648)
Masjid Al-Arif Pasar Senen (1695)


Sabtu, 27 Juli 2019

Masjid Ali Bin Abi Thalib – Madinah

Masjid serba putih, Masjid Ali Bin Abi Thalib di kota Madinah, dibangun atas lahan bekas rumah Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan istrinya tercinta Fatimah Az-Zahra yang juga merupakan Putri Rosulullah S.A.W.

Masjid Ali bin Abi Thalib merupakan satu dari tiga masjid bersejarah yang berada di sebelah barat Masjid Nabawi bersama sama dengan Masjid Al-Ghamamah dan MasjidAbu Bakar Siddiq R.A. Lokasi Masjid ini hanya terpaut sejauh sekitar 100 meter sebelah barat dari gerbang nomor 7 pelataran masjid Nabawi setelah perluasan dan sekitar 122 meter ke utara dari Masjid Al-Ghamamah. Lokasi Masjid Ali bin Abi Thalib berada di sisi selatan ruas jalan As-Salam, ruas jalan yang berahir ke gerbang Nomor 7 pelataran Masjid Nabawi.


Masjid Ali Bin Abu Thalib tidak lagi digunakan sebagai tempat ibadah, karena lokasinya yang berdekatan dengan Masjid Nabawi, semua aktivitas sholat lima waktu dialihkan ke Masjid Nabawi. Pintu masjid ini selalu terkunci, namun tetap menarik perhatian Jemaah dari berbagai Negara untuk sekedar berkunjung. Sayangnya ada saja Jemaah yang melakukan perbuatan kurang terpuji dengan mencoret coret tembok masjid ini terutama di sisi sekitar pintu gerbang sisi timur masjid.




Sejarah Masjid Ali Bin Abu Thalib

Menurut riwayat, Nabi pernah sholat Ied di tempat ini. sementara riwayat yang lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun di teratak rumah Khalifah Ali Bin Abi Thalib bersama istrinya Fatimah Az-Zahra yang merupakan putri kesayangan Rosulullah S.A.W. itu sebabnya masjid ini dinamai dengan nama Masjid Ali Bin Abu Thalib.

Bersamaan dengan dimulainya proyek perluasan Masjid Nabawi, masjid Ali Bin Abi Thalib dan dua masjid lainnya di lokasi yang berdekatan sempat dikabarkan akan di gusur, namun ternyata berita itu tak terbukti, masjid Ali Bin Abu Thalib masih berdiri ditempatnya meski tidak dibuka untuk umum. Semua aktivitas sholat berjamaah lima waktu dialihkan ke Masjid Nabawi karena memang lokasinya yang tidak berjauhan. Dan memang tidak ada anjuran ataupun keistimewaan untuk melakukan sholat di masjid ini.

Masjid Ali Bin Abu Thalib di tepi jalan Assalam dilihat dari arah pintu gerbang nomor 7 pelataran Masjid Nabawi. di sebelah kanan foto tepat disamping gerbang sebelah kanan terdapat gedung Museum Assalam.

Sejarah Pembangunan Masjid Ali Bin Abu Thalib

Masjid Ali Bin Abi Thalib pertama kali dibangun ole Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang memerintah di Madinah sebagai pengingat sejarah tempatnya berdiri. Bangunan tersebut kkemudian direnovasi oleh Gubernur Dhaigham Al-Manshuri, Gubemur Madinah tahun 881 H. Setelah itu juga direhab oleh Sultan Abdul Majid I pada saat Arab Saudi menjadi bagian dari wilayah Khalifah Turki Usmani yang berpusat di Istanbul. Renovasi terhadap masjid ini kembali dilakukan tahun 1269 H.

Dimasa kekuasaan kekuasaan Kerajaan Arab Saudi, Masjid Ali Bin Abu Thalib kembali  direnovasi oleh Raja Fahd pada tahun 1411 H, sebagaimana dijelaskan pada prasasti yang dipasang ditembok pagar disamping gerbang timur masjid. Raja Fahd memperluas masjid ini hingga mencapai 682 m2 dengan menara setinggi 26 meter.

Sisi depan Masjid Ali Bin Abu Thalib menghadap ke jalan As-Salam, tampak dua gerbang pagarnya yang selalu tertutup dan terkunci rapat. Kini ada mesin ATM di depan masjid di area pedesterian, disebelah kanan gerbang utama-nya.

Arsitektur Masjid Ali Bin Abu Thalib

Masjid Ali Bin Abu Thalib terdiri dari bangunan utama, satu menara, gerbang dan pagar keliling serta kamar mandi. Bangunan utama masjid ini dilengkapi dengan serambi dengan lima lengkungan berceruk dalam bentuk senada. Pintu utama berada di lengkungan tengah, empat lengkungan lain terdapat jendela berbentuk segi empat. Pintu masjid ini sejajar dengan gerbang utama masjid yang menghadap ke jalan raya As-Salam di sebelah utara masjid.

Bangunan utama masjid ini memanjang timur barat sepanjang 35 meter dengan lebar 9 meter. Dengan tembok massif warna putih tanpa kanopi. Bagian atapnya dilengkapi dengan tujuh kubah. Satu kubah utama sedikit ditinggikan dibagian tengah dengan denah segi delapan,sementara enam kubah lainnya mengapit di sisi kiri dan kanan masing masing berdenah segi empat.

Masa kini Masjid Ali Bin Abu Thalib, berdiri diantara jejeran gedung gedung hotel yang berjejer di sekitar Kompleks Masjid Nabawi.
Sisi kiblat masjid Ali Bin Abi Thalib berada di sisi selatan karena memang kota Madinah berada di sebelah utara kota Mekah. Mihrab masjid ini berada dibagian tengah sisi kiblat berupa sebuah cerukan sedalam 1.25 meter di tembok sisi selatan yang sedikit dibangun menonjol kesisi luar, setinggi sekitar tiga meter. Dinding sisi selatan masjid ini dilengkapi dengan beberapa penopang tembok di sisi luar.

Secara keseluruhan masjid Ali Bin Abu Thalib ini memiliki langgam bangunan yang mirip dengan Masjid Al-Ghamamah, namun menaranya dibangun serupa dengan menara MasjidAbu Bakar Assidiq, berupa menara berdenah segi delapan dengan satu balkoni dan bagian puncaknya berbentuk kerucut lancip layaknya bangunan menara gaya Usmani. Satu menaranya ini dibangun di sudut tenggara masjid menempel ke tembok masjid.

Bangunan kamar mandi dan tempat wudhu dibangun di sebelah barat bangunan utama. Sekeliling masjid ini kini dilengkapi dengan pagar tembok dan dua gapura. Gapura utama di sisi utara dan gapura kedua di sisi timur. Pintu pagar di dua gerbang ini kini selalu dalam keadaan terkunci. Di bagian depan masjid di tengah jalur pedestrian kini berdiri 4 unit bangunan ATM berdenah segi delapan.***

Masjid Ali Bin Abu Thalib dengan latar depan arkade Hotel Aramas yang berada diseberang jalan masjid Ali bin Abu Thalib.
Aerial view Masjid Ali Bin Abu Thalib dari sisi selatan (sisi kiblat) tampak area mihrabnya yang sedikit menonjol keluar dari tembok masjid dibagian tengah.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Minggu, 21 Juli 2019

Masjid Abu Bakar Siddiq .R.A – Madinah

Meskipun berhubungan dengan sejarah perkembangan Islam di masa Rosulullah, namun keberadaan bangunan masjid Abu Bakar Siddiq ini baru berdiri di masa pemerintahan Khalifah Ummar Bin Abdul Aziz. Jauh setelah Rosulullah wafat.

Masjid Abu Bakar Siddiq R.A.merupakan salah satu dari tiga masjid tua bersejarah yang “tempatnya berdiri” berhubungan erat dengan sejarah awal perkembangan risalah Islam di kota Madinah. Lokasi masjid Abu Bakar Assidik berada di sisi barat daya Masjid Nabawi. Pelataran Masjid Nabawi setelah perluasan hanya berjarak beberapa meter dari masjid ini.

Lokasi Masjid Abu Bakar Assidiq ini sangat berdekatan dengan Masjid Ghamama dan Masjid Ali. Hanya terpaut sekitar 40 meter dari Masjid Ghamama dan pada saat pemerintah Arab Saudi meluncurkan proyek perluasan Masjid Nabawi, tiga masjid ini sempat menjadi buah bibir karena disebut sebut akan dibongkar untuk keperluan proyek perluasan Masjid Nabawi. Namun saat proyek perluasan berlangsung, pemerintah Arab Saudi justru merenovasi masjid masjid bersejarah ini.

Masjid Abu Bakr Siddeeq RA
Al Haram, Madinah 42311, Arab Saudi



Renovasi yang dilakukan pemerintah Saudi lebih kepada perbaikan masjid dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya serta melakukan penataan kawasan disekitar masjid ini sehingga tampak lebih apik serta disinkronkan dengan kawasan Masjid Nabawi. Keseluruhan kawasan disekitar tiga masjid ini dirapikan dengan dilapis dengan lantai batu dari berbagai jenis ditambah dengan bangku bangku dari batu dan penanaman pepohonan pelindung.

Pada saat proses renovasi masjid masjid ini ditutup termasuk masjid Abu Bakar Assidiq, dan kemudian dibuka lagi untuk umum setelah renovasi dan proyek penataan selesai dilaksanakan. Namun demikian tidak seperti Masjid Al-Ghamamah yang pintunya selalu dibuka sehingga Jemaah bisa masuk ke dalam masjid, Masjid Abu Bakar ini pintunya tidak pernah dibuka untuk umum.

Masjid Abu Bakar Siddiq di latar depan, di belakang sebelah kanan adalah masjid Al-Ghamamah, jauh di belakangnya sebelah kiri atas foto adalah sisi paling selatan pelataran Masjid Nabawi. 
Beberapa Jemaah yang datang kesana dan sepertinya memang berniat untuk sholat di masjid ini tampak melakukan ibadah shoat sunnat di depan pintu masjid. Tiga masjid bersejarah ini memang tidak lagi menyelenggarakan sholat lima waktu, karena sudah dialihkan ke Masjid Nabawi yang kini sudah begitu dekat terutama setelah proyek perluasan.

Sejarah Masjid Abu Bakar Siddiq

Ada dua versi tentang latar belakang sejarah Masjid Abu Bakar, versi pertama menyebutkan bahwa di lokasi masjid ini, Khalifah Abu Bakar Siddiq semasa hidupnya pernah menyelenggarakan sholat Hari Raya bersama Rosululah dan muslim terdahulu. Versi kedua menyebutkan bahwa dilokasi tempat masjid ini berdiri dulunya merupakan rumah kediaman Abu Bakar Siddiq. R.A. Bisa jadi kedua peristiwa tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya.

Karena tidak lagi difungsikan sebagai tempat ibadah, pintunya pun selelu terkunci, masjid Abu Bakar Siddiq ini kini lebih sebagai tugu peringatan sejarah dari tempatnya berdiri.
Karena latar belakang sejarah tersebutlah, masjid ini dibangun di lokasi ini. Kemudian dibangun sebuah masjid untuk megenang sejarah tersebut oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz sekitar tahun ke 50H. Masjid tersebut kemudian dibangun ulang dalam bentuknya sekarang oleh Sultan Mahmud Khan al-Utsmani (Sultan Mahmud II, wafat tahun 1255 H/ 1839M).

Bangunan masjid dari masa Sultan Mahmud Khan Al-Usmani tersebut kemudian direnovasi oleh Raja Fahd tahun 1411H tanpa mengubah bentuk aslinya. Luas Masjid Abu Bakar Siddiq ini berukuran 19.5 x 15 m, lebih kecil dibandingkan dengan Masjid Al-Ghamamah.

Karena tidak difungsikan sebagai tempat ibadah dan pintunya pun selalu terkunci, Masjid Abu Bakar Siddiq ini kini lebih sebagai sebuah bangunan prasasti pengingat sejarah masa lampau. Meski bangunannya terawatt dengan baik, beberapa bagian masjid terutama pada bagian pintu terdapat banyak sekali coretan coretan baik dengan hurup arab maupun dengan hurup latin. Entahlah apa tujuan dari orang orang pelaku pencoretan tersebut.

Gaya Byzantium (Romawi Timur) sangat kental pada bentuk kubah tunggalnya.

Arsitektur Masjid Abu Bakar Siddiq

Masjid Abu Bakar Siddiq dibangun dalam gaya klasik era awal Usmaniyah. Terdiri dari dua bangunan yakni bangunan masjid dengan kubah besar haya Byzantium di atapnya, ditambah dengan satu menara degan satu balkoni berukiran qurnis dan ujung menara nya dibuat lancip seperti lazimnya masjid masjid Usmani. Menara ini dibangun disi utara menempel dengan bangunan masjid. Fasad depannya dilapis dengan batu batu alam hitam.

Ada dua pintu akses di masjid ini yang sedikit masuk ke dalam tembok bangunan membentuk sebuah ceruk berlengkung yang tak terlalu dalam. Dua pintu ini dibuat senada, terbuat dari bahan kayu tanpa ornamen. Pintu utama berada ditengah dengan bukaan yang berukuran lebih besar, dibagian atasnya terdapat tulisan nama masjid ini dalam aksara arab.***

Detail bagian atas pintu utama Masjid Abu Bakar Siddiq.
Batu batu basal pada fasad depan Masjid Abu Bakar Assidiq yang tampak sudah begitu tua termakan waktu.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Minggu, 03 Desember 2017

Dome of the Rock Palestina, Masjid Berkubah Pertama di Dunia

Dome Of The Rock / Kubah Batu / kubah emas. adalah salah satu masjid di dalam komplek Masjidil Aqso di Jerusalem Timur, Palestina. Masjid yang sering disalah arti sebagai Masjidil Aqso ini merupakan Masjid berkubah pertama di dunia sekaligus sebagai Masjid Berkubah emas pertama.

Kubah Batu atau Dome of The Rock adalah salah satu bangunan suci umat Islam. Masjid berkubah pertama itu berada di tengah kompleks Al-Haram asy-Syarif yang terletak di sebelah timur di dalam Kota Lama Yerusalem (Baitul Maqdis).

Masjid itu berkubah keemasan. Sedangkan Masjid Al-Aqsa yang berkubah biru berada pada sisi tenggara Al-Haram asy-Syarif menghadap arah kiblat (kota Mekkah). Pembangunan masjid itu dimulai ketika Yerusalem jatuh ke dalam kekuasaan Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab. Tak heran, jika masjid itu disebut Masjid Umar.

Adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang memprakarsai pembangunan Kubah Batu pada tahun 66 H/685 M dan selesai tahun 72 H/691 M. Pembangunan masjid itu sepenuhnya dikerjakan dua orang arsitek Muslim yakni Raja' bin Hayat dari Bitsan dan Yazid bin Salam dari Yerusalem. Keduanya dari Palestina.

Di foto di atas terlihat dengan jelas, bangunan dengan kubah warna emas ditengah komplek tersebut adalah Dome Of The Rock atau Masjid Kubah Batu sedangkan Masjid Al-Aqso adalah Masjid dengan kubah bewarna Abu Abu pada bagian selatan komplek tersebut.

Bangunan Kubah Batu terdiri dari tiga tingkatan. Tingkatan pertama dan kedua tingginya mencapai 35,3 meter. Secara keseluruhan, tinggi masjid itu mencapai 39,3 meter. Keadaan ruang di dalamnya terdiri tiga koridor yang sejajar melingkari batu (sakhrah). Koridor bagian dalam merupakan lantai thawaf yang langsung mengelilingi batu seperti tempat thawaf di Masjidil Haram.

Di dalamnya dipenuhi ukiran-ukiran model Bizantium. Di dalamnya terdapat mihrab-mihrab besar jumlahnya 13 buah dan masing-masing mihrab terdiri dari 104 mihrab kecil. Untuk memasukinya ada empat pintu gerbang besar yang masing-masing dilengkapi atap. Bentuk kubahnya banyak dipengaruhi arsitektur Bizantium. 

Sejarawan Al-Maqdisi menuturkan bahwa biaya pembangunan masjid itu mencapai 100 ribu koin emas dinar. Di dalam masjid itu terdapat batu atau sakhrah berukuran 56 x 42 kaki. Di bawah sakhrah terdapat gua segi empat yang luasnya 4,5 meter x 4,5 meter dan tingginya 1,5 meter.

Pada atap gua terdapat lubang seluas satu meter. Batu tersebut disebut sakhrah mukadassah (batu suci). Di batu tersebut Nabi Muhammad melakukan mi'raj dan sebagai saksi peristiwa tersebut maka dibangunlah Kubah Sakhrah di atasnya. Menurut literatur Islam, nilai kesucian sakhrah sama dengan Hajar Aswad (batu hitam).*** (Dari berbagai sumber).

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sabtu, 02 Desember 2017

Blue Mosque, Yerevan, Armenia

Masjid Biru atau Blue Mosque Of Yerevan

Masjid biru atau The Blue Mosque atau‎ Masjed-e Kabud atau Göy mÉ™scid, adalah masjid di tua dari abad ke 18 di kota Yerevan, Armenia. bangunan masjid ini merupakan masjid utama di kota Yerevan. Masjid tua ini diperkirakan dibangun di tahun 1764-1768 meskipun berbagai sumber catatan mengenai masjid ini menyatakan tahun yang berbeda beda meskipun masih di abad yang sama. Disebut dengan masjid biru atau Blue Mosque karena kubahnya yang dilapisi dengan ornament berwarna biru.

Selama masa kekuasaan Uni Soviet bangunan masjid ini alih fungsi oleh penguasa saat itu menjadi Musium sejarah Yerevan. Seiring dengan kemerdekaan Armenia, masjid ini di renovasi dengan bantuan dari pemerintah Iran dan dikembalikan fungsinya sebagai masjid. Dan kini, Masjid biru ini merupakan satu satunya masjid yang masih berfungsi di Armenia.

Blue Mosque, Yerevan
12 Mashtots Avenue, Yerevan, Armenia
Coordinates: 40.1781°N 44.5056°E
yerevanmasjed.ir


Sejarah Masjid Biru Yerevan

Wilayah Kota Yerevan telah menjadi wilayah yang bergonta ganti penguasa muslim sepanjang sejarah seiring dengan serangan dari Kaisar Timur di abad ke 14 masehi. Dari awal abad ke 16 dan yang menentukan dengan Perdamaian Amasya 1555, sampai abad ke-19, secara bergantian telah menjadi provinsi Iran (yang dipimpin berturut-turut oleh Safawi, Nadir Shah, Karim Khan Zand dan Dinasti Qajar Iran) , sebelum kemudian jatuh ke negara tetangganya, Kekaisaran Rusia sebagai akibat perang Russo-Persian War (1826-1828) dan berahir dengan perjanjian Treaty of Turkmenchay tahun 1828.

Sejarah Masjid Biru Yerevan ini sendiri terdapat beberapa perbedaan tahun pembangunannya di berbagai literature yang ditemukan. laporan dari abad ke 19 yang ditulis oleh seorang penjelajah H.F.B. Lynch, disebutkan bahwa masjid Biru Yerevan dibangun oleh Husayn Ali Khan pada masa Persia dibawah kekuasaan Nadir Shah (1736–47).

George Bournoutian menyebutkan nama  Husain Ali Khan sebagai pelindung bangunan tersebut, dan menyatakan masa kekuasaanya pada periode tahun 1762-83. Menurut Vladimir M. Arutyunyan pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1760 dan selesai di tahun 1764-1768 dimasa Husayn Ali Khan. Namun demikian plakat yang ada dimasjid ini menyebutkan bahwa masjid ini dibangun tahun 1765 oleh Hussein Ali Khan, Gubernur Yerevan.

Masjid Biru Yerevan dengan area pelataran tengah nya

Pada saat kota Yerevan jatuh ke tangan Rusia di tahun 1827 dan semasa perang Rusia-Persia tahun 1826-1828 tercatat bahwa di kota Yerevan terdapat delapan masjid berukuran besar dan Masjid Biru ini merupakan masjid terbesar diantara yan glainnya.

Dan pada masa kekuasaan Uni Soviet, semua aktivitas peribadatan dihentikan dan dilarang oleh penguasa Soviet, masjid masjid ditutup termasuk Masjid Biru Yerevan. Di tahun 1931 Masjid Biru Yerevan digunakan oleh Penguasa Soviet sebagai Musium Kota Yerevan.

Restorasi Masjid Biru Yerevan

Di penghujung tahun 1990-an Masjid Biru Yerevan di restorasi oleh pemerintahan baru Republik Armenia merdeka dengan bantuan dana dari pemerintah Iran dan selesai pada tahun 1999.

Staff dari kantor departemen urusan luar negeri A.S. Brady Kiesling menyebut proyek restorasi tersebut memang dibutuhkan secara structural namun dari sudut pandang estetika terkesan terlalu ambigu. Proses restorasi tersebut telah mengundang keprihatinan dari beberapa pejabat tinggi di Azerbaijan, karena masjid tersebut telah di sebut sebagai masjid iran, sementara Azerbaijan mengkalimnya sebagai warisan budaya komunitas muslim Azerbaijan yang pernah ada di Armenia.

Blue Mosque Of Yerevan in Snow White

Namun pemerintah Kota Yerevan justru menyerahkan kepemilikan masjid tersebut kepada pemerintah Iran di tahun 1995 dan pada bulan Desember 2015 yang lalu, pemerintah Armenia bahkan telah memperpanjang kepemilikan Iran atas masjid tersebut selama 99 tahun.

Aktivitas peribadatan dan lainnya telah kembali di masjid ini sejak Armenia merdeka dari Soviet, dan faktanya hingga kini masjid Biru Yerevan merupakan satu satunya masjid yang berfungsi sebagaimana mestinya di Armenia. Musium kota Yerevan yang sempat menggunakan masjid ini telah dipindahkan ke gedung lain yang memang dibangun untuk keperluan tersebut.

Arsitektur Masjid Biru Yerevan

Bangunan masjid biru Yerevan terdiri dari ruang sholat utama, perpustakaan dan madrasah yang terdiri dari 28 ruang kelas, kesemuanya bejejer di sekitar pelataran tengah masjid ini. keseluruhan komplek masjid ini menempati lahan seluas 7000 meter persegi.

Ada satu menara tunggal setinggi 24 meter di samping gapura masjid ini seperti halnya pada bangunan masjid masjid kontemporer dan tidak ditemukan tanda tanda adanya bekas bangunan menara lain selain menara tunggal tersebut.

250 tahun Masjid Biru Yerevan

Pada bulan Oktober tahun 2015 yang lalu, masjid Biru Yerevan merayakan peringatan 250 tahun berdirinya masjid tersebut yang dihadiri oleh Perdana Menteri Armenia Hovik Abrahayan dan Wakil Presiden pertama Iran Eshaq Jahangiri.

Masjid Biru Yerevan dan plakat pembangunannya.

Perdana Menteri Armenia dalam kesempatan itu menekankan bahwa dua bangsa (Armenia dan Iran) telah di ikat dalam kedekatan budaya sepanjang millennium yang panjang dan akan terus bertahan berabad abad mendatang. Hovik Abrahamyan juga menyuarakan keyakinannya bahwa Masjid Biru akan tetap menjadi jaminan ikatan budaya dan persahabatan antara kedua bangsa tersebut.

Kunjungan Pejabat Indonesie ke Masjid Biru Yerevan

Fadli Zon selaku wakil ketua DPR RI dan rombongan anggota DPR lainnya terdiri dari Bambang Haryo Soekartono dari Fraksi Partai Gerindra, Fadhlullah dari Fraksi Partai Gerindra, dan Ermalena dari Fraksi PPP,  berkunjung ke masjid ini pada suasana Idul Adha 1 September 2017 pukul 7.45 pagi waktu setempat.

Dalam kunjungan tersebut didampingi oleh Duta Besar RI untuk Ukraina, Georgia, dan Armenia, yakni Yuddy Chrisnandi dan disambut oleh Imam Blue Mosque, Syekh Muhammad Ali Saj'an. Kunjungan ke Blue Mosque ini dilakukan di sela-sela kegiatan Muhibah ke Armenia dari 29 Agustus sampai 3 September.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga