Tampilkan postingan dengan label Masjid Raya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid Raya. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 April 2023

Masjid Raya At Taqwa Kota Cirebon

Masjid Raya At-Taqwa Kota Cirebon

Masjid Raya At-Taqwa Kota Cirebon berdiri megah bersebelahan dengan alun alun Kejaksan sejak tahun 1918, namun demikian bangunan masjid yang kini berdiri merupakan hasil renovasi total yang dilaksanakan sejak tahun 2005 menghabiskan dana sebesar Rp. 9,2 Milyar rupiah dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada 27 Maret 2009. 

Penamaan masjid raya pada masjid ini karena Kota Cirebon sudah memiliki masjid agung sejak zaman kesultanan Cirebon yakni Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada dikomplek Keraton Kasepuhan Cirebon yang sejak awal sudah menjadi masjid agung Kota & Kabupaten Cirebon. 

Seiring dengan terbentuknya Kota Otonom Cirebon, Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon memindahkan ibukota pemerintahannya keluar dari wilayah Kota Cirebon ke kecamatan Sumber dan membangun Masjid Agung Kabupaten Cirebon disana. 

Masjid Raya At Taqwa Cirebon 
Jl. Kartini No.2, Kebonbaru, Kec. Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat 45121 

   

Masjid Raya At Taqwa juga dilengkapi dengan Islamic Center yang dibangun bersebelahan dengan bangunan masjid raya. Masjid kebanggaan masyarakat Cirebon itu tampak megah dengan ornamen dinding bangunan menggunakan bahan granit yang didatangkan dari Brasil dan India. Menara dengan ketinggian sekitar 65 meter menjadi salah satu ikon kemegahan masjid itu. 

Pada pintu gerbang utama terdapat hiasan bertuliskan kaligrafi berwarna emas. Masjid ini tidak menggunakan jendela dari kaca, melainkan teralis dari bahan kuningan dihiasi ukiran khas timur tengah. 

Sejarah Masjid Raya At Taqwa 

Masjid Raya at-Taqwa Kota Cirebon didirikan pada tahun 1918 di kampung Kejaksan, yang terdiri dari dua bagian, yang satu untuk dipergunakan sebagai Tajug Agung (Masjid At Taqwa sekarang) dan setengah bagian yang lain dipergunakan sebagai alun-alun (Alun-alun Kejaksan sekarang). Pada saat itu Jalan RA. Kartini merupakan Jalan Kereta Api menuju ke Pelabuhan Cirebon yang kemudian dipindahkan ke Jalan KS Tubun. 

Masjid Raya At Taqwa & Alun alun Kejaksan Kota Cirebon Tempo Dulu

Nama masjid Raya At-Taqwa Cirebon, semula adalah Tajug Agung, bangunannya sudah cukup lama dan tua, ruangannya terlalu kecil dan letaknya kurang menghadap kiblat, kemudian R. M. Arhatha, kepala Koordinator Urusan Agama Cirebon menggagas renovasi Tajug Agung itu di tempat yang lama dengan mengambil nama Masjid At-Taqwa (bukan Masjid Agung) karena sudah ada Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Komplek keraton Kasepuhan. 

Pembangunan masjid selesai pada tahun 1951 dan diresmikan menjadi At Taqwa tahun 1963 (tanpa embel embel masjid agung atau masjid raya). Bentuk awal masjid At Taqwa direkam dalam foto museum di belanda menunjukkan bangunan nya beratap joglo tunggal berpadu padan dengan bangunan beton, disisi utara alun alun kejaksan. 

Masjid Ray At Taqwa dan Alun Alun Kejaksan Kota Cirebon dimasa kini.

Lebih dari setengah abad setelah diresmikan bangunan masjid At-Taqwa tersebut diresmikan, proyek renovasi total ditahun 2005 ke bentuk megahnya saat ini menghabiskan dana Rp. 9,2 Milyar rupiah dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada 27 Maret 2009. 

Arsitektur Masjid Raya At Taqwa 

Bentuk atap bangunan dari bangunan lama berupa atap limas tunggal tetap dipertahankan dalam bangunan masjid yang baru, kesan gaya asli Indonesia masih terasa di masjid ini meskipun sentuhan modern dan kekinian sangat kental dalam rancang bangunnya. 

Rancangan atapnya memang sedang populer saat ini digunakan dalam berbagai rancangan masjid agung dan masjid raya diberbagai daerah di tanah air. Menggabungkan gaya bangunan asli Indonesia dengan ciri khasa atap joglo atau atap limas bersusun. 

Masjid Ray At Taqwa dan Alun Alun Kejaksan Kota Cirebon dimasa kini

Ciri bangunan masjid universal diwakili dengan bentuk bentuk kubah kecil diujung atap dan Menara. Bangunan Menara juga menjadi salah satu simbol bangunan masjid secara umum bahkan ada lima Menara di masjid ini. Empat Menara dimasing masing empat penjuru atap ditambah dengan satu bangunan Menara utama setinggi 65 yang dibangun terpisah dari bangunan utama. 

Menara utama masjid ini dilengkapi dengan anak tangga yang dapat digunakan oleh Jemaah maupun pengunjung untuk naik hingga ke puncak Menara menjadi daya pikat tersendiri bagi masjid ini, terutama bagi Jemaah yang ingin melihat kota Cirebon dari ketinggian menara masjid ini. 

Ciri bangunan masjid asli Indonesia juga sangat kental di bagian dalam masjid, sokoguru yang berdiri ditengah ruangan dengan sentuhan ornament sederhana, ukiran kayu di mihrab hingga langit langit bangunan merupakan identitas utama masjid masjid asli Indonesia. 

Masjid Ray At Taqwa Kota Cirebon.

Masjid Raya At Taqwa Cirebon juga dilengkapi dengan gerbang tinggi selebar 3 meter yang biasa digunakan di masjid masjid di asia selatan hingga timur tengah, sebagai pembatas area dalam masjid dan area sekitarnya. Bangunan gerbang dibalur dengan warna emas dilengkapi kaligrafi dua kalimat syahadat terbuat dari bahan glass reinforced cement (GRC) di atas batu granit asli dari Brasil, mendominasi tampak muka (fasad) bangunan. 

Bingkai putih semakin menonjolkan warna emas gerbang. Tidak seperti bangunan umumnya, bagian dinding masjid ini tidak dilengkapi dengan jendela yang tertutup kaca. Jendela besar-besar yang ada dibiarkan terbuka untuk membiarkan aliran udara lancar keluar masuk masjid. 

Jendela hanya diberi teralis besi ditambah elemen estetika yang terbuat dari kuningan dengan pola arsiterktur Islam. Pekarangan masjid ini dilengkapi dengan beberapa lampu taman dengan rancangan khas seni islami, ditanam juga 10 pohon kurma dan dua kolam air mancur di sisi kanan dan kiri masjid.*** 


------------------------------------------------------------------ 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id 
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara. 
------------------------------------------------------------------ 
 

Minggu, 02 April 2017

Masjid Raya Singkawang Kalbar

Berdiri di lahan berbentuk segitiga menjadikan Masjid Raya Singkawang begitu unik dipusat kota Singkawang.

Singkawang adalah salah satu kota di provinsi Kalimantan Barat, sebuah kota yang memiliki tradisi toleransi beragama yang sangat baik yang tercermin langsung dari tata kotanya. Kota ini memiliki sebuah Masjid Raya yang dibangun pertama kali tahun 1880 dan lokasinya berdekatan dengan sebuah Klenteng atau Vihara Tri Dharma Bumi Raya yang menjad pusat peribadatan Etnit Thionghoa di Kota Singkawang.

Tradisi toleransi sudah mendarah daging bagi warga kota ini. Sekedar contoh sederhana adalah pada saat perayaan Cap Go Meh yang begitu meriah yang diselenggarakan oleh pihak Vihara dan kini menjadi salah satu atraksi pariwisata andalan kota Singkawang, akan berhenti sejenak manakala terdengar suara azan mengumandang dari pengeras suara di Masjid Raya Singkawang.

Masjid Raya Singkawang
Jalan Masjid, Melayu, Singkawang Barat
Kota Singkawang, Kalimantan Barat 79112
Indonesia



Masjid Raya Singkawang pertama kali didirikan pada tahun 1880 oleh Bawasahib Maricar dan keluarganya yang merupakan muslim pendatang dan pedagang dari Calcutta India, yang kemudian diangkat Pemerintah Belanda sebagai Kapitan di Singkawang pada tahun 1875. Kapitan Bawasahib Maricar membangun Masjid Raya di kawasan Pasar Baru Singkawang kala itu.

Saat dibangunnya Masjid tempat ibadah umat Islam di Singkawang saat itu masih sederhana, masih berukuran kecil dan tidak mempunyai menara. Kapitan Bawasahib Maricar membangun Masjid Raya di tanah miliknya yang berbentuk segitiga berdekatan dengan Vihara Tri Dharma Bumi Raya yang dibangun oleh seorang Kapitan dari etnis Tionghoa. 

Namun sekitar tahun 1937, terjadi kebakaran hebat di pusat kota Singkawang kala itu, kebakaran itu telah membumihanguskan bangunan-bangunan, termasuk Masjid Raya dan Vihara. Namun tak lama berselang sekitar tahun 1940 Masjid Raya dibangun kembali  kembali ditempat yang sama oleh 3 orang bersaudara keluarga dari Bawasahib Maricar yaitu Haji B. Achmad Maricar, B. Mohammad Haniffa Maricar dan B. Chalid Maricar.

Perjalanan Sejarah Masjid Raya Singkawang hingga ke bentuknya saat ini.

Kondisi Masjid diperluas dengan sumbangan lahan tanah milik keluarga Kapitan Bawasahib Maricar, dan baru pada tahun 1953 mulai dibangun menara yang terletak disamping kiri Masjid Raya, kendati semakin luas namun bentuk areal Masjid tersebut masih berbentuk segitiga, inilah salah satu keunikan dari Masjid Raya Singkawang berdiri dengan bentuk segitiga yang dikelilingi oleh jalan raya.

Sehingga tidaklah mengherankan bila setiap pendatang atau pelancong yang mengunjungi kota Singkawang seakan akan tidak afdol bila tidak singgah atau menikmati panorama Masjid Raya Singkawang yang berdekatan dengan Kelenteng atau Vihara Tri Dharma Bumi Raya, kedua bangunan ini merupakan ciri khas tersendiri masyarakat Singkawang.

Bangunan masjid dari tahun 1940-an itu kini telah dirombak menjadi sebuah bangunan masjid megah dan modern dilengkapi dengan dua menara menjulang disisi kiri dan kanan bangunan utama. Ada beberapa bagian dari bangunan masjid lama yang masih dipertahankan keasliannya demi merawat sejarah masjid tersebut. Yang masih benar benar utuh dipertahankan adalah menara lama masjid tersebut yang masih berdiri kokoh sebagaimana aslinya bersisian dengan salah satu menara baru-nya.

Megahnya Masjid Raya Singkawang.

Perpaduan berbagai langgam bangunan masjid sangat kentara di Masjid Raya ini. Langgam masjid masjid dinasti Islam Mughal (India) terlihat jelas pada menara lamanya yang berdenah segi empat, dilengkapi dengan kubah berbentuk bawang dan dilengkapi dengan balkoni di puncak menara dibawah kubah. Bentuk kubah bawang masih dipertahankan pada kubah utama bangunan baru yang kini di cat dengan warna emas.

Dua menara kembarnya yang baru di masjid ini tentu akan sedikit mengobati kerinduan kepada masjid Nabawi dan Masjidil Harom bagi siapa saja yang pernah beribadah di dua masjid suci tersebut, karena dua menara masjid ini memang sangat mirip dengan menara menara masjid tersebut. Sementara langgam masjid masjid Eropa bagian timur terlihat pada penggunaan penopang silindris pada dua kubah besar masjid ini. 

Fasad bangunannya dibangun begitu tinggi seperti halnya masjid masjid dari dinasti Usmaniyah (Turki), sedangkan sentuhan lokal begitu kental dibagian interior masjid dengan penggunaan material kayu dan ornamen tempatan dan penggunaan kerawang (lubang ventilasi) hampir diseluruh dinding bangunan dengan jendela jendela jendela besar serta bangunan serambi yang menjadi salah satu ciri bangunan tropis.

Interior Masjid Raya Singkawang.

Masjid Raya Singkawang kini menjadi salah satu landmark dan kebanggaan warga kota Singkawang, untuk mengembangkan kegiatan ibadahnya Masjid Raya Singkawang juga mendirikan TPA atau Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an letaknya di area belakang masjid sebelah kanan. Keberadaannya sudah tentu sangat membantu pengembangan wawasan anak-anak yang beragama Islam.

Masjid yang bersih serta tertata memberikan kesan nyaman, dengan dilatari oleh bangunan kota Singkawang dan panorama Gunung Poteng yang dikenal juga sebagai "Gunung Jempol" karena puncaknya menyerupai jari jempol manusia, panorama diwaktu malam tak kalah indahnya Masjid Raya Singkawang penuh pesona.***