Tampilkan postingan dengan label Masjid di Australia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid di Australia. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Januari 2017

Masjid Sentral Adelaide Australia

Empat menara antik dari Bata menjadi salah satu ciri khas masjid tertua dan masih berfungsi hingga hari ini di kota Adelaide, Australia. 

Adelaide adalah ibukota bagi wilayah selatan Australia, didirikan tahun 1830 disepanjang sisi sungai Torrens, mulanya di diami oleh pemukim bebas, kini penduduk Adelaide mencapai 1.28 juta jiwa menjadikannya sebagai kota terbesar ke lima di Australia. Adelaide merupakan kota pantai yang indah. Pantai merupakan tempat hang-out paling paforit bagi penduduk kota ini.

Islam Telah hadir di Australia dan Adelaide sejak tahun 1860-an, di mulai dengan masuknya muslim imigran dari Afganistan yang masuk ke Australia sebagai penunggang Onta yang digunakan sebagai moda transportasi untuk mendukung aktivitas pertambangan di daerah gurun Australia. Mereka yang kemudian membangun masjid pertama di Adelaide yang kini dikenal dengan nama Masjid Sentral Adelaide atau Central Mosque Adelaide, dikelola oleh islamic Sociaty of South Australia.

Masjid Sentral Adelaide atau The Central Adelaide Mosque dibangun tahun 1888, dan merupakan masjid tertua di Australia yang berada di kota besar. Bangunan masjid nya dilengkapi dengan empat menara yang dibangun tahun 1903. Umat islam yang berasal dari berbagai tempat yang cukup jauh termasuk dari Broken Hill dan Kalgoorlie berkumpul di masjid ini terutama selama bulan suci Romadhan. Di tahun 1890 dilaporkan jemaah masjid ini terdiri dari 80 muslim Afgan yang meramaikan masjid ini selama bulan suci Romadhan dan hari raya Idul fitri. 

Adelaide Central Mosque
Little Gilbert Street, Adelaide
Australia
  


Masjid Sentral Adelaide ini seringkali disebut juga dengan nama Masjid Afgan atau Afghan Chapel, karena memang dibangun oleh para muslim imigran dari Afganistan yang kala itu tinggal di bagian barat daya kota Adelaide. Pembangunan masjid ini menghabiskan dana 150 pound yang ditanggung oleh muslim penunggang onta setempat dan dibantu oleh beberapa sponsor dari kota Melbourne sebagaimana dilaporkan oleh surat kabar yang terbit saat itu. Para penunggang Onta pertama kali tiba di Austalia pada tahun 1860 mereka menyediakan jasa transportasi di daerah gurun di sentral Australia.

Di abad ke 19 tepatnya tahun 1865 ratusan Onta di datangkan ke Adelaide untuk digunakan sebagai moda transportasi di daerah gurun Australia. Turut didatangkan juga para penunggang onta dari Afgan ke Adelaide. Para penunggang Onta ini seluruhnya beragama Islam dan kemudian mendirikan masjid disana sebagai tempat peribadatan.

Masjid Adelaide  pada saat dalam proses restorasi dengan satu menaranya yang masih belum selesai.

Sebuah harian surat kabar yang terbit di bulan April 1930 dalam salah satu tajuk utamanya yang berjudul “Mohammedan Mosque Brings the East to the West" (Masjid Pengikut Muhammad menjembatani timur dan barat) mengatakan:

“Perang telah memberikan perbedaan besar kepada masjid Adelaide, pada saat dimana masyarakat umum merasa sangat tidak nyaman dengan kehadiran orang asing sehingga masjid tersebut kemudian di tutup selama beberapa tahun. Pada saat masjid tersebut dibuka kembali para jemaah kembali kesana walau untuk pergi lagi. Hal tersebut merupakan kewajiban dalam agama mereka datang ke masjid dan melakukan peribatan sebagaimana diajarkan oleh agama”
  
“Sebagian besar dari mereka adalah para lelaki renta dengan jenggot panjang yang sudah memutih, dengan tatapan mata lelah menatap kehidupan. Dan pada hari dimana mereka tidak mampu lagi untuk pergi ke mekah yang begitu mereka dambakan, sedangkan bangunan nya  akan ditinggalkan sepi dengan para hantunya, dengan kenangannya . . .”

Interior Masjid Adelaide

Meskipun sebegitu muramnya prediksi surat kabar tersebut terhadap masjid ini dan para jemaahnya saat itu, nyatanya Masjid Sentral Adelaide masih bertahan dan eksis hingga kini, dan kini begitu banyak anak anak muda yang melintasi pintu masjid ini, tidak hanya pria pria berjenggot ubanan seperti ramalan surat kabar itu.

Pria pria tua berjenggot ubanan yang mereka gambarkan dalam surat kabar itu kini memang sudah wafat dan dimakamkan di pemakaman the West Terrace Cemetery. Namun jangan pernah lupa pada kerja keras dari para imigran muslim generasi awal tersebut, mereka yang membangun masjid ini melaksanakan sholat di masjid ini, bertahan dengan identitas ke-Islaman mereka meski terpisah teramat jauh dari kampung halaman tempat mereka berasal.

Kehidupan muslim Afgan di era awal di Australia sebagai penunggang Onta tidaklah mudah. Kehidupan keras yang diwarnai dengan tindakan rasisme karena agama Islam yang mereka anut, karena warna kulit dan penampilan mereka serta karena persaingan dengan penyedia jasa transportasi lainnya. Sekedar salut tidaklah cukup untuk menghormati keteguhan mereka memegang teguh ajaran agama yang mereka anut, bahkan mampu mewariskan sebuah bangunan sejarah yang tidak saja sangat berharga bagi muslim saja tapi juga bagi Australia.

Hasil pemugaran dan restorasi oleh pemerintah Australia telah memulihkan kondisi masjid ini bahkan tampak lebih kokoh dan lebih apik.

Arsitektural Masjid Central Adelaide

Ukuran masjid ini tidak terlalu besar apalagi bila dibandingkan dengan masjid masjid utama di negara negara Islam seperti di Indonesia, malaysia atau Turki. Denah bangunan utamanya persegi panjang membujur ke garis kiblat. Dindingnya menggunakan batu batu alam dan batu bata, sedangkan dinding bagian dalam seluruhnya di tutup dengan kayu. Di bagian dalam bangunan ini terkesan sangat sederhana atau bahkan mirip dalam ruangan sebuah cabin atau bangunan pondok peristirahatan di tengah hutan pinus yang terbuat dari kayu. Bahan kayu yang digunakan di dalam masjid ini memang memberikan kesan hangat tersendiri.
  
Ruangannya sepi dari berbagai ornamen, namun lengkap dengan mihrab kecil berupa ceruk kecil, sedangkan mimbarnya diletakkan di pokok ruangan dan seluruhnya tebuat dari kayu. Jendela jendela kaca di buat tinggi dengan lengkungan di atasnya. Bagian flafon nya pun menggunakan kayu yang tidak di cat permukaannya melainkan di lapis dengan lapisan pernis untuk menjaga ketahanan kayu namun tetap menonjolkan warna alaminya.

Bangunan nya di buat berlantai dua, bagian lantai dua hanya berukuran separuh dari ukuran lantai dasarnya karena memang hanya menutup separuh dari ruang di lantai dasar. Empat menara masjid ini terbuat dari bata, dua diantaranya sempat runtuh karena termakan usia namun kini sudah dipulihkan kembali setelah proses restorasi. Empat menara ini lebih sebagai bangunan pelengkap, sebagai penanda karena sama sekali tidak difungsikan sebagai menara untuk menyuarakan azan, dan memang tidak ada ruang untuk itu.

Rekaman sejarah Masjid Adelaide

Restorasi oleh Pemerintah Australia

Di tahun 2010 Pemerintah Australia mengucurkan dana untuk melakukan perbaikan menyeluruh terhadap bangunan Masjid Sentral Adelaide. Perbaikan dimaksud termasuk proyek restorasi terhadap dua menaranya yang sudah runtuh dan mengembalikannnya kepada bentuk semula, sehingga masjid ini kembali ke bentuk aslinya lengkap dengan empat bangunan menaranya. Menara sebelah barat laut masjid ini telah runtuh sebagian sedangkan menara disebelah Timur Laut nya sudah runtuh keseluruhannya, menyisakan hanya dua menaranya saja yang masih utuh.
  
Proses restorasi dua bangunan menaranya menggunakan bahan asli dari bangunan menara sebelumnya yang salah satunya memang sengaja diruntuhkan demi keamanan jemaah karena sudah lapuk dan terancam runtuh sendiri. Dua menara menar tersebut kemudian di bangun ulang sesuai bentuk aslinya dan diperkuat dengan beton bertulang. Restorasi juga memulihkan seluruh bagian bangunan termasuk area sekitarnya dan pagar keliling dan gerbang masjid.

Susunan batu alam yang menjadi dinding masjid ini menampilkan pemandangan alamiah dengan keindahannya yang khas.

Program tersebut seluruhnya di danai oleh Skema pendanaan dari Dewan Kota Adelaide sebesar $329,000 Dolar Australia. Masjid Sentral Adelaide telah menjadi salah satu cagar budaya di Adelaide sehingga pemerintah setempat turun tangan untuk melestarikannya. Hingga kini masjid ini masih menjalankan fungsinya, menjadi pusat peribadatan bagi muslim disana. Masjid Sentral Adelaide tidak saja merupakan masjid tertua di Adelaide tapi juga merupakan masjid tertua di Australia yang dibangun di kota besar.

Setelah dilakukan restorasi dan perbaikan menyeluruh, kini masjid Sentral Adelaide kembali ke bentuk megahnya semula dengan empat menara di ke empat sudut masjid nya. Perbaikan tersebut juga memulihkan kondisi struktur masjid baik ekterior maupun interiornya. Masjid Sentral Adelaide merupakan salah satu bangunan penting di Adelaide dengan nilai sejarah yang melekat padanya, tidak saja menjadi pusat peribadatan bagi muslim disana tapi juga menjadi salah satu tujuan wisata di kota itu.

Di Australia tercatat terdapat lebih dari 340 ribu muslim yang tinggal disana atau setara dengan lebih dari 1.7% dari total 20 juta penduduknya. Islam telah hadir di Australia lebih dari 200 tahun lamanya dan telah menjadi agama terbesar kedua di Australia setelah Agama Kristen.***
-----------------------------------

Baca Juga



Minggu, 25 Desember 2016

Islam Dan Masjid di Pulau Christmas

Lokasi Pulau Christmas berada sekitar 350 km di sebelah selatan pulau Jawa.

Dimanakah Pulau Christmas

Pulau Christmas atau pulau Natal adalah sebuah pulau kecil beriklim tropis di Samudera Hindia yang merupakan wilayah territorial Australia. Lokasinya terpisah sekitar 2600 kilometer ke arah barat dari lepas pantai Kota Perth di Australia Barat, dan 350 kilometer sebelah selatan pulau Jawa, Indonesia. Meski berjarak sampai 350 kilometer, pulau Jawa merupakan tetangga terdekat pulau Christmas.

Luas keseluruhan pulau Christmas hanya sekitar 135 km2 sedikit lebih kecil dari pulau Weh (156,3 km²) di kota Sabang, provinsi Aceh. Sekitar 63% wilayah pulau Christmas merupakan taman nasional dengan beraneka ragam flora dan fauna-nya yang unik, beberapa bagian dari hutan tropis di pulau ini merupakan wilayah hutan purba dan belum terjamah, menjadikan sebagai rumah yang nyaman bagi berbagai flora dan fauna endemik. Salah fauna-nya yang menarik wisatawan adalah Red Crab atau Kepiting Merah dengan populasi mencapai sekitar 100 juta ekor hidup di lantai hutan pulau ini. Aktivitas petambangan phosphate di pulau ini sudah berjalan selama bertahun tahun dan sejauh ini belum ada laporan kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut.

Flaying Fish Cove atau Stellement atau Kampong Melayu di Pulau Christmas, dengan fasilitas pengapalan phosphate terlihat di bagian yang menjorok ke tengah laut.

Pulau Christmas seringkali muncul di media internasional dalam keterkaitan-nya dengan para imigran dan para pencari suaka dari Negara Negara yang sedang ternggelam dalam konflik berkepanjangan menjadikan pulau ini sebagai pulau tujuan dalam upaya mereka untuk mencapai daratan Australia. Penanganan pihak berwenang Australia seringkali menjadi sorotan dunia internasional dan sempat memicu kecamaman dan ketegangan dengan Indonesia.

Dengan penghuni tetap sekitar 1500 jiwa, pulau Christmas juga dikenal memiliki penduduk yang unik yang merupakan pembauran dari berbagai etnis, terdiri dari Etnis China, Melayu dan Eropa yang kebanyakan datang dari daratan Australia ke pulau terpencil tersebut. Keragaman kultur dan agama dipulau ini ditandai dengan berdirinya beragam tempat ibadah seperti Gereja Kristen, Kuil Ummat Budha dan Masjid bagi umat Islam. Mereka tinggal di ujung utara pulau terdiri dari beberapa pemukiman penduduk yakni; Settlement atau Flying Fish Cove atau Kampong, Silver City, Poon Saan, dan Drumsite. Mayoritas penduduk pulau ini adalah etnis China Australia.

Asal Muasal Nama Christmas

Pulau Christmas pertama kali ditemukan oleh pelaut Inggris, Captain William Mynors dalam pelayarannya dengan kapal Royal Mary milik British East India Company melintasi pulau ini pada hari Natal tahun 1643 tepat 373 tahun lalu pada saat artikel ini diterbitkan. Karenanya beliau kemudian menamakan pulau yang baru ditemukannya tersebut dengan nama Pulau Christmas (pulau Natal).

Masjid di Kampong Melayu Pulau Christmas pada tanggal 15 Nopember 1938

Pulau ini sudah dimasukkan ke dalam peta navigasi pelaut Inggris dan Belanda di awal abad ke 17 sebelum tahun 1666, karena di tahun tersebut seorang kartografi Belanda bernama Pieter Goos menerbitkan sebuah peta dan memasukkan pulau tersebut dengan nama pulau Mony, nama Mony sendiri tidak diketahui dengan pasti. Catatan kunjungan pertama ke pulau ini muncul dalam catatan Navigator Inggris William Dampier, yang lego jangkar di dekat pulau ini di tahun 1688 dan menyatakan bahwa pulau tersebut merupakan pulau kosong tak berpenghuni. Damier berlabuh di pantai barat pulau Christmas (kini sekitar di sekitar daerah Dales), dua orang kru-nya diperintahkan untuk turun dan memeriksa pulau itu menjadikan dua orang tersebut sebagai dua orang yang pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Christmas.

Sejarah Singkat Pulau Christmas

Pulau Christmas di aneksasi oleh Kerajaan Inggris pada tanggal 6 Juni 1888 setelah Sir John Davis Murray menemukan kandungan phosphate murni di pulau itu. Segera seteah itu sebuah pemukiman kecil terbentuk di Flying Fish Cove oleh G. Clunies Ross, Sang pemilik pulau Cocos (Keeling) yang berada sekitar 900 kilometer barat daya pulau Christmas dalam upaya nya untuk mendapatkan kayu dan pasokan bagi pembangunan industry di pulau Cocos.

Masjid At-Taqwa di Pulau Christmas saat ini berdiri di tepian pantai di tengah Kampung Melayu, warga muslim pulau Christmas.

Pertambangan Phosphate dimulai di pulau Christmas tahun 1890 dengan menggunakan para pekerja paksa orang orang melayu dari pulau Singapura, Malaya dan China, itu sebabnya hingga kini penduduk pulau Christmas di dominasi oleh etnis China dan Melayu. Tidak ada penduduk asli atau pribumi di pulau Christmast.

John Davis Murray yang kemudian dikirim sebagai pengawas pertambangan mewakili perusahaan Phosphate Mining and Shipping Company. Dikemudian hari Murray dikenal sebagai "King of Christmas Island" atau Raja Pulau Christmas sampai tahun 1910, saat dia menikah dan menetap di London.

Masjid Pulau Christmas di perangko Australia

Secara administrasi Pulau Christmas dikontrol bersama oleh British Phosphate Commissioners dan District Officers Kerajaan Inggris untuk wilayah Koloni yang berkedudukan di Singapura. Sampai kemudian dikendalikan sepenuhnya oleh Pemerintah Inggris di Singapura, sebagai bagian dari wilayah administrasi kolonial Inggris Singapura.

Dimasa perang dunia ke-dua pulau Christmas senasib dengan Indonesia, sama sama jatuh ke tangan pasukan Jepang, pada bulan November 1943, lebih dari 60% penduduk pulau Christmas di evakuasi ke camp tahanan di Surabaya (Indonesia) menyisakan penduduk pulau ini kurang dari 500 orang China dan Melayu serta 15 orang Jepang. Pulau Christmas sempat menjadi pusat pengujian senjata nuklir oleh pemerintah Inggris diantara tahun 1956 dan 1958 sebagai bagian dari Operasi Grapple.

Satu tempat dua nama

Pada tahun 1957, pulau Christmas diserahkan kepada Pemerintah Australia oleh Kerajaan Inggris dengan konpensasi sebesar £2.9 Juta Pundsterling diserahkan pemerintah Australia kepada pemerintah Singapura berdasarkan perkiraan cadangan phosphate yang ada di pulau itu. Dan sejak tahun 1997, Pemerintah Federal Australia menyatukan administrasi Pulau Christmas dengan Pulau Cocos (Keeling) ke dalam kesatuan Administrasi dengan nama Australian Indian Ocean Territories (Wilayah Teritorial Australia di Samudera Hindia) dikepalai oleh seorang Administratur yang berkedudukan di Pulau Christmas.

Islam di Pulau Christmas

Berdasarkan data Biro pusat statistic Australia dari sensus tahun 2001 populasi penduduk pulau Christmas adalah 1,508 jiwa dan diperkiraan tahun 2006, populasi pulau Christmas adalah 1,493 jiwa, dengan komposisi etnis terdiri dari 70% China, 20% Eropa, dan 10% Melayu. Bila merujuk kepada data CIA World Factbook, agama agama yang dianut penduduk pulau Christmas terdiri dari Budha 36%, Kristen 18%, Islam 25% dan agama serta kepercayaan lainya 21%. Sedangkan Bahasa yang digunakan oleh penduduk pulau ini terdiri dari Bahasa Inggris sebagai Bahasa resmi, Bahasa China dan Bahasa Melayu.

Masjid Pulau Christmas, bangunan madrasah sedikit terlihat di belakang menara

Dari komposisi tersebut, islam merupakan agama terbesar kedua di pulau Christmas yang dianut oleh orang orang Melayu disana, setelah penganut agama Budha yang mayoritas di anut oleh warga etni China. Mayoritas etnis melayu muslim di pulau Christmas tinggal di Flying Fish Cove atau Kampong Melayu atau biasanya hanya disebut “Kampong” saja dan kadang kadang pula disebut dengan settlement.

Muslim di pulau Christmas ini merupakan keturunan dari para pekerja paksa dari Singapura dan Malaya yang dibawa ke pulau ini oleh pemerintah colonial Inggris sebagai pekerja di pertambangan phosphate. Selama beberapa generasi mereka mempertahankan ke-Islaman mereka hingga ke generasi saat ini.  

Masjid di Pulau Christmas

Masjid At-Taqwa
Cove Kampong, Christmas Island, Western Australia, 6798,
Flying Fish Cove, Christmas Island 6798, CHRISTMAS ISLAND


Kampung Melayu atau Kampong tempat mereka menetap kini sudah tertata sebagai hunian yang nyaman lengkap dengan masjid sejejer dengan rumah rumah susun penduduk disana yang semuanya menghadap ke pantai.  Masjid At-Taqwa namanya, selain sebagai tempat peribadatan, masjid ini juga mengelola Madrasah bagi anak anak yang dimulai pukul 3:30 sampai pukul 5:00 sore setiap harinya. Kampong memiliki sebuah pelabuhan kecil yang menjadi tempat berlabuh kapal-kapal wisatawan. Pemandangannya sangat cantik dengan garis pantai yang elok dipandang mata.

Muslimin di kawasan Christmas Island diizinkan untuk menggelar budaya Islam tradisional, sebagaimana di Indonesia dan Malaysia dalam memperingati hari kematian, pengajian, khitanan, syukuran, maulidan dan perayaan lainnya yang didukung warga dalam kerukunan yang damai dalam hidup, bersanding dan bersama.  Di tengah beragamnya etnis di pulau migran, masyarakat Muslim di sana tetap hidup damai. Bahkan, pemerintah setempat menerapkan libur untuk hari besar tiap etnis dan umat beragama, termasuk dua hari raya besar umat Islam (Idul fitri dan Idul adha).***

Baca Juga


Sabtu, 22 Juni 2013

Masjid Imam Ali Bin Abi Thalib, Lakemba - Australia

Masjid Imam Ali Bin Abi Thalib di Lakemba, Syney - Australia. Salah satu masjid besar di Australia dibawah pengelolaan muslim keturunan Lebanon. Masjid dengan bentuk memanjang berkubah tunggal dan satu menara, cukup menyita perhatian diantara bangunan bangunan lain disekitarnya.

Masjid Lakemba merupakan salah satu masjid terbesar di Australia. Nama resmi masjid ini sebenarnya adalah Masjid Imam Ali Bin Abi Taleb namun karena lokasinya yang berada di kawasan Lakemba, New South Wales, maka lebih dikenal dengan nama Masjid Lakemba dibandingkan dengan nama aslinya.

Masjid Lakemba dibangun dan dikelola oleh Muslim Australia keturunan Lebanon atau dikenal dengan istilah Lebanese Australians. Selesai dibangun tahun 1977 yang lalu. Jemaah nya pun sebagian besar juga merupakan muslim Lebanon atau muslim keturunan Lebanon yang tinggal di Australia dibawah organisasi Lebanese Moslems Association.

Lokasi dan Alamat Masjid Lakemba
(65-67  Wangee Road, LAKEMBA, NSW 2195 Australia)

 

Pengurus Masjid

Pengurus masjid Lakemba ini seringkali menjadi tajuk berita karena komentar komentar mereka yang dianggap controversial. Tokoh tokoh ternama Australia di masjid ini termasuk diantaranya adalah Mantan Mufti Australia & New Zealanda Taj El-Din Hilaly. Jabatan imam masjid Lakemba dipegang oleh Sheikh Yahya Safi, yang merupakan perwakilan Australia di lembaga Darul Fatwa Lebanon.

Sheikh Yahya dilahirkan di kota Tripoli, Lebanon (jangan sampai tertukar dengan Tripoli-Libya)  di tahun 1970. Beliau mendapatkan gelar sarjana hokum syariah tahun 1992, memulai karir sebagai imam di kota kelahirannya sebelum kemudian tiba di Australia dan menjadi imam di Masjid Lakemba tahun 1996.

Masjid Lakemba dibangun dalam rancangan kontemporer, mengingat lokasinya berdiri di dalam lingkungan perumahan, bangunan masjidnya mengikuti tata letak bangunan sekitarnya, bukan mengikuti arah kiblat. Konsekwensinya adalah garis shaf di masjid ini miring terhadap denah bangunan.

Beliau juga mendapatkan gelar master dalam bidang penterjemahan Al-Qur’an di tahun 2002 dan saat ini sedang melanjutkan studinya untuk meraih gelar Phd dalam bidang Studi Islam. Dalam menjalankan tugas kesehariannya beliau dibantu oleh Sheikh Bassam Alameddine. Tokoh lainnya yang juga merupakan tokoh masjid Lakemba adalah Sheikh Shady Alsuleiman yang merupakan wakil dari pemuda Islam. Beliau lahir di Sydney. Dan Faisal Kassir yang menjabat sebagai kepala departemen pendidikan di masjid Lakemba.

Kerusuhan Cronulla

Masjid Lakemba, sempat menjadi pusat konsentrasi massa pemuda muslim pada kerusuhan rasial Cronulla (Cronulla race-riots) di bulan Desember 2005 lalu. Kerusuhan rasial yang sempat menghebohkan sejarah Australia ini memicu kerumunan massa muslim dalam jumlah besar di Masjid Lakemba dalam upaya mengantisipasi issue serangan terhadap masjid tersebut.

Di hari raya pemandangan seperti ini menjadi lumrah di Masjid Lakemba dan masjid masjid lainnya di Australia. Besarnya komunitas muslim disana kian hari kian meningkat, meski sensus penduduk di Australia mengabaikan pertanyaan tentang agama yang di anut penduduknya. sehingga sulit untuk mendapatkan angka pasti jumlah muslim disana.

Kerumunan massa kemudian membubarkan diri setelah ditenangkan oleh para tokoh muslim setempat ditambah dengan kehadiran aparat keamaan di lokasi tersebut. Para tokoh dan ulama setempat juga berhasil menenangkan massa untuk tidak “menyerbu” ke pantai Maroubra untuk menghadapi kelompok yang menamakan dirinya sebagai "Bra Boys".

Arsitektural Masjid

Masjid Lakemba dibangun dua lantai. Lantai pertama meruapakan ruang sholat utama diperuntukkan bagi jemaah laki laki sedangkan lantai dua diperuntukkan khusus bagi jemaah wanita. Bangunan masjid juga dilengkapi dengan area parkir di lantai sub basement yang dapat di akses dari lantai dasar.

Suasana di dalam Masjid Lakemba.

Masjid tersebut selain dilengkapi dengan fasilitas Al-Quran juga dilengkapi dengan ceramah-ceramah berbahasa arab dan kajian keislaman. Lebih dari 1000 orang mengikuti salat jamaah untuk setiap harinya, dan jumlah tersebut melonjak menjadi 5000 orang dalam pelaksanaan salat Jumat. Namun tak pelak lagi pada suasana sholat sunat di dua hari raya, jemaah masjid terpaksa memadati jalan raya di depan masjid karena daya tampung yang tidak mencukupi. Sudah sangat mirip dengan di Indonesia ya.

Tentang Lakemba

Lakemba merupakan salah satu wilayah di dalam kota Sydney, bila di Indonesia mungkin sama dengan Kecamatan. Di kota ini diperkirakan 80% penduduknya beragama Islam dari berbagai etnis dan bangsa termasuk Indonesia, Lebanon dan Turki. Dengan penduduk kota yang mayoritas muslim menjadikan wilayah ini sebagai surga bagi muslim mancanegara yang datang ke Australia.

Tak terlalu sulit menemukan wajah wajah Indonesia diantara jemaah masjid Lakemba yang sedang memadati jalan raya di depan masjid ini saat melaksanakan sholat hari raya.

Muslim disana menjalani kehidupan mereka dengan berbagai profesi termasuk di dalamnya membuka rumah makan halal, menyediakan produk halal dan lain sebagainya. Tidak ada data pasti tentang jumlah muslim di Lakemba ataupun di seluruh Australia karena memang agama tidak masuk dalam pertanyaan sensus penduduk di Negara tersebut.

Kaum muslim secara alamiah membentuk komunitas-komunitas keislaman berdasarkan asal negara mereka. Di kawasan kecil dari kota Sydney ini terdapat enam buah masjid dan mushola yang dikelola oleh berbagai komunitas muslim, salah satunya adalah masjid Al Hijrah yang dikelola muslim dari Indonesia.

Open Day Lakemba Mosque

Meriahnya suasana open day alias open house di Masjid Lakemba. Muslim dan Non Muslim setempat begitu antusias untuk datang ke masjid ini.

Demi menghilangkan kesalahpahaman dan mempromosikan citra Islam yang lebih baik, Masjid Lakemba membuka diri bagi semua kalangan untuk berkunjung ke masjid. Masjid Lakemba sendiri memberikan kesempatan kepada khalayak umum (non muslim) untuk berkunjung pada jam 10.00 hingga jam 17.00 sore. Pengunjung non muslim yang datang akan menikmati tur di masjid ditemani oleh pengurus masjid sebagai pemandu sekaligus siap menjawab pertanyaan para pengunjung tentang Islam.

Masjid yang akan dibuka seharian ini juga akan menampilkan diskusi tentang ajaran Islam dan minoritas Muslim. Selain mengadakan tur bebas untuk non muslim, para pengelola masjid juga mengadakan kajian-kajian umum yang menghadirkan pakar-pakar keislaman sebagai usaha mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang Islam.

Tuduhan Terorisme

INTERIOR MASJID LAKEMBA. Seperti disebutkan di awal tadi, karena bentuk bangunannya tidak mengarah ke Kiblat, maka jadilah garis shaf di dalam masjid ini miring hampir 45 derajad. Mihrab dan mimbarnya diletakkan di pas pojok ruangan. 

Masjid Lakemba sempat mendapatkan sorotan tajam dari Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) yang menyatakan bahwa pimpinan Al-Qaida Anwar Al-Awlaki melakukan kuliah jarak jauh dari Yaman dalam sebuah pengajian malam hari dimasjid ini yang pada malam tersebut dipimpin oleh Sheikh Shady Alsuleiman, hal tersebut diyakini sebagai salah satu upaya perekrutan anggota Al-Qaida di Australia. Anwar al-Awlaki disebut sebagai salah satu tokoh teroris yang merencanakan serangan terhadap Amerika.

Sejak saat itu pengelola masjid yakni Asosiasi Muslim Lebanon melarang semua kegiatan pengajian malam hari. Termasuk juga semua materi ceramah harus mendapatkan review dan persetujuan dari Asosiasi untuk menghindari hal hal yang tidak di inginkan. Issu menjadi lebih berkembang jauh manakala diketahui bahwa Asosiasi Muslim Lebanon ini memiliki cadangan dana yang cukup besar dari hasil donasi para jemaah selama beberapa tahun. Asosiasi ini memiliki asset sebesar $19 juta dolat di tahun 2008 dan lebih besar $576 ribu dolar dibandingkan tahun sebelumnya. Bandingkan dengan masjid di kampung kita.***

Kompilasi foto Masjid Lakemba dari berbagai sumber

Baca Juga



Jumat, 21 Juni 2013

Masjid Auburn Gallipoli, Sidney - Australia

Masjid Auburn Gallipoli, Sydney - Australia. Setiap tahun masjid ini mengadakan acara open haouse bagi semua lapisan masyarakat untuk lebih mengenalkan Islam kepada khalayak luas dan memberikan pemahaman yang benar tentang Islam.

Masjid Auburn Gallipoli atau Auburn Gallipoli Mosque ini merupakan salah satu masjid terbesa di di Australia. Di bangun dan di kelola oleh muslim keturunan Turki. Sesuai dengan tradisi muslim pembangunnya, Masjid Auburn Gallipoli dibangun dalam gaya Usmani atau Ottoman. Masjid besar di Sydney, New South Wales, Australia ini menjadi symbol kedekatan persahabatan antara Australia dan Republik Turki.

Setiap hari jum’at masjid ini dipadati setidaknya 800 jemaah yang sebagian besar merupakan muslim Turkish Australians atau warga Australia keturunan Turki. Nama Gallipoli yang melekat pada nama masjid ini diambil dari Gallipoli Campaign semada perang Perang Dunia pertama, yang memainkan peranan teramat penting bagi hubungan sejarah antara kedua Negara, Australia dan Republik Turki.

Alamat dan Lokasi Masjid Auburn Gallipoli

Auburn Gallipoli Mosque‎
15-19 Gelibolu Parade
Auburn NSW 2144, Australia

 

Sejarah Masjid Auburn Gallipoli

Pada mulanya bangunan masjid di lokasi sekarang ini merupakan sebuah bangunan tempat tinggal yang kemudian dibongkar semua penyekatnya untuk mendapatkan ruang terbuka yang cukup besar dan mulai dibuka untuk kegiatan peribadatan pada tanggal 3 November 1979. Sedangkan bangunan masjid Auburn Gallipoli yang berdiri begitu megah saat ini baru mulai dibangun tahun 1986 dan diresmikan pada tanggal 28 November 1999. Dua puluh tahun sejak masjid pertama berdiri disana.

Komunitas Musim Turki di Australia sudah mulai mendiskusikan pembangunan masjid di tahun 1974. Diskusi yang kemudian dilanjukan dengan mematangkan rencana pembangunan dan pengajuan ke dewan kota. Dewan Kota Auburn menerbitkan izin pembangunan masjid tersebut pada bulan Juli 1985 bagi komunitas muslim untuk membangun masjid sebagaimana yang diajukan oleh Auburn Turkish Cultural Center, dengan perkiraan dana pembangunan mencapai $4,5 juta dolar, berdaya tampung hingga 5000 jemaah.

Masjid Auburn Gallipoli diantara rumah rumah penduduk

Sedangkan lokasi yang dipilih dan disetujui adalah lokasi rumah yang selama ini dijadikan sebagai masjid sementara. Pemilihan lokasi ini juga tak lepas dari fakta bahwa di lokasi tersebut telah lama menjadi pusat peribadatan bagi komunitas muslim dari Turki dan berbagai bangsa yang telah lama hadir dan menetap di sekitar lokasi tersebut. Kendati demikian, tak urung mengundang kecaman keras dari komunitas non muslim setempat atas persetujuan yang dikeluarkan oleh dewan kota, dengan dalih bahwa keberadaan masjid dilokasi tersebut akan memicu kemacetan di setiap hari Jum’at.

Sebuah keberatan yang juga dimuat di Koran setempat termasuk di dalamnya kalimat kalimat negatif tak layak seperti “Budaya dan Tradisi Islam tak ada tempat di Australia”. Namun demikian bangunan masjid ini menjadi bagian penting bagi Komunitas muslim setempat dan juga bagi organisasi budaya di Turki dan Negara Negara Islam lainnya. Setelah melalui proses pembangunan, Masjid Auburn Gallipoli ahirnya diresmikan penggunaannya pada tanggal 28 November 1999 menghabiskan dana sebesar $6,5 juta Dolar.

Masjid Auburn Gallipoli saat dibangun dan saat ini

Bila di runut tahun pembangunannya, proses pembangunan masjid ini memakan waktu cukup panjang hingga hampir 14 tahun, sejak tahun 1985 hingga tahun 1999. Hal ini tak lain karena masalah pendanaan. Proyek pembangunan masjid ini merupakan inisiatif muslim keturunan Turki yang tinggal disana, termasuk sebagian besar dana pembangunannya. 50% dari jemaah masjid ini berasal dari muslim Turki dan 50% lainnya merupakan muslim dari berbagai bangsa.

Arsitektur Masjid Auburn Gallipoli

Masjid Auburn Gallipoli berdiri diatas lahan seluar 1 Acre atau setara dengan 4000 meter persegi. Rancang bangun masjid nya ditangani oleh Arsitek Omer Kirazoglu, didasarkan pada rancangan bangunan masjid bergaya usmani klasik. Bangunan masjid yang ditandai dengan satu kubah utama berukuran besar dan menara ramping yang tinggi dan lancip. Sedangkan kontraktor pembangunannya adalah Ahmet Asim yang telah menghabiskan begitu banyak waktu menangani pembangunan Masjid ini.

Kompilasi foto masjid Auburn Gallipoli dari berbagai sumber

Rancangan pembangunannya merujuk kepada masjid Sultan Ahmed di Istambul – Turki, sekaligus menegaskan kehadiran komunitas muslim di kota tersebut. Eksterior masjid terdiri dari satu kubah utama bergaris tengah 16,6 meter ditambah 8 bentuk semi kubah dan dua menara setinggi 39 meter mengapit bangunan masjid. Kubah utama masjid ini cukup tinggi mencapai 22,6 meter dari permukaan lantai utama masjid. Keseluruhan bangunan masjid ini menggunakan konstruksi beton bertulang dan batu batu.

Di dalam kubah utama terdapat 8 kolom yang ditopang oleh bangunan semi kubah. Sedangkan dinding bagian dalam serta lantai masjid dihiasi dengan berbagai bentuk ornamen mozaik warna warni. Jendela masjid nya dihias dengan kaca patri warna warni, dan pada bagian bawah kubah utama terdapat jendela jendela kecil yang dihias denga kaligrafi 99 asma’ul husna. Dibagian dalam masjid ini dibangun lantai mezanin yang diperuntukkan khusus bagi jemaah wanita dan anak anak balita.

Interior Masjid Auburn Gallipoli

Baca Juga


Minggu, 23 Januari 2011

Masjid Sunshine – Victoria, Australia

Sunshine Mosque, Sunshine, Victoria, Australia.

Sunshine, bila di Indonesiakan menjadi kilauan mentari, adalah nama sebuah tempat di Victoria, Australia, negeri tetangga kita di sebelah selatan. Nama tempat itu yang kemudian lengket dengan nama masjid ini. Masjid yang dibangun dan dikelola oleh komunitas muslim keturunan Siprus Turki di Australia.

Resminya masjid ini bernama Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria. Cyprus Turkish atau Turkish Cypriot merupakan sebutan untuk orang orang Siprus ber-etnis Turki. Siprus sendiri memang hingga kini merupakan negara pulau di laut mediterania yang terbelah menjadi dua, paska invasi Turki ke pulau tersebut di tahun 1978. The Republic of Cyprus di bagian selatan dikuasai oleh warga Siprus keturunan Yunani, sedangkan Turkish Republic of Northern Cyprus (TRNC) di bagian utara merupakan warga Siprus keturunan Turki.

Sunshine Mosque, Sunshine, Victoria, Australia.

Muslim Siprus keturuanan Turki inilah yang kemudian hijrah ke Australia. Dan kini sudah menjadi bagian dari warga negara Australia tanpa kehilangan identitas ke Islaman dan Siprus Turki mereka. Dan itu pula sebabnya masjid ini benar benar merepresentasikan nuansa Turki yang sangat kental. Menghadirkan bangunan Turki di Australia.

Alamat dan Lokasi Masjid Sunshine

Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria
618 Ballarat Road
Sunshine
Victoria Australia 3020


Sejarah Masjid Sunshine

Tahun 1956 Komunitas Siprus Turki di Australia membeli sebuah gedung di 588 Rathdowne street, Carlton, dan membentuk Asosiasi Turki Siprus. Gedung tersebut digunakan sebagai aula serbaguna, untuk segala macam kegiatan sosial dan pertemuan termasuk sholat berjamaah di perayaan Bayram juga diselenggarakan di tempat ini, karena gedung itu merupakan satu satunya yang dimiliki oleh muslim Siprus Turki ketika itu.

Komunitas Siprus Turki di Australia atau Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria, dalam perkembangan nya memiliki akar sejarah di Richmond, Clifton Hill, dan kemudian direlokasi ke Ballarat Road, kawasan Sunshine tahun 1985. Bangunan yang berupa masjid ini yang kemudian terkenal dengan nama “Sunshine Mosque” atau Masjid Sunshine, merupakan masjid terbesar di Negara bagian Victoria, Australia.

Tidaklah mudah bagi Masjid Sunshine untuk mendapatkan statusnya di negara bagian Victoria. Membutuhkan segala daya upaya dan keteguhan serta bantuan finansial yang tidak sedikit dari komunitas lokal. Keseluruhan proyek itu di tangani oleh Almarhum Hasan Dellal, yang sudah meluangkan waktu untuk mengkoordinir jalannya proyek dimaksud.

Sebuah foto lama. Muslim Siprus Turki diantara muslim lainnya di masjid Sunshine. tampak jelas ada beberapa Muslim dalam pakaian dan peci khas Nusantara.

Era Rathdowne street

Muslim dari berbagai bangsa kemudian memadati gedung di Rathdowne Street untuk melaksanakan ibadah sholat. Jemaah berdatangan ke Rathdowne street sebagaimana bangunan kecil yang terpisah beberapa ruas jalan dari sana juga digunakan sebagai tempat ibadah. Individu individu yang yang memiliki pengetahuan Islam menuju ke rathdowne street ini untuk menunaikan ibadah sholat. Kala itu masih belum ada imam yang memiliki latar belakang pendidikan agama secara khusus.

Tahun demi tahun berlalu komunitas muslim meningkat dan Rathdown street tidak lagi mampu mengakomodir para jemaah. Kemudian keluar gagasan untuk memusatkan kegiatan peribadatan di sebuah bangunan masjid yang cukup besar untuk menampung jemaah yang semakin meningkat sudah menjadi konsensus bersama diantara para jemaah.

Masjid Sunshine dipotret dari menaranya.

Beberapa jamaah berkeyakinan dan menganggap penting untuk mendukung pembentukan administrasi di Masjid Preston yang digunakan oleh berbagai muslimin dari berbagai kalangan, sementara jemaah lainnya berpendapat mereka memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk berkontribusi ke organisasi lain nya dan pada ahirnya memilih bertahan di Rathdowne street.

Peran Hasan Dellal

Masjid Preston adalah satu dari tempat ibadah resmi bagi komunitas muslim, dan di kelola oleh muslimin dari berbagai bangsa. Termasuk dari muslim Siprus Turki. Tahun 1962 terbentuklah Fedrasi Masyarakat Muslim Australia (Astralian Federation of Islamic Sociaties-AFIS) yang menghimpun semua organisasi komunitas Muslim dari berbagai kalangan di Australia yang semakin berkembang.

Kesempatan tersebut menjadi hal yang penting bagi komunitas muslim Siprus Turki karena Ibrahim Dellal menjadi salah satu pendiri federasi tersebut. Ibrahim merangkap jabatan dan tanggung jawabnya sebagai orang Siprus Turki beliau bekerja keras di AFIS dan Masjid Preston yang keduanya merupakan representasi muslim dari berbagai bangsa.

Interior Masjid Sunshine.

Ibrahim terlibat dalam kepengurusan Masjid Preston bersama dua saudaranya Hasan dan Ahmet, menjadi faktor kunci dalam perkembangan kehadiran Muslim Siprus Turki disana. Penghargaan kepada segala upaya mereka terkait dengan kerja keras mereka dalam komunitas memberikan perkembangan yang baik. Partisipasi Muslim Siprus Turki yang turut serta dalam sholat berjamaah di masjid tersebut dan melibatkan diri dalam aktivitas sosial termasuk program penggalangan dana.

Perpindahan dari Ratdowne street ke Masjid Preston dengan sendirinya memberikan pengalaman kepemimpinan dan kemampuan administrasi yang menjadi bekal berharga mereka dikemudian hari ketika membantu mendirikan dan menjalankan Masjid Sunshine.

Pembangunan Masjid Sunshine

Tahun 1985 komunitas Siprus Turki menemukan lahan kosong di kawasan industri ringan di daerah Ballarat Road, daerah Sunshine dan sepertinya cocok sebagai tempat mendirikan masjid.

Tiga anggota komite masing masing Hasan Dellal, Salih Huseyin dan Huseyin Deniz menggadaikan rumah mereka ke bank sekaligus menjadi penjamin pinjaman untuk pembelian lahan masjid tersebut seharga $191 ribu dolar.

Hasan Dellal kemudian menjadi presiden, Manajer sekaligus juru bicara dari Masyarakat Islam Siprus Turki sejak awal pembangunan masjid Sunshine ketika masih berupa lahan kosong penuh rumput liar. Dengan bantuan dari komite Hasan berikrar untuk bekerja semata mata lillahita’ala. Beliau telah mempersembahkan hidupnya untuk mengabdi bagi komunitas muslim untuk menyelesaikan pembangunan masjid setelah beliau memasuki masa pensiun. 

Di tahun  pertama setelah membeli lahan tersebut masjid dan rumah kediaman bagi imam pun dibangun menghabiskan dana sekitar $130 ribu dolat. Biaya untuk membangun rumah imam dapat ditekan karena kontraktor yang membangun masjid bekerja bersama masyarakat muslim dengan sukarela sampai pembangunan nya selesai.

Interior Masjid Sunshine.

Setelah melunasi pinjaman di bank dari dana donasi, lahan tersebut diserahterimakan ke Masyarakat Islam Siprus Turki di tahun 1990. dan mendapatkan statusnya sebagai badan hukum di tanggal 9 Oktober tahun yang sama.

Pembangunan masjid tersebut dimulai tahun 1992 dirancang oleh arsitek Turki Turkan dan Yilmaz Gursoy. Komunitas Siprus Turki berkeinginan menghadirkan membangun sebuah masjid dengan design jaman ke emasan Turki Usmani di Australia. Mengingat nenek moyang mereka yang ada yang berasal dari Asia, Afrika dan Eropa. Masjid tersebut merupakan cerminan dari Masjid Biru di Istanbul, Turki, dalam ukuran yang lebih kecil, namun menjadi salah satu masjid terbesar di Australia. Namun demikian masjid yang kini berdiri tidaklah sama dengan rencana awalnya.

Saat ini masjid Sunshine memiliki 17 kubah dan berlantai dua. Dilengkapi dengan satu menara, plaza tengah dengan tempat penyelenggaraan jenazah serta lahan parkir. Merki belum selesai 100% masjid ini merepresentasikan pencapaian dan berkah bagi keseluruhan komunitas Ausitralia dari Komunitas Cyprus Turki. Bagi kaum muslimin bangunan ini menjadi tempat beribadah dan bagi non muslim dapat mengagumi dan menikmati keindahan masjid ini tatkala melintas di jalan lingkar menuju ke pusat kota Melbourne.

Open day tahun 2007 d masjid Sunshine
Imam Masjid

Masjid Sunshine menjalankan tugas tidak saja sebagai tempat ibadah.  Imam masjid ini di datangkan langsung dari Turki dan ditangani serta di danai oleh lembaga Diyanet yang bertanggung jawab penuh bagi biaya perjalanan, gaji untuk imam dalam kontrak kerja selama 3 tahunan hingga ongkos kembali nya imam ke Turki bersama keluarganya. Imam yang bekerja di Masjid Sunshine ini adalah para sarjana Islam lulusan dari universitar universitar terkemuka yang diakui oleh pemerintah Turki.

Masjid yang membuka diri

Dalam upaya memperkenalkan Islam, mempererat relasi dengan pemeluk agama lain serta menurunkan tensi Islamphobia sebagai akibat kesalahfahaman tentang Islam, Masjid Sunshine ini membuka diri untuk kunjungan dari pihak manapun termasuk dari kalangan non muslim. Kunjungan dari manapun difasilitasi dengan baik oleh pengurus masjid. Interfaith dialog bukan hal aneh di masjid ini, dalam usaha mereka menjalin kerukunan sesama pemeluk agama di sana.

------------------oooOOOooo------------------