Tampilkan postingan dengan label Masjid di Jepang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid di Jepang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Maret 2017

Masjid Tokyo – (Tokyo Camii) Jepang

Megah diantara himpitan gedung gedung jangkung kota Tokyo, Masjid Tokyo atau Tokyo Camii berdiri sejak tahun 1938 mengukuhkah eksistensi Islam di Negeri Sakura.

Masjid Tokyo atau dalam Bahasa Turki disebut dengan Tokyo Cami, merupakan masjid terbesar dan terindah di Jepang yang berada di kota Tokyo. Masjid megah ini dibangun pertama kali oleh komunitas Muslim Turki dari wilayah Kazan (Rusia) pada tahun 1938. Secara resmi Masjid Jami’ Tokyo ini bernama Tokyo Camii & Turkish Cultural Center namun lebih dikenal dengan Tokyo Camii atau Tokyo Mosque. Camii dalam Bahasa Turki secara harfiah bermakna sebagai Masjid Jami’, mengingat bahwa masjid masjid kecil atau Mushola, dalam Bahasa Turki disebut dengan Mescit.

Pembangunan masjid ini pertama kali dilakukan pada tahun 1938, dan dibangun kembali oleh pemerintah Turki di tahun 1998 dan diresmikan tahun 2000. Masjid Tokyo merupakan masjid terbesar dan terindah di Jepang, menjadi penanda kedekatan hubungan Turki dan Jepang, sekaligus menjadi salah satu simbol eksistensi Islam di Jepang.

TOKYO CAMII & TURKISH CULTURE CENTER
1-19 Oyama-cho, Shibuya-ku, Tokyo 151-0065, JAPAN




Kehadiran masjid ini di pusat kota Tokyo seakan menjadi penghubung antara masa lalu dan masa depan, serta keindahannya dalam aspek yang lain terkait dengan fitur bangunannya yang unik di-antara gedung gedung jangkung kota Tokyo. Sedangkan arsitekturnya yang tidak dapat dilepaskan dari gaya arsitektur masjid klasik Usmaniyah dengan sentuhan modern dalam fungsinya seperti fungsi ruang sebagunam untuk acara pernikahan, fashion shows, plays, exhibitions dan konfrensi di lantai satu.

Tak dapat diragukan kehariran Masjid Tokyo ini menjadi tempat alternatif untuk mempelajari agama Islam bagi siapapun, yang kini setiap hari dikunjungi oleh ratusan orang orang asli Jepang sehingga kehadirannya memberikan konstribusi bagi hubungan antara Jepang dan Turki yang sudah terjalin sejak berabad abad lalu.

Sejarah Masjid Tokyo

Ketika pemerintahan Uni Soviet mulai berkuasa di tahun 1917 beberapa dari komunitas muslim Turki yang tinggal di wilayah yang dikuasai Uni Soviet hijrah  ke berbagai belahan dunia termasuk ke Negara Jepang. Di Jepang Kaum Muslimin Turki diterima dengan baik oleh masyarakat setempat dan mendapatkan peluang yang baik untuk dibidang ekonomi dan menjalankan ajaran Islam yang mereka anut.

Bangunan pertama masjid Tokyo dibangun tahun 1938 dengan gaya masjid masjid Tatar & kazan. Bangunan ini kemudian dihancurkan karena sudah mengalami kerusakan parah dan dibangun ulang dengan gaya Turki Usmaniyah seperti saat ini.

Muslim Turki dari Kazan yang bermigrasi ke Jepang kemudian membentuk komunitas yang disebut “Mahalle-i İslamiye” (semacam distrik muslim) dipimpin oleh Abdulhay Kurban Ali dan Abdurreşid İbrahim serta membangun masjid jami’ dan sekolah Islam ditahun 1938. Dikemudian hari Masjid Tokyo yang mereka dirikan di serahkan penanganannya ke pemerintah Turki.

Seiring dengan perjalanan waktu, bangunan masjid pertama tersebut mengalami kerusakan parah disana sini. Pemerintah Republik Turki kemudian menghancurkan bangunan masjid lama di tahun 1986 dan membangun masjid baru yang kini kita kenal. Peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tahun 12 April 1996 oleh Mehmet Nuri Yılmaz atas nama Kantor Kepresidenan Turki untuk Urusan Agama. Proses pembangunannya dimulai tahun 1998 dan selesai serta diresmikan dua tahun kemudian atau tahun 2000.

Rancangan Masjid Tokyo ini ditangani oleh Arsitek Muharrem Hilmi Şenalp. Pengerjaan struktur bangunan hingga selesai secara kasar dilakukan oleh Kajima Corporation, sedangkan pekerjaan artistik dan dekorasi ditangani oleh para master dan seniman Turki. Proyek pembangunan masjid dikepalai oleh tim gabungan dari Jepang dan Turki, Sumio Ito dan Akira Wakabayasi dari pihak Jepang serta Sami Goren dari pihak Turki. Sedangkan pelaksana lapangan-nya dikepalai oleh Tsuruki Furukawa dibantu oleh Teiji dari pihak Jepang dan Mustafa Iskender dari pihak Turki.

Masjid ini juga seringkali disebut sebagai Masjid Turki karena memang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Turki melalui perwakilan Diyanet di Tokyo. Bendera Nasional Turki dikibarkan di depan masjid ini bersama sama dengan bendera nasional Jepang.

Di bagian dinding disamping pintu masuk masjid Jami Tokyo ini terpasang puisi singkat bertarikh 1420 Hijriah (tahun pembangunan masjid ini dalam tahun Hijriah)

“The Tokyo Camii”,
“Lord’s worshipping place”,
“Brought to this land eternal glace”.

Terbuka Untuk Umum

Masjid Jami’ Tokyo terbuka untuk kunjungan khalayak umum dengan mematuhi aturan yang telah ditetapkan, mengingat ruang dalam masjid merupakan ruang suci tempat muslim melaksanakan peribadatan. Termasuk aturan menutup aurat bagi pengunjung pria maupun wanita, membuka alas kaki sebelum masuk ke masjid, tidak berisik di dalam ruangan sholat, pada saat ibadah sholat sedang berlangsung pengunjung diminta untuk duduk di bagian belakang dan tidak berkeliling di dalam masjid dan tidak mengambil gambar, dilarang membawa binatang peliharaan dan kunjungan lebih dari lima orang diharapkan untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu ke pengurus masjid.

Terbukanya Masjid ini, dalam upaya memperkenalkan Islam kepada khalayak umum termasuk kepada kalangan pelajar dan mahasiswa. Banyak sekolah dan kampus di Tokyo yang memasukkan Masjid Tokyo sebagai salah satu destinasi kunjungan bagi para pelajar dan mahasiswa-nya dalam upaya memberikan pengalaman tersendiri bagi para pelajar dan mahasiswa.

Hal tersebut juga untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan penjelasan yang benar tentang Islam langsung dari pusat ke-Islaman terbesar di Jepang tersebut sekaligus juga mereduksi Islamphobia akibat informasi yang tidak benar. Selama kunjungan kesana, pengurus masjid ini dengan ramah dan senang hati memberikan penjelasan tentang Islam dalam sesi tanya jawab di suasana yang bersahabat.

Interior Masjid Tokyo, Sangat Usmaniyah

Layanan masjid Jami Tokyo

Selain sebagai tempat penyelenggaraan sholat berjama’ah, Masjid Jami Tokyo juga melayani penerimaan zakat dan fitrah, penyelenggaraan pernikahan muslim serta mengeluarkan sertifikat nikah dengan syarat syarat yang telah ditetapkan. Pengurus masjid ini dengan tegas menolak penyelenggaraan pernikahan siri. Masjid Tokyo juga melayani berbagai pertanyaan dan konsultasi tentang islam dan tradisinya secara online.

Berikut ini rekening dari Masjid Tokyo.

For ordinary transaction
Bank nameThe Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd.
Branch nameYoyogiuehara Branch (code 137)
Account HolderSHUKYOHOJIN NIHON DIYANET
Account NumberSavings account (futsuu) 0789819

For Zakat & Fitrah
Bank nameThe Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd.
Branch nameYoyogiuehara Branch (code 137)
Account HolderSHUKYOHOJIN NIHON DIYANET
Account NumberSavings account (futsuu) 0011594

Kubah berukuran besar diapit oleh sejejeran kubah kubah yang lebih kecil menjadi salsh satu ciri dari gaya arsitektur klasik masjid masjid era Emperium Usmaniyah.

Petunjuk Berbahasa Indonesia

Masjid Tokyo, dikelola oleh Kantor Kepresidenan Turki Untuk Urusan Agama Islam (Diyanet) di Tokyo, hampir semua fitur di masjid ini serba Turki termasuk kitab suci Al-Qur’an yang disediakan untuk jamaah di Masjid ini, terjemahannya juga menggunakan Bahasa Turki. namun ada yang sedikit unik, karena ditemukan ada selembar petunjuk dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu bertuliskan “Dilarang makan/minum/tidur di sini. Sila makan/minum di tingkat 1”.

Menarik bukan. petunjuk tersebut tentu saja tidak ditujukan kepada orang Jepang, yang jangankan berbahasa Indonesia, untuk berbahasa Inggris pun sangat jarang ditemui. entah karena memang banyak Jemaah Indonesia dan negara serumpun yang seringkali datang ke masjid ini, atau bisa jadi Bahasa Indonesia telah dianggap sebagai salah satu Bahasa yang digunakan di dunia Islam. wallahuwa’lam.***

Rabu, 16 Maret 2011

Masjid Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang

Masjid Sendai, Komunitas Kebudayaan Muslim Sendai

Berita bencana gempa berkekuatan 8.9 skala richter dan Tsunami yang melanda dua kota di Jepang, Sendai dan Iwate hari Jum’at 11 Maret 2011, memunculkan sekilas berita tentang beberapa warga Negara Indonesia dan muslim serantau yang berlindung di Masjid Sendai, selain berlindung sementara di gedung gedung sekolah dan fasiltas umum lainnya yang berlokasi di ketinggian dan jauh dari pantai.

Diperkitakan lebih dari sepuluh ribu lebih korban jiwa akibat bencana dasyat tersebut. Pemerintah dan rakyat Jepang, hingga tulisan ini dibuat masih berjibaku untuk menjinakkan pembangkit listrik tenaga nuklir mereka yang mengalami masalah paska gempa dan tsunami tersebut. Recovery dari bencana tersebut memang akan memakan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Semoga saja semua proses pemulihan akan berjalan lancar dan masyarakat disana akan segera kembali ke kehidupan normal.

Sudah sunnatullah, bahwa dibalik musibah apapun, pasti tersimpan hikmah, tinggal bagaimana kita menyikapi dan mengambil hikmah dari semua peristiwa tersebut. Selama ini kita tak pernah tahu, atau mungkin belum mengetahui bahwa di kota Sendai pun ada saudara saudara kita sesama muslim, meski jumlah mereka tak banyak namun eksistensi mereka tak diragukan lagi, dan baru kita sadari setelah semua bencana itu.

Masjid Sendai, Komunitas Kebudayaan Muslim Sendai

Sekilas tentang kota Sendai

Kota Sendai merupakan ibukota dari prefektur Miyagi, sekitar 350 kilo meter disebelah utara Kota Tokyo. Dengan penduduk 1.030.000 jiwa (data tahun 2005). Kota yang sudah berumur 400 tahun ini memiliki Universitas kekaisaran (universitas Negeri) ke tiga di Jepang setelah Universitas Tokyo dan Kyoto, yaitu Universitas Tohoku.

Mahasiswa dari Indonesia turut mengambil bagian menuntut ilmu di universitas ini bersama dengan mahasiswa dari Malaysia dan mahasiswa dari berbagai negara lain nya. Cukup menarik karena kantin di kampus Aobayama Universitas Tohoku di Sendai ini menyediakan makanan Halal untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa mahasiswa muslim yang kuliah disana. Di kota ini terdapat lebih dari 120 keluarga muslim dari  berbagai negara termasuk pribumi Jepang. Bahkan ketua dari Ismic Cultural Center of Sendai (ICCS) sendiri merupakan muslim asli Jepang.

Alamat & Lokasi Masjid Sendai 
Sendai shi, Aobaku, hacimannanchome 7-24
仙台市青葉区八幡7丁目、7-24, Miyagi Prefecture 980-0871, Japan


Masjid Sendai

Masjid di kota Sendai ini dikelola dan sekaligus menjadi markas Ismic Cultural Center of Sendai (ICCS). Sebagaimana dijelaskan dalam pembukaan di situs resmi-nya bahwa ICCS didirikan secara resmi pada 20 Oktober 1985. Merupakan organisasi non politik, non rasial, non profit dan sukarela. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga identitas ke Islaman ummat dalam kehidupan yang Islami sehari hari serta sekaligus untuk mensyiarkan Islam di tengah komunitas masyarakat Jepang.

Masjid Sendai / ICCS senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan masjid masjid diseluruh Jepang terutama dengan Islamic Center Jepang di Tokyo serta organisasi Islam yang ada di Jepang termasuk KMI-S (Keluarga Muslim Indonesia di Sendai) yang merupakan organisasi bagi muslim Indonesia yang sedang tinggal di Jepang. KMI-S menempatkan satu pengurusnya di ICCS.

Masjid Sendai, Komunitas Kebudayaan Muslim Sendai

Tak mengherankan bila foto foto kegiatan masjid Sendai ini di penuhi oleh wajah wajah muslim bertampang melayu karena memang salah satu penghuni tetap masjid ini adalah anggota jemaah dari KMI-S serta saudara saudara muslim dari Malaysia yang juga sedang tinggal di kota Sendai. 
Berdirinya masjid ini memberikan tempat permanen bagi komunitas muslim disana untuk menjalankan aktivitas mereka secara berjamaah, baik ibadah sholat lima waktu termasuk sholat jum’at, dua sholat ied dan sholat sunnah tarawih berjamaah hingga penyelenggaraan iftor jma’i (buka puasa berama) selama bulan Ramadhan.

Tak hanya menjalankan layanan ritual ibadah, masjid Sendai juga menyelenggarakan pendidikan Al-Qur’an, yang menjadi salah satu tujuannya dibentuk dan dibangunnya ICCS. Ada enam tujuan utama yang sudah dirumuskan ICCS yaitu : (1) mempromosikan jalinan persaudaraan diantara kaum muslimin dan antara muslim dan warga Jepang. (2) memperkenalkan Islam dan pertukaran budaya kepada warga Jepang dan organisasi kebudayaan lain nya. (3) Menyelenggarakan peribadatan dan peningkatan pengetahuan keislaman bagi kaum muslimin. (4) menyelesaikan masalah perbedaaan yang ada diantara kaum muslimin. (5) Menyelenggarakan pendidikan Al-Qur’an dan Bahasa Arab. (6) Bekerja sama dengan Islamic Center Jepang (di Tokyo) juga dengan organisasi organisasi Islam lain-nya.

Bangunan lama masjid sendai di sebuah apartemen sewaan

Pembangunan Masjid Sendai

Masjid sendai ini merupakan masjid pertama yang dibangun dibelahan utara pulau utama Jepang dibangun dan dikelolal oleh ICCS. Islamic Cultural Centre Sendai (ICCS) dalam bahasa Jepang disebut 'Isramu Bunka Senta Sendai' Yang diketuai oleh Muhammad Noboru Satoh, Pada mulanya berkantor di dua ruang apartemen sewaan yang uang sewanya dibayar dari dana donasi para jemaah, sekitar US$ 900 setiap bulan. Kala itu ruang apartemen tersebut menjadi satu satunya tempat yang ada bagi muslim Sendai untuk melaksanakan sholat Jum’at secara rutin.

Seiring dengan waktu, jemaah makin bertambah kebutuhan akan tempat permanen bagi penyelenggara’an beragam kegiatan ICCS semakin mendesak. Di tahun 1994 Kemudian muncul keinginan untuk mendirikan masjid sendiri. Dana yang sudah dikumpulkan oleh para jemaah muslim Sendai masih belum mencukupi untuk membayar lahan yang di pilih, sementara tengat waktu yang diberikan sudah sangat dekat, pengurus ICCS kemudian berkirim surat ke muslim diberbagai Negara untuk mendapatkan dukungan finansial bagi pembangunan masjid dimaksud termasuk melalui mailing list di tanah air.

Sholat Jum'at Pertama di Masjid Sendai.

Sejak tahun 1994 rencana pembangunan masjid mengalami pasang surut. Ide-ide yang dilanjutkan diskusi yang kadang cukup dinamis dan hangat sampai kemudian berhasil membeli sebidang tanah ditempat yang strategis. Sepertinya sudah mencapai titik terang akan berdirinya sebuah masjid. Tapi ternyata harus mulai dari nol lagi karena tanahnya dirasa terlalu sempit 193 m2 di jl. Kunimi dengan harga 20juta yen. Kemudian berburu tanah lagi yang kemudian mendapatkan tanah yang cukup luas 665m2 di jl. Hachiman 7
丁目 seharga 16.266.200yen.

Bukan hal yang mudah untuk tetap mempertahankan semangat komunitas Islam di Sendai untuk tetap bersatu dengan berbagai perbedaan pendapat. Kalau bukan karena satu tujuan dijalan Allah mungkin sudah terhenti ditengah jalan. Belum lagi usaha penggalangan dana baik dari muslim Sendai maupun muslim diseluruh Jepang. Setelah tanah dibeli. Masih harus mengumpulkan dana sekitar 17juta yen untuk mendirikan bangunan.

Akses jalan menuju ke Masjid Sendai.

Dari tahun 1994 sd tahun 2007, 13 tahun bukan waktu yang pendek untuk sebuah cita-cita. Jumat 2 November 2007 masjid Sendai secara resmi mulai dipakai ditandai dengan sholat jumat perdana dimasjid baru ini. Karena di Jepang tidak mudah untuk mendapatkan ijin mendirikan bangunan untuk kegiatan keagamaan. Akhirnya masjid Sendai diberi nama Isuramu Bunka Senta Sendai (Islamic Cultural Center Sendai).

Bila kita lihat dari udara masjid ini berbentuk bujur sangkar. Bentuk bangunannya tidaklah seperti bangunan masjid yang kita kenal secara universal dengan bangunan kubah dan menara. Masjid ini lebih mirip dengan struktur masjid masjid di Indonesia. Bangunan segi empat dengan atap limas bersusun, mirip dengan masjid masjid asli Indonesia di tanah air. Dan masjid ini, sejak masa pembangunan hingga saat ini memang tak lepas dari peran Muslim Indonesia yang tinggal di Sendai.

Menemukan Hidayah di Masjid Sendai

Area parkir Masjid Sendai.

Sebagaimana diceritakan oleh seorang bloger yang pernah tinggal di Sendai, Masjid Sendai menyelenggarakan tradisi sholat tarawih di bulan Ramadhan dengan bacaan ayat Al-Qur’an oleh Imam sholat Tarawih menghabiskan satu juz dalam satu malam.  Namun hal tersebut tak menyurutkan semangat para jemaah, bahkan ada sebuah cerita mengharukan ketika seorang warga inggris yang datang ke masjid tersebut untuk tutut serta sholat tarawih padahal beliau belum masuk Islam,  bukannya jera dengan sholat tarawih yang begitu panjang dan lama, beliau malah datang lagi dan lagi ke masjid setiap malam sampai ahirnya bersahadat di hari raya Idul Fitri, mengikrarkan diri sebagai muslim. Tak sampai disitu beliau bahkan merelakan waktunya untuk bekerja sukarela sebagai salah satu pengurus masjid Sendai.


Donasi ke Masjid Sendai

Berikut data rekening Masjid Sendai, rekening bank dan rekening kantor pos
Rekening Bank

Nama Bank: Mizuho Bank-Sendai Branch
Kode cabang (Branch code): 723
Nama pemilik rekening (Account holder) : Sendai Isuramu Bunka Senta
Jenis rekening (Kind of the account): futsu or normal
Nomor Rekening (Account Number): 1559358

Rekening Kantor Pos

Nama pemilik Rekening (Account holder): Sendai Isuramu Bunka Senta
Jenis rekening (Kind of the account) : futsu or normal
Nomor rekening (Account Number): 18110-34966511

--------------------------ooOOO----------------------------

Kamis, 21 Oktober 2010

Masjid Gifu, Jepang

Masjid Gifu (Bab Ak-Islam Gifu Masjid & The Muslim Culture Center) Jepang

Bab al-Islam Gifu Masjid & The Muslim Culture Center.

dilengkapi Ruang kelas
Kota Gifu merupakan salah satu kantong Muslim terbesar di Prefectur Aichi, yang terkenal sebagai kawasan industri otomotif Jepang. Masjid Gifu menjadi masjid pertama yang berdiri di kawasan Jepang tengah. Sementara International Islamic School dan Pusat Budaya Muslim yang dibangun di dalam komplek masjid ini menjadi sekolah Islam resmi pertama di Jepang. Masjid yang dibangun tak jauh dari Universitas Gifu ini diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan tempat ibadah warga muslim Gifu, serta mewadahi warga muslim pendatang di kota Gifu termasuk para mahasiswa Muslim Universitas Gifu yang datang dari berbagai Negara termasuk Indonesia.

Masjid ini juga mencatat sejarah tersendiri bagi Indonesia. Untuk kali pertama warga negara Indonesia terlibat secara langsung dalam pembangunan masjid di Jepang. Mereka merupakan alumni dan mahasiswa dari beberpa universitas di Gifu, Nagoya, Osaka, Kyoto, dan Tokyo juga hadir sebagai panitia inti.

Interior Masjid Gifu
Menurut catatan Masjid Jami’ Tokyo (tahun 1998), warga asli Jepang yang beragama Islam sudah melampau angka 10 ribu orang, meskipun tak ada data yang akurat. Sementara keseluruhan warga muslim di Jepang sudah melampau angka 100 ribu jiwa.  Pendirian masjid Gifu, diharapkan dapat menjadi pusat perluasan syiar Islam di Kawasan Jepang tengah khususnya dan di Jepang umumnya.

Lokasi Masjid Gifu

Bab al-Islam Gifu Masjid & The Muslim Cultur Center, Furuichiba Higashimachida 8, Gifu City, Gifu Prefecture. Terletak di disebelah tenggara Kampus Universitas Gifu. Dapat di capai lima menit dengan bersepeda dari kampus Uiversitas Gifu




Arsitektur Masjid

Masjid Gifu dengan Universitar Gifu di latar belakang
Proyek pembangunan masjid Gifu menelan biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar AS. Luas bangunan Masjid Gifu sebesar 351 meter persegi, ditambah dengan sekolah internasional dan pusat kebudayaan Islam. Pembangunan sekolah dan Pusat bidaya itu menghabiskan dana sekitar 135 juta yen. Gedung utama masjid Gifu terdiri dari beberapa ruangan penting selain ruang sholat, seperti perpustakaan dan ruang konsultasi.

Masjid Gifu dibangun dengan cukup megah, lengkap dengan kubah dan menara yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan bangunan masjid dua lantai itu. Bagian luar di dominasi oleh warna krem sementara kubah masjid dicat dengan warna putih. Ketika selesai dibangun, bangunan masjid Gifu benar benar terlihat mencolok di tengah tengah hijaunya hamparan sawah disekitarnya, masjid ini memang dibangun di lahan di tengah tengah sawah.

Sejarah Pembangunan Masjid Gifu

Di hari peresmian, di tengah hamparan sawah yang menghijau
Masjid Gifu di dirikan dan dikelola oleh Masjid Nagoya, dengan dana dari berbagai sumber. Surat elektronik terkait pembangunan masjid dan pusat budaya Islam ini tersebar hingga ke tanah air. Peletakan batu pertama pembangunan masjid Gifu dilaksanakan dibawah siraman hujan gerimis tanggal 27 Oktober 2007, selesai dibangun tanggal 30 Juni 2008, dan diresmikan sebulan kemudian di tanggal 27 Juli 2008. Upacara peresmian masjid, dihadiri oleh para tamu undangan dari beberapa perwakilan negara sahabat. Perwakilan negara yang hadir dalam upacara peresmian masjid tersebut adalah : Duta besar Afganistan, Iran dan Irak. Wakil duta besar negara yang hadir adalah : Mesir, Maroko, Oman, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia dan Amerika Serikat. Hadir di antara para tamu kehormatan adalah Imam Masjidil Haram, Saudi Arabia Sheikh Mahir Al-Muaiqetly.

Acara tersebut juga dihadiri oleh pemerintahan Jepang, lokal dan pemerintah pusat termasuk para anggota dewan perwakilan, Gubernur prefecture dan Walikota Gifu, Rektor Universitas Gifu yang letaknya tak jauh dari Masjid, anggota dewan perwakilan Gifu, ketua dan anggota dewan kota Gifu, pimpinan wilayah badan pemerintahan sendiri Kyowamachi, serta para pengusaha setempat.

Sheik Mahir Al-Muaiqetly
Imam Masjidil Haram
Sementara di jejeran para tamu lain nya turut hadir Fauzy Ammary Ketua Working Group for Technology Transfer (WGTT), sebuah LSM Indonesia di Jepang yang ikut hadir dalam acara tersebut. Acara peresmian hari itu ditandai dengan pengguntingan pita oleh Imam Masjidil Aqso dilanjutkan dengan Sholat Zuhur berjamaah, open house, ramah tamah dan makan siang di hotel Gifu. Para tamu undangan dari beberapa negara serta dari pemerintahan Jepang, tidak hadir dalam acara peresmian masjid, tapi datang belakangan pada acara peresmian gedung sekolah di samping masjid. Karena pemerintahan Jepang menganut faham sekuler, membatasi pejabatnya untuk tidak hadir secara resmi dalam ceremony terkait kegiatan agama.

Ketika Selesai dibangun
dari arah depan
Di tengah hijau nya pesawahan
Sudut simetris Masjid Gifu
Peresmian Masjid bersama Imam Masjidil Haram-Mekah.
Sholat berjamaah pertama di Masjid Gifu
--------------------------ooOOO----------------------------

Baca Juga Artikel Masjid Lainnya


Jumat, 15 Oktober 2010

Masjid Kobe (The Kobe Muslim Mosque), Jepang

Masjid Kobe (Kobe Muslim Mosque)

Bertahan dari Hempasan dua bencana besar

Masjid Kobe (神戸モスク), Kobe Muslim Mosque (神戸ムスリムモスク), Kobe-kaikyo-jiin atau Kobe-mosuku, i Jepang merupakan bangunan Masjid pertama yang berdiri di negeri sakura itu. Menjadi salah satu masjid yang bertahan terhadapi kehancuran dari dua bencana dasyat sepanjang sejarah. Hujan Bom tentara sekutu selama perang dunia kedua meluluhlantakkan kota Kobe, menyisakan bangunan Masjid Kobe sebagai satu satu nya bangunan yang masih tegar berdiri di area tersebut.

Peristiwa dasyat terjadi lagi untuk kedua kalinya tahun 1995. peristiwa yang terkenal dengan sebutan Great Hanshin earthquakeManakala gempa berkekuatan 7.3 pada skala richter mengguncang kota Kobe pukul 5:46:46 pagi waktu setempat tanggal 17 Januari 1995, meratakan 180-ribu bangunan, menelan korban ribuan jiwa, 35 ribu orang terluka parah sementara 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Tapi untuk kedua kalinya masjid Kobe menjadi satu satunya bangunan yang tersisa dan berdiri kokoh diantara puing puing kehancuran kota Kobe dan menjadi tempat perlindungan sementara bagi mereka yang selamat.


 

Alamat Masjid Kobe

THE KOBE MUSLIM MOSQUE
2-25-14, Nakayamate Dori, Chuo-ku, Kobe 650-0004, Japan
Tel: 078-231-6060, Fax: 078-231-6061

Masjid Kobe dibalik Sakura
Sejarah Muslim Kobe

Nama Kobe dalam Bahasa Jepang bermakna Gerbang Tuhan, dengan nama itu menjadi wajar bila sejarah mencatat bahwa masjid pertama yang berdiri di Jepang adalah masjid Kobe. Sejarah masjid Kobe tak terlepaskan dari peran keluarga Kirky, keluarga migran yang berasal dari wilayah berbahasa Turki di daerah Tatar, asia tengah dan Rusia, serta komunitas muslim pertama di Kota Kobe. Keluarga tersebut pindah ke Jepang dan meminta suaka politik disana akibat Revolusi Bolshevik selama perang dunia pertama (1914-1918). Pemerintahahan komunis pimpinan Stalin yang anti agama dengan tentara merahnya memberikan tekanan luar biasa kepada ummat islam disana kala itu.

Farid Kirky lahir di Nagoya tahun 1926, tempat tinggal pertama keluarga Kirky di Jepang tahun 1922. hidup ditengah komunitas kecil bersama 13 keluarga membentuk sebuah sekolah kecil disana. Tak lama disana Hussein Kirky, ayah dari Farid Kirky memutuskan untuk bergabung dengan 200 orang tatar yang biasa berbahasa Turki di Kobe. Disana mereka membentuk Turkish Tatar Accotiation di Kobe.

Penduduk muslim pertama di Kobe ini adalah para pedagang. Pada mulanya saat komunitas mereka masih sedikit, untuk melaksanakan sholat berjamaah mereka lakukan dari rumah ke rumah. Baru kemudian di tahun 1920-an ketika banyak orang orang kaya India datang kesana, mereka membentuk Kobe Indian Club yang menjadi tempat bagi mereka melaksanakan sholat berjamaah. Sedangkan untuk sholat berjamaah di hari hari besar mereka menyewa aula di Hotel Tor.

Dipertengahan tahun 1920-an diantara mereka ada komunitas warga asing terkemuka dari kalangan pengusaha India, Muslim dan Hindu yang meraih sukses menjalankan bisnis skala besar di Kobe, kebanyakan di bidang tekstil. Sedangkan anggota komunitas muslim lain nya merupakan muslim Arab, termasuk Musa, staff dari kedutaan Mesir yang berprofesi sebagai tukang potong hewan. Beliau memiliki sebuah toko di lokasi berhadap hadapan dengan masjid kobe saat ini. Pak Musa inilah yang kemudian menjadi pemasok daging daging halal kepada komunitas muslim disana. Kala itu dia melakukan pemotongan hewan di tokonya, termasuk untuk hewan kurban. Kegiatan tersebut kemudian dilarang oleh pemerintah dan semua proses pemotongan hewan harus dilaksanakan di rumah potong hewan. Sebagai gantinya komunitas muslim yang hendak berkurban mengirimkan dana sebesar biaya kurban ke Negara Negara muslim yang membutuhkan. Selama di Jepang Pak Musa ini tidak menikah dan kemudian kembali ke mesir setelah perang dunia kedua usai.

Sejarah Berdirinya Masjid Kobe

Mr. Ferozuddin, Ketua 
Komite Masjid Kobe 
pertama
Kebutuhan akan perlunya sebuah masjid bagi komunitas muslim di Kobe mulai terasa di penghujung tahun 1920-an ketika ummat Islam disana sudah makin bertambah. Saat itu diputuskankah untuk membangun sebuah masjid. Tahun 1928 dibentuklah Komite Masjid Kobe. Beberapa muslim India dan pengusaha timur tengah dari Mesir dan Saudi Arabia yang secara rutin melakukan perjalanan ke luar negeri, memutuskan untuk membantu meminta donasi dari kaum muslimin yang berada dimanapun yang mereka temui untuk turut menyumbang bagi pembangunan masjid dimaksud.

Butuh waktu 5 sampai 6 tahun untuk mendapatkan dana yang cukup. Dan ahirnya Ketua Komite Masjid, Ferozuddin, Pengusaha Kaya India mendonasikan sejumlah besar uang senilai 66 ribu Yen, sebuah angka yang sangat besar kala itu. Lahan yang cocok untuk pendirian masjid pun dibeli di hari Jum,at tanggal 30 November 1934. peletakan batu pertama pembangunan masjid dilakukan oleh Muhammad Bochia, orang yang paling bertanggung jawab atas inisiasi dan memandu terlaksananya proyek tersebut. Masjid Kobe dirancang oleh Arsitek dari Republik Czech, Jan Josef Švagr (1885 Czech – 1969) dengan gaya traditional Turki.
Mr. MA Bochia
Inisiator Masjid Kobe

Pekerjaan pembangunan masjid dilaksanakan oleh perusahaan Jepang Takenaka Construction Company selama satu tahun, dibawah pengawasan secara ketat oleh Vallynoor Mohamed. Dan pada hari Jum’at 2 Agustus 1935 masjid tersebut secara resmi di buka oleh ketua Komite Masjid, Ferozuddin disaksikan oleh sejumlah besar jemaah muslim pria dan wanita dari berbagai bangsa termasuk India, Russia, Mansuria, Cina, Turkistan, Jawa, Jepang, Mesir dan Afghanistan. Setelah menyampaikan sambutan singkat, Ketua Komite Masjid Kobe, Ferozuddin membuka masjid dengan kunci perak dan langsung menuju menara masjid guna mengumandangkan azan untuk sholat Jum’at. Bertindak sebagai imam pada sholat pertama di masjid Kobe tersebut adalah Imam Pertama Masjid Kobe Imam Mohamed Shamguni.

Karena saat itu masih di musim panas, Komite Masjid Kobe memutuskan untuk melakukan perayaan di tanggal 11 Oktober 1935, dengan mengundang pejabat pejabat pemerintah dan pimpinan komunitas agama lain yang ada di Kobe saat itu untuk mengunjungi masjid Kobe. Perayaan dihadiri sekitar 600 undangan, acara perayaan hari itu kemudian dilanjutkan di Hotel Tor.

Imam Muhammed 
Shamguni Imam pertama
Masjid Kobe
Walikota Kobe saat itu, Ginjira Katsuda, dalam sambutannya menyampaikan pesan kepada komunitas muslim Kobe dalam kesempatan itu bahwa dia turut berbahagia bersama kaum muslimin Kobe dan berharap masjid yang baru diresmikan itu akan menjadi salah satu instrumen bagi mempromosikan persahabatan antar suku bangsa.

Karena saat itu Islam bukanlah agama yang diakui oleh pemerintah Jepang, maka akte kepemilikan masjid tersebut tidak dapat didaftarkan dengan nama masjid, tapi harus di daftarkan atas nama pribadi yang dianggap sebagai pemilik, dan Ferozudin yang sudah menyumbang begitu banyak bagi pendirian masjid tersebutlah yang kemudian mengambil tanggung jawab untuk mendaftarkan akte masjid Kobe, dengan nama nya. Dan menjadi salah satu tugas pertama komunitas muslim Kobe kala itu adalah memperjuangkan Islam agar diakui oleh pemerintah Jepang sebagai agama resmi sehingga ummat Islam juga dapat menikmati keistimewaan sebagaimana pemeluk agama lain nya di Jepang.

Pekerjaan konstruksi masjid menghabiskan dana 118.774,73 Yen. Sebagian besar dana tersebut adalah sumbangan para pengusaha dari perusahaan di India dan juga termasuk sumbangan dari Konsulat Mesir dan Afganistan, serta Turko-Tatar Association. Sedangkan pembangunan gedung, sekolah, pagar, furnitur, dan lain lain nya menghabiskan dana 87.302,25 Yen.

Dan Komite Masjid secara bijaksana memutuskan untuk menginvestasikan sisa dana di bidang real estate. Komite Masjid membeli 3 properti sekaligus, properti terkecil yang dibeli adalah properti di Yamato-dori yang kini menjadi lahan parkir. Lalu sebuah gedung yang kemudian menjadi sekolah, tempat dimana Farid Kirky Kecil menjalani masa sekolahnya. Serta properti terbesar yang dibeli adalah gedung berlantai 5 bergaya eropa di 160 tsubo plot di Kitano-cho, dibeli dari orang Jerman yang bermukim di Kobe. 

Bigilitzi, salah satu orang Turko-Tartar, naik menjadi ketua komite masjid Kobe di tahun 1938, pindah ke lantai dua Kitano property bersama keluarganya. Keluarga Kirky juga pindah ke bangunan tersebut menempati lantai dasar. Itu terjadi menjelang meletusnya perang dunia kedua, dan komunitas muslim Kobe saat itu sedang berkembang dengan baik, sebagian besar terdiri dari orang orang India dan Turkish Tartars serta beberapa orang Arab,. Selama bulan Ramadhan, Iftar jama’i dilaksanakan di lantai dasar masjid setiap hari, dan hari raya idul fitri menjadi peringatan yang benar benar semarak.

Masjid Kobe dengan Nama nya dalam
aksara Jepang
Meja meja makan di atur dilantai dasar dan setiap keluarga berkontribusi dengan membawa makanan untuk jemaah setempat dan jemaah yang kebetulan singgah ke masjid tersebut saat buka puasa, atau saat idul fitri diajak turut serta berbuka dan merayakan idul fitri bersama sama. Komunitas Tatar kala itu sangat dekat satu dengan yang lain nya, di hari raya idul fitri mereka saling kunjung mengunjungi satu sama lain nya.

Kala itu yang bertindak sebagai muazin adalah Ahmedy Muhammad, orang Turki yang tiba di Jepang tahun 1920-an. Beliau tinggal di masjid dan sangat tegas menegakkan disiplin masjid. Di era 1980-1990-an di kondisi tubuhnya yang sudah renta dimakan usia, beliau masih sanggup naik ke menara masjid untuk mengumandangkan azan. Sampai kemudian aktivitas tersebut di tentang oleh warga non muslim sekitar lokasi karena dianggap mengganggu ketentraman, aktivitas tersebut dihentikan. Azan kemudian hanya diperdengarkan di dalam masjid menggunakan speaker dengan volume rendah. Ahmedy Muhammady dikarunia berkah umur yang panjang, beliau wafat di usia 102 tahun.

Imam pertama masjid Kobe Imam Shamguni wafat di tahun 1938, dan Hussein Kirky secara alamiah memegang tanggup jawab itu sebagai imam kehormatan sampai imam pengganti tiba di Kobe. Namun ternyata imam yang dinanti tak kunjung datang, Hussein Kirky menjalankan kewajiban itu selama 40 tahun.

Tahun 1939 pecah perang dunia kedua, setelah penyerangan Pearl Harbor, jepang pun terlibat dalam perang. Komunitas India di kobe kemudian di evakuasi, kebanyakan orang Tatar pun demikian. Bom pertama Amerika dijatuhkan di Tokyo dan Yokohama lalu pelabuhan laut Akashi, pelan tapi pasti dentuman Bom mulai terdengar di Kota Kobe. Dan komunitas muslim yang tersisa mulai bersiap untuk menghadapi perang serta berupaya menyelamatkan masjid.

Guna mencegah kebakaran serta melindungi lantai masjid yang dibuat dari kayu yang begitu indah dari kemungkinan efek ledakan bom, jemaah menutupi permukaan lantai menggunakan kertas minyak dan tatami bekas, kemudian di taburi dengan pasir. Selama perang, komunitas muslim Kobe yang masih tersisa disana tidak dapat melakukan sholat di masjid tersebut.

Masjid Kobe Masih berdiri kokoh
diantara puing puing kota Kobe
Paska Perang Dunia Ke Dua.
Tahun 1943 masjid kobe di ambil alih oleh pasukan angkatan laut Jepang yang sedang membutuhkan gudang penyimpanan bagi persenjataan khusus mereka. Kendatipun tak satupun dari anggota komite masjid yang tahu jenis senjata apa yang akan disimpan disana, mereka tak punya pilihan selain menyetujui hal tersebut. Masjid Kobe sama sekali tak bisa digunakan untuk kegiatan ibadah, masjid dijaga oleh puluhan tentara Jepang bersenjata lengkap hingga perang usai.

Ketika perang berahir, menyisakan kota Kobe yang luluh lantak dihajar ledakan bom dan mortir tentara sekutu. Hampir seluruh kota hancur lebur, tak ada bangunan yang tersisa di sekitar area masjid. Tapi diantara reruntuhan dan puing itu masjid Kobe masih berdiri kokoh di lokasinya, di kelilingi tumpukan puing dan reruntuhan gedung dan bengunan disekitarnya.

Foto dari sudut yang lain memperlihatkan masjid Kobe
diantara reruntuhan Kota Kobe Juni-1945
Salah satu orang Jepang asli yang mengunjungi masjid, suatu hari memberikan foto kenangan koleksi foto milik mendiang kakeknya, foto yang menjadi saksi dan memperlihatkan kondisi kota Kobe yang luluh lantak seusai perang dunia kedua menyisakan Masjid Kobe yang masih berdiri. Foto itu diabadikan oleh mendiang kakeknya dari puncak Gunung Rokko di tahun 1945. Selama hujan bom menghajar kota kobe lantai basemen masjid itu menjadi sorga perlindungan ter-aman bagi terntara Jepang di wilayah tersebut.

Di tahun 1947, ketika perang sudah berahir. Muslim kobe yang mengungsi mulai kembali ke Kobe secara  bertahap. Muslim tatar membengkak hingga 360KK. Termasuk para pebisnis India dan keluarganya, menemukan rumah mereka yang sudah hancur tak bersisa.

Masjid kobe dikembalikan ke komunitas muslim. Hanya karena rahmat Allah semata yang membuat masjid itu masih berdiri dan selamat dari terjangan bom tentara sekutu. Beberapa bagian dinding luar masjid retak dan menghitam oleh kepulan asap. Semua jendela lumer oleh hawa panas ledakan bom. Gedung sekolah yang terbuat dari kayu berikut kamar mandi di samping masjid sama sekali tak bersisa.

Perang juga meluluhlantakkan kantor perusahaan pembangun masjid Kobe, hingga tak sepotongpun blue print masjid yang tersisa. Akibatnya ketika beberapa tahun setelah itu peruhahaan tersebut cukup kesulitan untuk membuat estimasi biaya perluasan dan perbaikan masjid akibat ketiadaan catatan apapun terkait pembangunan masjid tersebut.

Negara kaya minyak Saudi Arabia dan Kuwait kemudian dimintain tolong, dan kuwait segera mengucurkan dana 2000 pund sterling yang kemudian digunakan untuk merestorasi bangunan masjid. Kaca untuk jendela baru di import langsung dari Jerman. Abdul Hadi Debbs, tokoh terkemuka anggota Komite masjdi yang juga seorang pengusaha kaya yang telah datang ke Jepang sejak tahun 1935 tak lama setelah masjid selesai dibangun, turut menyumbang dana untuk restorasi, sedangkan Al-Bakir menyumbang sebuah Candelier dan membiayai instalasi air conditioner untuk masjid tersebut.

Bangunan pendukung disamping
Masjid Kobe
Sekolah Islam yang telah hancur disamping masjid karena ledakan bom kemudian dirasa perlu untuk dibangun kembali ketika komunitas muslim sudah semakin bertambah, bagi pendidikan anak anak mereka. Pengumpulan dana dikalangan jemaah mulai dilakukan untuk keperluan dimaksud. Setelah 3 tahun, komunitas Turki disana berhasil mengumpulkan 1,3 juta yen, cukup untuk membeli sepetaklahan di samping masjid. Di lokasi 150 tsubo plot, yang kini menjadi lahan parkir. Sebelumnya adalah rumah orang asing yang hancur karena perang. Sekolah Islam kemudian dibangun di lahan tersebut. Dilengkapi dengan aula yang luas, bangunan kecil untuk toilet dan tempat wudhu didirikan di belakang masjid. Beberapa wanita dari Komunitas Turki mengajar di sekolah itu termasuk saudari dari Farid Kirky. Serta putra dan putri farid Kirky belajar bahasa Turki dan Bahasa Arab di tempat tersebut.

Mimbar, Mihrab dan Candilier di 
Masjid Kobe
Komunitas muslim di Kobe semakin bertambah dan mereka mulai membutuhkan pemakaman umum yang lebih luas. Sebelumnya pemakaman umum untuk orang asing berada di Gunung Rokko, pemakaman muslim pertama berada di sisi gunung sekitar 1 KM dari Stasiun Shin Kobe disebelah Kuil di jalan Kasogono. Ibunda dari Farid Kirkky, Zahra Husein Kirky dimakamkan disana. Dan ketika pemakaman umum untuk orang asing sudah siap, seluruh makam kaum muslimin yang ada di gunung Rokko sekitar 50 atau 60 makam kemudian dipindahkan kesana.

Imam Hussein Kirky mengawasi secara langsung proses pemindahan tersebut yang memakan waktu sampai beberapa bulan. Dia begitu hati hati dan penuh rasa hormat mengurus pemindahan kerangka jenazah para pendahulunya itu ke lokasi pemakaman yang baru. Lokasi pemakaman baru tersebut berada di lereng bukut dibawah lokasi pemakaman sebelumnya.

Tempat Wudhu Masjid Kobe
Farid Kilky putra dari Imam Hussein Kirky, sangat dihormati di komunitasnya baik oleh sesama muslim ataupun oleh non muslim dan orang jepang asli dan orang asing sekalipun. Dia pernah menjalankan bisnis franchise dengan menjadi agen Ford motor cars, bahkan sempat bertemu langsung dengan Henry Ford beberapa kali. Karena Henry ford kesulitan untuk mengingat namanya beberapa kali henry ford memanggil beliau dengan sebutan Turki.

Menteri perdangan dan industri Jepang kemudian memiliki tugas untuk membangun kembali ekonomi Jepang yang hancur lebur membantu perusahaan perusahaan dagang untuk bertahan kemudian menjadi besar, dan di tahun 1950-an mulai mengambil alih perdagangan export. Sayangnya perusahaan kecil tak mampu bertahan.  Bisnis pengusaha muslim mulai menurun, banyak dari orang Tartar kemudian pinsah ke ke Turki, Amerika dan Australia. Tetangga Keluarga Kirky, Bigilitzi yang sudah menjadi Ketua kedua dari Komite Masjid Kobe hingga tahun 1960-an kemudian memutuskan untuk pindah dari Jepang.

Dengan sendirinya gedung berlantai lima di Kitano House menjadi telalu besar hanya untuk satu keluarga Kirky saja. Itu sebab nya kemudian keluarga kirky pindah dari sana dan menyewa sebuah rumah kecil. Ketika Bigilitzi pindah, maka Enver Starkow, juga orang Tartar yang merupakan sekretaris dari komite masjid sejak awal dipromosikan menjadi ketua komite masjid, sedangkan Farid Kirky menjadi anggota komite masjid di tahun tersebut.

Salah satu ruang di Masjid Kobe
Segera setelah itu tersisa beberapa keluarga saja di Kobe. Termasuk keluarga Kirky yang kemudian malah menjadi korban ekspansi perusahaan milik orang jepang asli. Dan terpaksa menjual perusahaan franchise Ford nya ke perusahaan Jepang Kintetsu Company. dan dia melanjutkan bisnis galangan kapal miliknya yang mempekerjakan sekitar 200 pekerja.

Ketika anggota komunitas semakin menurun, begitu juga dengan murid murid di sekolah islam masjid Kobe, ditambah dengan kurangnya dana, membuat segala nya dibuat semurah mungkin, kemudian di sewakan untuk pergudangannamun kemudian bangunan tersebut sudah terlalu rapuh sampai kemudian diruntuhkan dan lahannya diserahkan ke masjid Kobe untuk lahan parkir.

Starkow, Ketua Komite masjid Kobe, Wafat di tahun 1978. dan Farid Kirky yang sudah menjadi anggota senior di dalam Komite Masjid naik menjadi Ketua. Tahun 1987 Imam Husein Kirky (ayahanda dari Farid Kirky) mulai sakit sakitan di usia 84. beliau di diagnosa mengidap kanker paru paru, setelah menjalani serangkaian operasi beliau wafat di tahun 1986. dan dimakamkan di areal muslim pemakaman orang asing di gunung Rokko.

Saat itu dua orang Muslim Philiphina lulusan universitas Al-Azhar, Kairo di utus ke Kobe atas biaya dari Pemerintah Libya. Mereka adalah Mahid Mutilan dan Yahya mereka ditugasi sebagai Da’i di kota Kobe. Mahid Mutilan yang lebih senior memegang tanggung jawab sebagai Imam sedangkan Yahya mengambil tanggung jawab sebagai Muazin, mengajar bahasa arab dan Allqur’an di sekolah milik masjid.

Di ahir 1980-an gedung kitano kosong melompong, sementara pajak nya semakin tinggi. Komite masjid memutuskan untuk menyewakan gedung tersebut sebagai asrama kepada Kobe Women's College yang bersebelahan dengan masjid. Selama 2-3 tahun penyewaan dilaksanakan sampai kemudian dinas pemadam kebakaran menyatakan bahwa gedung tersebut tidak aman lagi mengingat kondisinya yang sudah tua banyak pintu yang macet. Kala itu pemerintah belum memberikan subsidi bagi perbaikan fasilitas pribadi. Biaya untuk perbaikan terlalu tinggi, sekali lagi gedung tersebut dibiarkan kosong. Sementara pajaknya semakin tinggi. Di ahir 1980-an komite masjid memutuskan untuk meruntuhkan gedung tersebut.

Mendengar bahwa gedung tersebut akan diruntuhkan dewan kota Kobe meminta Komite masjid untuk menyumbangkannya ke warga kota karena keunikan serta design nya yang bersejarah. Komite setuju dan gedung itupun dipindahkan bagian perbagian menelan biaya hingga 25 juta Yen ke Sorakoen, taman kota seluas lebih dari 10 ribu Tsubo (1 Tsubo = 3,30 meter persegi) milik Walikota Kobe sebelumnya. Setelah lebih dari 100 tahun bangunan itu kini masih berdiri megah di Sorakoen setelah direstorasi ke kemegahannya yang asli.

Mahid Mutilan yang berasal dari Philippina kembali ke negara asalnya di tahun 1988, kemudian membangun sekolah Islam disana. Dan kemudian menjadi gubernur di provinsi Mindanao . Rekannya yang lebih muda, Yahya menempati posisi sebagai imam sementara. Komite Masjid menerima tawaran bantuan imam dari Al-Azhar Kairo yang akan mengirimkan Imam dari Kairo, kemudian Al-Azhar mengirimkan Imam Muhammad tiba di Kobe sekitar tahun 1993.

Farid Kirky dan Imam 
Mohsen di makam Imam
M. Shamguni, imam 
pertama Masjid Kobe.
Lahan di kitano yang sudah diratakan terbengkalai selama 10-15 tahun karena komite masjid tidak memiliki dana cukup untuk mengelolanya. Sementara pajaknya semakin tinggi dan menjadi beban tersendiri bagi masjid. 

Komite masjid membuat kesepakatan dengan pemerintah kota, pemerintah kota setuju untuk menggunakan lahan tersebut sebagai arena bermain bagi anak anak selama masjid tak menggunakan nya dan masjid pun dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Taman bermain itu eksis selama beberapa tahun.

Masih di erah 1990-an Farid Kirky yang sudah sepuh menyerahkan tampuk pimpinan Komite Masjid kepada anggota komite yang lain Fouad Debbs pengusaha kaya pemilik beberapa properti di pusat kota Kobe dan putra dari Abdul Hadi Debbs yang turut menyumbang perbaikan masjid paska perang dunia ke dua.

Tahun 1992 Komite masjid berencana membangun gedung tambahan di sekitar masjid, dan Fouad Debbs menyumbang hingga 50 Juta Yen untuk biaya konstruksi. Dan bangunan Kobe Mosque Cultural Center yang menjadi tempat fasilitas pencucian, ruang kelas, kantor dan perpustakaan serta apartemen selesai dibangun dengan total biaya 100 juta Yen.

17 Januari 1995, pukul 5:46:46 pagi waktu setempat, Kobe di guncang gempa 7.3 skala richter. Gempa dasyat selama 20 detik itu menghancurkan seisi kota Kobe. Sekitar 5000 jiwa tewas, 35 ribu luka parah, merusak lebih dari 180 ribu bangunan sementara 300 ribu jiwa kehilangan tempat tinggal. Tapi sekali lagi Allah melindungi Masjid Kobe. Ketika gempa behenti, masjid Kobe masih berdiri kokoh ditempatnya diantara puing puing kehancuran bangunan disekitarnya. Masjid Kobe menjulang sendirian di pusat kota Kobe diantara bangunan bangunan lain yang hancur lebur. Masjid Kobe kemudian menjadi pusat perlindungan sementara  bagi para korban gempa.

Untuk menutup pengeluaran masjid, ketua komite masjid, Fouad Debbs memiliki jurus jitu. Bersama anggota komite lain beliau menyewakan lahan masjid kepada perusahaan spesialis parkir otomatis, yang sudah teruji kehandalannya menangani lahan perparkiran milik beliau pribadi di kota Kobe. Keputusan ini ternyata mampu memberikan penghasilan kepada masjid sebesar 550 ribu Yen perbulan, sangat berharga untuk menutupi pengeluaran masjid.

Masalah baru muncul ketika Farid Kirky, sedang mengurus balik nama lahan parkir milik masjid untuk mengubah nama di akte lahan tersebut ke nama masjid. Beliau baru menyadari bahwa akta masjid tersebut masih atas nama Ferozuddin (imam pertama Masjid Kobe) yang sudah lama tidak tinggal di Jepang tanpa ada satupun perwalian nya diantara anggota komite masjid. Tak terbayangkan bahwa bangunan masjid tersebut tidaklah benar benar milik masjid karena terdaftar atas  nama pribadi Ferozuddin.

Masjid Kobe diantara deretan bangunan lain

Proses balik nama masjid tersebut ternyata menjadi hal yang mustahil tanpa persetujuan dari Ferozuddin, yang secara hukum adalah pemilik syah dari bangunan masjid tersebut. Komite Masjid Kobe mencoba menghubungi pihak keluarganya namun tak berhasil mengundangnya datang ke Jepang. Penasehat hukum masjid yang kemudian menyarankan untuk menggunakan pengacara luar negeri guna bernegosiasi dengan Ferozudin. Ferozudin ahirnya setuju untuk mengganti nama di akte ke nama masjid dengan satu syarat, agar putranya dimasukkan ke dalam susunan komite masjid meskipun dia tidak tinggal di Jepang. dan masalahpun selesai.

Ketika kontrak Imam Muhammad dengan Al-Azhar telah berahir, beliau memutuskan untuk menetap di Jepang, karena beliau telah menikah dengan wanita muslim Jepang. dan ingin melanjutkan pengabdiannya di masjid Kobe. Beliau dibantu oleh beberapa orang kaya di kawasan Teluk yang melanjutkan membayar gajinya meski tak lagi menerima tunjangan gaji dari Al-Azhar. Dalam kondisi sakit, beliau masih menjalankan tugasnya sebagai imam sampai kemudian kondisi beliau benar benar parah. Beliau di diagnosa terkena kangker tenggorokan, di rujuk untuk dirawat di Rumah sakit umum Kobe. Disana beliau ditemani istrinya dan senantiasa dikunjungi oleh para jemaah nya. Tondisi beliau tak membaik, dan beliau berkeinginan untuk bertemu dengan saudara maranya di Mesir. Dan beliaupun diberangkatkan ke Mesir, Namun takdir telah menuliskan bahwa  beliau harus wafat dan dimakamkan di tanah kelahirannya sendiri.

Imam Mohsen Shaker
Al-Bayoumi
Universitas Al-Azhar mengirimkan Imam Mohsen Shaker al-Bayoumi dari Mesir sebagai pengganti imam Muhammad, ke Kobe. Dan tiba disana di bulan Januari 2000. setahun sendirian di Jepang kemudian beliau ditemani Istri dan anak nya dan tinggal di masjid. Ketika kontrak kerjanya dengan Al-Azhar berahir, beliau diminta oleh komunitas dan komite masjid untuk tetap tinggal di Jepang menjadi guru bagi masyarakat muslim disana. Beliau setuju untuk tetap tinggal di Jepang dengan Gaji dari Komite Masjid.

Yahya, tetap tinggal di Jepang sebagai muazin masjid Kobe, merangkap sebagai guru dan imam sementara bekerja atas nama pemerintah Libya sampai beliau masuk usia pensiun di tahun 2002. Di masa pensiun beliau kembali ke Philipina dan mendirikan masjid serta pesantren dan melanjutkan kegiatannya mengajar disana.

Pengeluaran masjid terus bertambah dan usia masjid yang sudah semakin tua membutuhkan dana lebih untuk perbaikan dan perawatan nya. Ditambah lagi dengan pajak yang terus melambung. Tahun 2004 Fouad Debbs selaku ketua Komite Masjid Kobe, membangun sebuah apartemen kecil di area masjid dengan uang nya sendiri untuk disewakan dan seluruh uang sewa yang di peroleh masuk ke dalam kas masjid. Dana tersebut sangat membantu perawatan dan perbaikan masjid yang ketika itu sudah memasuki usia 70 tahun sejak didirikan tahun 1935. Fouad Debbs wafat karena sakit di usia tuanya tahun 2005, saat  beliau mengunjungi karib kerabatnya di Lebanon, dan dimakamkan disana.

Sepeninggal Fouad Debbs Yusuf Badhelia, seorang saudagar kaya dari keluarga India menjadi ketua Komite Masjid Kobe, sedangkan putra dari Fouad Debbs yang bernama Soubhi Debbs melanjutkan apa yang telah dirintis ayahnya dengan menjadi anggota Komite Masjid Kobe Hingga hari ini.

Farid Kirky mengabdi di masjid Kobe sebagai anggota Komite Masjid selama 45 tahun, setelah menjabat sebagau Ketua Komite masjid di tahun 1970-an, kemudian mengundurkan diri karena usia. Namun kharismanya tetap berpengaruh terhadap komite masjid dan memberi inspirasi kepada komunitasnya. Beliau benar benar menjadi Duta bagi Islam di Jepang, beberapa mengisi acara interview di televisi dan koran lokal tentang sejarah komunitas muslim disana.

Kegiatan Masjid Kobe

Kaum muslimin dapat menghubungi masjid Kobe untuk berkonsultasi masalah Zakat, Pernikahan, pemakaman, serta nasihat nasihat terkait dengan masalah Islam. selain tersedia sekolah Islam untuk anak anak, teredia juga kelas khusus untuk orang dewasa.

Pengurus Masjid Kobe dari masa ke masa

Ketua Komite Masjid Kobe
·         Ferozuddin, India (1928 – 1938) tahun 1938 pindah dari Jepang
·         Bigilitzi, Turko – Tatar (1938 – 1960) tahun 1960 pindah dari Jepang
·         Enver Starkow, Turko-Tatar (1960- 1978) Wafat tahun 1978
·         Farid Kirky, Turko – Tatar (1978 – 1990) tahun 1990 mengundurkan diri
·         Fouad Debs, Lebanon (1990 – 2005) wafat tahun 2005 di Lebanon
·         Yusuf Badhelia, India (2005 – Sekarang)

Imam Masjid Kobe

·         Imam Mohamed Shamguni (1935 – 1938) wafat di tahun 1938

·         Imam Hussein Kirky, Ayah dari Farid Kirky (1938–1984) wafat tahun 1984

·         Imam Mahid Mutilan (1984 – 1988) orang Philipina, bekerja atas nama pemerintah Libya, kembali ke Philipina tahun 1988
·         Imam Yahya, imam sementara dari Philipina bekerja atas nama pemerintah Libya (1988 - 1993)
·         Imam Muhammad, dari Mesir (1993 - 2000) Wafat di tahun 2000
·         Imam Mohsen Shaker al-Bayoumi, dari Mesir (2000 – 2010)

Muazin Masjid Kobe
·         Ahmedy Mohammady, Turki (1935 – 1993) wafat di tahun 1993
·         Yahya, dari Philipina (1993 – 2002) tahun 2002 kembali ke Philipina.

Khutbah Jum'at di ahir masa
tugas Imam Mohsen di 
Masjdi Kobe
Pada hari Jum’at 16 April 2010, Imam Mohsen Shaker al-Bayoumi menyampaikan khutbah perpisahan kepada jamaah Masjid Kobe. Masa tugas beliau di Masjid Kobe sudah berahir dan beliau akan menjalani tugas baru nya sebagai imam di Masjid Osaka. Setelah bertugas selama 10 tahun di masjid Kobe, beliau begitu dicintai oleh jemaah dan komunitas Kobe. Namun beliau dan istrinya yang sudah sekian lama tinggal di Kobe tetap melanjutkan kegiatan dakwah nya di Kobe dari rumah mereka di Kobe dan sekolah islam untuk anak anak yang beliau dirikan disana.

Foto Foto Masjid Kobe







--------------------------ooOOO----------------------------

Baca Juga Artikel Masjid Lainnya