Tampilkan postingan dengan label Masjid di Maladewa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid di Maladewa. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Desember 2011

Islamic Centre Maladewa

Masjid Al-Sultan Muhammad Thakurufaanu Al-Auzam atau lebih dikenal sebagai Islamic Center of Maldives atau dalam bahasa Indonesia disebut Islamic Center Maladewa.


Islamic Centre Maladewa atau nama resminya adalah Masjid dan Islamic Center Sultan Mohammed Thakurufaanu Al-Auzam adalah masjid terbesar di Republik Maladewa, terkenal juga dengan nama Grand Friday Mosque Male karena lokasinya berada di pulau Male, ibukota Maladewa. Masjid ini sekaligus menjadi masjid nasional dan kantor Dewan Agung Agama Islam Maladewa. 

Masjid megah ini berada di kota Male, Ibukota Republik Maladewa. Lokasinya hanya terpaut kurang dari seratus meter dari Masjid Hukuru Miskiiy “Masjid Nasional” pertama di Maladewa sebelum fungsi sebagai “Masjid Nasional” berpindah ke Islamic Center Maladewa seiring dengan selesainya pembangunan Islamic Center tersebut tahun 1984.
 
Islamic Centre Maladewa, merupakan masjid nasional dan terbesar di Maladewa.

Penyebutan masjid di Maladewa memang agak membingunkan bagi orang luar. Maladewa tak mengenal masjid Jami’ seperti di Nusantara. Semua masjid yang menyelenggarakan sholat Jum’at disebut Hukuru Miskiiy atau Hukuru Miskit. Hukuru artinya Jum’at dan Miskiiy atau Miskit berarti Masjid. Di kota Male sebelumnya sudah ada Hukuru Miskiiy (dibangun tahun 1153) yang hanya sejengkal jaraknya dari istana Sultan (kini menjadi istana presiden). 

Untuk membedakan Hukuru Miskiiy yang pertama dengan Hukuru Miskiiy yang baru (yang sedang kita bahas dalam artikel ini), maka Hukuru Miskiiy yang baru lebih dikenal sebagai dengan sebutan “Islamic Centre” yang menjadi pusat kegiatan beberapa even internasional termasuk diantaranya pertemuan SAARC yang pernah diselenggarakan di masjid ini.

Lokasi dan Alamat Grand Friday Mosque Male

Islamic Centre‎
156 Ameer Ahmed Magu
Malé, Maldives





Lokasi masjid ini yang berada di kawasan pusat pemerintahan Maladewa, dekat dengan pelabuhan utama Male, menjadikannya sebagai landmarknya kota Male dan Maladewa. Ditambah lagi dengan ukuran kota pulau Male yang tak telalu besar membuat masjid ini dapat terlihat hampir dari seluruh bagian kota. Saking kecilnya hanya butuh waktu setengah jam untuk berjalan kaki dari ujung timur ke ujung barat kota Male atau dari ujung utara ke ujung selatan, dan kurang dari dua jam berjalan kaki untuk mengitari seluruh kota pulau ini.
 
Sejarah Singkat Maladewa
 
Sejarah Maladewa nyaris identik dengan sejarah Islam di Maladewa. Para ahli memperkirakan pulau pulau Maladewa mulai dihuni sejak 500 tahun sebelum masehi. Sampai awal abad ke 12 Maladewa masih berbentuk kerajaan Budha sampai kemudian berubah menjadi kesultanan Islam di tahun 1152 seiring dengan masuk Islamnya Raja Maladewa berikut seluruh keluarga di ikuti seluruh rakyatnya. Portugis sempat menjajah Maladewa selama 15 tahun (1558-1573) dan tersingkir dari Maladewa dengan kekalahan besar dalam serbuan mendadak namun mematikan dari pasukan yang dipimpin oleh Sultan Mohammed Thakurufaanu Al-Azzam, pahlawan nasional Maladewa yang namanya di abadikan sebagai nama masjid dan Islamic Center Maladewa.

Begitu pentingnya kedudukan masjid ini, pemerintah Maladewa melalui otoritas moneter negara tersebut mengabadikannya dalam uang kertas pecahan 500 Rufiyaa tahun emisi 1996.


Selain itu Maladewa sempat dikuasai oleh Ali Raja dari India dan lagi lagi Kesultanan Maladewa membebaskan diri dari kekuasaan asing di negeri mereka. Ali Raja hanya mampu bertahan menguasai Maladewa tak lebih dari dua minggu. Tahun 1887 Sultan meminta proteksi dari kerajaan Inggris yang berkedudukan di Ceylon (Sri Lanka) dan sejak itu Maladewa menjadi wilayah protektorat Inggris. Secara berkala kapal angkatan laut inggris melakukan patroli laut di perairan Maladewa. Tahun 1932 konstitusi pertama mulai berlaku namun tak bertahan lama dan berahir di tahun 1939.
 
Tahun 1953 Maladewa menjadi Negara Republik berubah dari Kesultanan, namun keluarga kerajaan masih sangat berpengaruh di pemerintahan. Tahun 1965 inggris melepaskan status protektorat Maladewa. Republik Maladewa Jilid ke dua dibentuk tanpa campur tangan Inggris. Ibrahim Nasir menjadi Presiden pertama. Meski telah berganti bentuk dari kesultanan menjadi Republik namun Maladewa tetap mempertahankan Islam sebagai dasar negara sejak tahun 1152 hingga saat ini.

Islamic Center Maladewa dilihat dari arah laut.

Peran Masjid di Maladewa

Dalam kehidupan masyarakat Maladewa, Miskiiy atau Masjid memegang peran sentral bagi pelaksanaan syariat Islam. Disetiap hari Jum’at, toko toko dan perkantoran tutup pada pukul 11.00 untuk memberi waktu kepada jemaah guna mempersiapkan diri untuk sholat Jum’at yang dimulai pukul 12.30 siang waktu setempat. Masing masing komunitas masyarakat memiliki masjid mereka sendiri yang biasanya dibangun menggunakan bahan utama batu karang warna putih dengan atap seng gelombang. Di tahun 1991 Maladewa memiliki setidaknya 724 masjid dan 266 masjid khusus untuk wanita. Walaupun kemudian masjid masjid khusus untuk wanita teresbut ditutup untuk mengurangi biaya operasional Negara, dan mendorong jemaah wanita untuk sholat di rumah sesuai dengan sunnah bahwa muslimah lebih utama melaksanakan sholat di rumah.

Bila di Indonesia kita mengenal sebutan Marbot untuk pengurus masjid. Di Maladewa mereka menyebutnya Mudimu. Bedanya lagi di Indonesia para marbot biasanya bekerja sukarela alias tak di bayar, tapi di Maladewa Mudimu merupakan pegawai resmi pemerintah. Mudimu juga bertindak sebagai muazin yang mengumandangkan azan lima kali sehari. Toko toko dan kegiatan perdagangan biasanya berhenti sejenak setidaknya 15 menit setiap kali terdengar azan. Selama bulan Ramadhan semua kafe dan rumah makan tutup disiang hari dan hanya buka dalam waktu yang sangat terbatas di malam hari.

Interior Islamic Center Maladewa.

Sejarah Grand Friday Mosque, Maladewa

Islamic Centre Maladewa diresmikan oleh Presiden Maladewa, Mumoon Abdul Gayoom pada 11 November 1984. Keseluruhan masjid terdiri dari bangunan berlantai tiga lengkap dengan perpustakaan umum dan balai pertemuan serta perkantoran. Majelis Agung Urusan Islam Maladewa berkantor di Masjid ini. Proses pembangunan masjid didanai oleh Negara Negara Teluk Persia, Pakistan, Brunai Darussalam dan Malaysia.

Penduduk Maladewa merupakan muslim sunni, islam telah menjadi agama negara sejak pertama kali kesultanan Maladewa berdiri di abad ke-12 dan Islam menjadi syarat utama warganegara Maladewa. Hukum Islam atau Syariah, dalam bahasa Dhivehi yang menjadi bahasa resmi Maladewa disebut sebagai Sayriatu menjadi hukum dasar Maladewa. Impelementasinya di dalam kehidupan masyarakat menjadi tanggung jawab utama Presiden, Hakim Agung, Mendagri serta Majelis Agung Urusan Islam

Islamic Center Maladewa.

Arsitektural Grand Friday Mosque Male

Masjid ini berarsitektur modern dengan sentuhan arsitektur Timur Tengah yang sangat kental, lengkap dengan sebuah bangunan menara tinggi dan kubah besar di atap bangunan utama. Masing-masing kubah tersebut berbalut warna kuning ke-emasan, mengingatkan pada kubah pada masjid Kubatus Shakrah (Kubah batu) di tengah komplek Masjidil Aqso di Palestina. 

Bangunan masjid terdiri dari tiga lantai. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang termasuk perpustakaan Islam dan kantor bagi Dewan Agung Urusan Agama Islam Maladewa. Ruang sholat nya berkapasitas 5000 jemaah. Ukiran dari batu karang putih menjadi ciri khas masjid masjid Maladewa, termasuk di Masjid Islamic Center ini. Batu karang tentu saja memang bahan bangunan yang paling mudah diperoleh di Maladewa yang terletak di tengah Samudera Hindia. Pola ukiran batu karang ini didominasi pola pola segi empat. Tak ketinggalan ukiran dari kayu dan ukiran Kaligrafi ayat suci Al-Qur’an.

Maladewa terdiri dari gugus pulau pulau kecil di Samudera India, kini menjadi salah satu destinasi wisata pavorit warga dunia.

Exterior depan masjid dilengkapi dengan lima bukaan berlengkung ukuran besar masing masing lima di sebelah kiri dan lima disebelah kanan. Gerbang utama masjid ini terbuka lebar meski harus melewati serangkaian anak tangga yang cukup tinggi untuk menuju gerbang utama masjid menuju ruang sholat utama. Menara masjid ini terdiri dari tiga lantai dengan balkoni dimasing masing lantai. Balkoni teratas dibuat terbuka mirip dengan masjid masjid dari dinasti Mughal India. dan tentu saja sebuah bulan sabit warna emas menghias puncak tertinggi menara, sama halnya dengan di ujung tertinggi kubah utama masjid.

Sebuah papan peringatan dari Dewan Tinggi Urusan Islam dalam ukuran besar berbahasa inggris dengan tegas memberikan arahan bagi pengunjung non muslim.

“Non muslim diperkenankan masuk ke masjid Al-Al-Sultan Muhammadh Thajurufaan – Al-A”zam dan Islamic Center diantara pukul 9.00 hingga pukul 17.00 setiap hari, kecuali selama waktu sholat. Mereka diminta untuk mengormati ajaran agama dan budaya kami dan diminta dengan sangat untuk tidak berisik selama di berada di area sholat, pemotretan dan rekaman video di bagian dalam masjid dan Islamic center harus mendapatkan izin dari pengurus, tanpa seizin pengurus, semua kamera dan media rekaman apapun hanya diperkanankan sebatas tangga masjid”***








Minggu, 18 Desember 2011

Masjid Hukuru Miskiiy, Masjid Tertua di Maladewa

Hukuru Miskiiy atau Hukuru Miskit adalah masjid tertua di Maladewa. Dibangun dari sebuah candi.

Maladewa atau Maldives negara kepulauan di tengah samudera Hindia, terdiri rangkaian 1192 pulau pulau kecil yang sebagian besar tak berpenghuni karena ukurannya yang memang terlalu kecil dan hanya berupa pulau karang mungil di tengah samudera. Maladewa masuk dalam daftar negara terkecil di bumi. Keseluruhan luas pulau pulau nya bila digabung jadi satu seluas 298 Km2 bahkan masih lebih kecil dari luas pulau Batam (415 Km2). Ukuran pulau pulaunya yang mini dan letaknya yang berada di tengah samudera Hindia menjadikan Maladewa sebagai negara yang begitu mengkhawatirkan dampak dari pemanasan global. Elevasi pulau pulau di Maladewa paling tinggi hanya 2 meter dari permukaan laut, wajar bila meski jaraknya terpisah lebih dari 2000 kilometer dari Aceh, sebagian pulau pulau Maladewa turut luluh lantak akibat tsunami yang melanda Aceh (Indonesia) di tahun 2004 lalu.
 
Malé adalah kota terbesar di Maladewa dan juga Ibukota negara, dengan luas hanya 2.6 Km2, sedikit lebih luas dari pulau Penyengat (1,87 Km2) di kota Tanjung Pinang – propinsi Kepulauan Riau (Indonesia), tempat berdirinya Masjid Putih Telur Sultan Riau. Dengan luasnya tersebut menjadikan Malé sebagai ibukota negara berbentuk pulau paling kecil di bumi sekaligus sebagai ibukota negara paling padat penduduknya (90,000 dari total 385,000 penduduk Maladewa tinggal di Malé), paling rapat pula jarak antara satu masjid dengan masjid berikutnya. Maladewa juga merupakan sebuah republik yang menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara. Islam adalah satu satunya agama yang di akui di Maladewa. Di kota Malé ibukota Maladewa berdiri sebuah masjid kuno bernama Hukuru Miskiiy, masjid pertama yang berdiri di Maladewa. Meski bentuknya sangat sederhana untuk sebuah masjid yang pernah menjadi Masjid Negara, namun masjid ini menyimpan sejarah panjang peradaban Islam di Maladewa.

Alamat dan Lokasi Masjid Huruku Miskiy – Maladewa

Medhuziyaarai Magu Malé, Maldives
            Koordinat geografi : 4° 10' 40.69" N  73° 30' 45.01" E

Masjid Huruku Miskiy hanya berjarak sekitar 140 meter dari Masjid Masjid Agung Jum’ah Malé (Grand Friday Mosque Malé) yang merupakan Islamic Center dan Masjid Nasional Maladewa atau nama resminya Masjid-al-Sultan Mohammed Thakurufaanu-al-A'z'am, Menara Masjid Islamic Center tersebut bahkan dapat dilihat dengan jelas dari halaman masjid ini. Dan hanya berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai, sejajar dengan Istana Kepresidenan Maladewa, yang berada di tepi pantai.



Tentang Maladewa

Maladewa awalnya adalah kerajaan Budha kemudian berubah menjadi kesultanan Islam. Sejarah masuknya Islam ke Maladewa menjadi cerita tutur turun temurun dari generasi ke generasi. Letaknya yang begitu jauh dari pusat pusat peradaban dunia Islam menjadikan Maladewa seakan luput dari perhatian umat Islam dunia. Maladewa lebih dikenal dunia Internasional sebagai surga pariwisata yang tersembunyi di tengah samudera Hindia. Tak mengherankan bila disebut tersembunyi, karena letak geografisnya memang begitu terpencil dari negara manapun. Berikut gambaran betapa terpencilnya letak geografis Maladewa.
 
Satu satunya tetangga terdekat dan berbatasan langsung dengan Maladewa di sebelah utara adalah gugus kepulauan Lhaksadweep - India, kepulauan Lhaksadweep memilki kesamaan budaya, sejarah dan agama dengan Maladewa, bahkan salah satu pulau dari gugus kepulauan Lhaksadweep pernah diklaim sebagai milik Maladewa. Namun begitu jarak kota Malé Ibukota Maladewa ke ujung paling selatan daratan Jazirah India di kota Kanyakumari negara bagian Tamil Nadu terpisah sejauh 621 km.
 
Ibukota negara tetangga terdekat dengan Malé adalah kota Kolombo Ibukota Sri Lanka, berada di sebelah timur laut kota Malé. Jarak antara Masjid Hukuru Miskiiy di Malé ke Masjid Jami Ul-Alfar di Pelabuhan kota Kolombo (Sri Lanka) terpaut jarak 766 km, bukan jarak yang dekat tentunya. Jarak antara pantai timur Malé ke pantai paling barat pulau Simeulue di Aceh sejauh 2469 km. Tetangga terdekat Maladewa di sebelah tenggara adalah pulau keeling (milik Australia) sejauh 3149km

Maladewa berada ditengah tengah Samudera Hindia membuatnya begitu terpencil dari wilayah negara lainnya.

Tetangga terdekatnya disebelah selatan adalah pulau karang Diego Garcia sejauh 1270Km. Diego Garcia adalah bagian dari gugus kepulauan British Indian Ocean Teritory (BIOT) milik Inggris namun disewa oleh Amerika Serikat untuk dijadikan sebagai pangkalan Militer. Jarak dari Pulau Malé ke kota Victoria di Seycelles yang berada di sebelah barat daya sejauh 2226Km. Pantai paling barat pulau Malé berjarak 3140 Km dengan pelabuhan Mogadishu, Somalia di pantai timur benua Afrika, Sedangkan ujung selatan Jazirah Arab di Kesultanan Oman berjarak sejauh 2470 km dari barat Laut pulau Malé.
 
Selain keindahan alam dan hasil laut, Maladewa terbilang miskin sumber daya alam. Pembangkit listrik di negara ini sangat bergantung dari BBM import, sumber air bersih salah satunya di dapat dari hasil penyulingan air laut. Selama berabad abad peradaban disana menggunakan batu karang laut sebagai bahan bangunan termasuk untuk membangun masjid masjid mereka. Pulau pulau mereka yang kecil bahkan tak cukup untuk membangun sebuah bandara berlandasan pacu ukuran panjang. Agar bisa didarati pesawat berbadan lebar, bandara Internasional Malé lebih dari setengahnya berdiri di atas pulau buatan. Baik warganegara biasa, pejabat pemerintah hingga presiden Maladewa harus menyeberangi laut untuk menuju dan dari bandara karena letaknya yang berada di pulau berbeda. Kota baru Hulhumale di sebelah utara pulau bandara, sebuah kota yang diproyeksikan sebagai kota masa depan Maladewa, juga dibangun di atas pulau buatan.

kota Male, kota terbesar di Maladewa. di bagian belakang adalah pulau bandara dan pulau hulhumale yang dibangun dari diatas pulau buatan hasil reklamasi.

Ibnu Batutah, Sejarawan Islam dari Maroko pernah singgah ke Maladewa di Abad ke 14, beliau menyebut Maladewa “sebagai salah satu keajaiban dunia, menyebut Maladewa sebagai rangkaian ratusan pulau pulau yang membentuk seperti cincin, masing masing pulau itu berdekatan saat kita meninggalkan pulau yang satu pucuk pucuk pohon kelapa di pulau berikutnya sudah nampak dengan jelas” dalam catatannya Ibnu Batutah juga menyebutkan bahwa pada saat itu Maladewa sudah menjadi sebuah kesultanan Islam di bawah pimpinan seorang muslimah bergelar Sultanah.
 
Ahli sejarah memang belum sepakat bulat tentang sejarah awal kerajaan kerajaan di Maladewa. Ada yang menyebut bahwa kerajaan kerajaan disana berasal dari para bangsawan Ceylon (Sri Lanka) sementara lainnya menyebut berasal dari Kerala (India). Namun penggalian arkeologi di beberapa pulau disana menemukan reruntuhan candi dan artefak artefak yang membuktikan bahwa kerajaan Budha memang pernah eksis di Maladewa disekitar abad ke 12.
 
Sejak tahun 1153 hingga tahun 1968 Maladewa berbentuk Kesultanan Islam. Selama jangka waktu 16 December 1887 hingga 25 Juli 1965 Maladewa menjadi daerah protektorat Inggris dibawah kendali gubernur Jendral Inggris di Ceylon (Sri Lanka) atas permintaan Sultan. Inggris memberikan proteksi dan tidak akan menyerang Maladewa namun mengontrol urusan luar negeri Maladewa. Tahun 1957 Inggris membangun pangkalan militer di pulau karang Addu dengan sewa £2000 per tahun tapi kemudian ditutup tahun 1976. Tanggal 26 Juli 1965 Inggris menyerahkan kekuasaan penuh kepada Maladewa dalam sebuah perjanjian yang ditanda tangani di kediaman Komisi Tinggi Inggris di Kolombo. 11 November 1968 kesultanan Maladewa berahir dengan Sultan Terahirnya Muhammad Fareed Didi. Ibrahim Nasir terpilih sebagai presiden pertama Maladewa.

Menara masjid Hukuru Miskiiy di perangko Maladewa

Sejarah Islam di Maladewa

Maladewa berubah menjadi sebuah kesultanan Islam di tahun 1153 (abad ke 12) oleh seorang ulama Magribi (Afrika Utara) bernama Abul Barakat Yoosuf Al Barbary. Ketika beliau singgah di Maladewa di masa kekuasaan raja Sri Tribuvana Aditiya alias Dhovemi Kalaminja Siri Thiribuvana-aadiththa Maha Radun alias Donei Kalaminjaa alias Dhovemi of The Maldives. Raja Sri Tribuvana Aditiya naik tahta tahun 1138 sebagai raja kedua dari dinasti Theemuge (Lunar Dinasty). Setelah masuk Islam beliau berganti nama menjadi Muhammad Ibnu Abdullah Bergelar Dharumavantha (Dharumas) Rasgefaanu Dia mengirimkan para dai ke berbagai pelosok Maladewa untuk menyebarkan dan mengajarkan Islam.
 
Sultan Muhammed Ibnu Abdullah adalah orang Maladewa pertama yang masuk Islam di ikuti oleh istri dan anak anaknya lalu kalangan ningrat Istana dan pada ahirnya menjadi agama kerajaan, sejak itu agama Budha ditinggalkan, candi candi dirobohkan dan arca arca Budha dihancurkan dan diganti dengan bangunan Masjid. Masjid Jum’at (Friday Mosque) dan Masjid Dharumavantha Rasgefaanu Miskiy pertama kali dibangun di Malé oleh Sultan Muhammad Ibnu Abdullah.
 
Tentang pembawa Islam ke Maladewa, sumber cerita tutur di tengah masyarakat menyebutkan bahwa di masa pemerintahan raja Dhovemi datang seorang ulama dari Tabriz (Iran) bernama Yusuf Shamsud-din yang mengalahkan iblis Rannamaari sang penguasa laut penebar bencana. Dan sejak itu raja Dhovemi dan seluruh rakyat Maladewa masuk Islam. Namun para ahli sejarah sepakat bahwa Yusuf Shamsud-din dan Abul Barakat Yoosuf Al Barbary adalah orang yang sama.


Hukuru Miskiiy

Konversi seluruh Maladewa ke dalam Islam terjadi di tanggal 2 Rabi'-ul-Akhir 548 H (1153M) bertepatan dengan tahun ke 17 pemerintahan Al-Muqtafi, Khalifah Islam dari dinasti Abbasiah di Baghdad memerintah tahun 1136–1160, dan sejak itu Maladewa menjadi sebuah negara Islam. Abul Barakat Yoosuf Al Barbary tetap tinggal di Maladewa untuk mengajarakan Islam, beliau wafat masih dimasa kekuasaan Sultan Muhammad Ibnu Abdullah dan dimakamkan di Medhuziyaaraiy, Malé. Tak lama setelah wafatnya Abul Barakat Yoosuf, Sultan Muhammad Ibnu Abdullah berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji di tahun 1166 namun tak pernah kembali, tampuk pemerintahan kemudian diteruskan oleh sepupunya yang bernama Sultan Muthey (Al-Sultan Muthey Kalaminja Siri Bavana Abaarana Mahaa Radun).

Sejarah Masjid Hukuru Miskiiy - Maladewa

Masjid Hukuru Miskiiy atau Hukuru Miskit atau Friday Mosque merujuk kepada masjid yang dipakai untuk keperluan sholat lima waktu dan sholat Jum’at di Malé - Maladewa. Pertama kali dibangun atas permintaan dari Siri Kalo dan perintah Sultan Muhammad Ibnu Abdullah di tahun 1153. Siri Kalo adalah saudara dari Sultan Muhammad Ibnu Abdullah. Pembangunan masjid dilaksanakan oleh Al-Wazir Shanivirazaa. Sultan Muhammad Ibnu Abdullah juga membangun masjid Dharumavantha Miskyii yang merupakan masjid untuk sholat Idul Fitri dan Idul Adha.

Masjid ini dibangun diatas pondasi sebuah candi tua yang menghadap ke arah timur tempat dimana matahari terbit, bukan menghadap kiblat. Konsekwensinya baris shaf di masjid ini menyerong tak sejajar dengan garis bangunan. Arah Kiblat di mekah yang tidak segaris dengan bangunan membuat jemaah sholat harus menghadap ke sudut ruangan untuk mendapatkan arah kiblat yang tepat.

Hukuru Miskiiy

Pengurus masjid sudah memasang sederetan sajadah pada arah yang tepat sehingga sangat membantu jemaah yang bukan warga setempat, untuk menemukan arah kiblat yang benar. Masjid Hukuru Miskiy kemudian dibangun ulang pada tahun 1656 di masa pemerintahan Sultan Ibrahim Iskandhar ke I (memerintah 1648-1687). Menara masjid ini terpisah jauh dari bangunan masjid. Bentuk dan bahan menara ini sama sekali tak menyiratkan umurnya yang sudah begitu tua, padahal menara ini sudah berdiri sejak tahun 1675.

Departemen warisan budaya Maladewa sudah mendaptarkan 16 situs masjid bersejarah di Maladewa untuk di damasukkan ke dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO. Salah satunya adalah masjid Hukuru Miskiy ini bersama masjid masjid lainnya yang juga diperindah dengan ukiran batu batu karang. 5 orang dari departemen tersebut bulan Maret 2011 lalu berada di Malaysia selama tiga minggu untuk belajar tentang ‘konservasi bangunan dan situs warisan budaya’ di Malaya University, Malaysia. Upaya tersebut dilakukan untuk mengkonservasi masjid masjid bersejarah di Maladewa serta memperkenalkan masjid masjid yang tak biasa tersebut ke dunia internasional. Sekaligus menggali potensi wisata yang menjadi salah satu urat nadi devisa negeri rangkaian kepulauan di tengah samudera Hindia tersebut.

Masjid Hukuru Miskiy awalnya merupakan sebuah kuil yg dikonversi menjadi masjid. Perhatikan garis sajadah di dalam masjid ini yang terpaksa di miringkan untuk menyesuaikan dengan arah kiblat yang tak segaris dengan bangunannya.

Arsitektural Masjid Hukuru Miskiiy – Maladewa

Sekilas pandang, masjid ini memang tampak sangat sederhana. Dengan bentuknya yang tak lebih dari sebuah bangunan tempat tinggal dengan atap seng gelombang warna perak. Atap masjid ini terdiri dari tiga susunan atap, mirip dengan struktur atap masjid masjid di Indonesia. Sepertinya bentuk atap seperti ini memang warisan dari bentuk bentuk kuil dimasa sebelum Islam di Maladewa.

Masjid ini terkenal dengan ukiran ukiran kayunya yang detil dan dipernis  dengan baik, ukiran kaligrafi Alqur’an serta rancangan ornamen ornamenya di bagian dalam dan luar bangunan turut memperindah bangunan masjid ini. Bahan utama pembangunanya menggunakan batu karang, letak geografis kepulauan Maladewa yang berada di tengah samudera Hindia menjadikannya lebih mudah mendapatkan batu karang daipada bahan bangunan lain nya. Batu batu karang tersebut di pahat dengan ukiran ukiran indah kaligrafi Al-Qur’an dan ornamen ornamen indah lainnya. Bermacam jenis kayu juga digunakan dalam pembuatan pintu, kusen jendela serta sisi langit langit masjid tua ini.

Di sekitar masjid ini juga terdapat pemakaman muslim berusia tua dengan batu batu nisannya yang sangat khas dalam ukuran besar. Batu nisan seperti pemakaman di sekitar masjid ini memang berukuran tak biasa bagi kita muslim Indonesia. Tinggi masing masing batu nisan itu mencapai setinggi orang dewasa. Makam disekitar masjid ini terdiri dari makam para sultan, bangsawan, ulama dan pahlawan Nasional Maladewa. Beberapa diantaranya sudah sangat kuno.

Foto Foto Masjid Hukuru Miskiy

Baru dan lama. Menara Masjid Hukuru Miskiiy yang khas, sementara dibelakangnya adalah menara masjid dan Islamic Center Maladewa, sebuah bangunan moderen yang dibangun kemudian.
Komplek makam tua di sekitar masjid Huskuru Miskiiy.