Tampilkan postingan dengan label jawa timur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jawa timur. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Oktober 2016

Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan

Aerial view Masjid Agung Sultan Kadirun atau Masjid Agung Bangkalan (foto dari IG Sirojul Umam @siumam)

Masjid Agung Bangkalan merupakan salah satu masjid bersejarah di pulau Madura khususnya di kabupaten Bangkalan, sekaligus juga merupakan salah satu masjid warisan sejarah kerajaan Islam yang pernah ada di pulau Madura. Merujuk kepada situs simas Kemenag RI, Masjid Agung Bangkalan ini pertama kali dibangun tahun 1819.

Masih merujuk kepada situs yang sama, Masjid Agung Bangkalan terdaftar di sistem informasi masjid Kemenag RI dengan nomor ID 01.2.16.26.01.000001. Lahan tempat masjid ini berdiri seluas 11.527 m2, sedangkan luas bangunannya mencapai 3000 m2 dengan daya tampung 5000 jemaah. Masjid Agung Bangkalan ini menyandang nama resmi Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan, dinisbatkan kepada nama pendirinya, meskipun lebih dikenal dengan nama Masjid Agung Bangkalan.

Masjid Agung Bangkalan
Jl. Sultan Abd. Kadirun No.5 kecamatan Bangkalan
Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur
Indonesia. Kode Pos 69115



Sejarah Masjid Agung Bangkalan

Masjid Agung Bangkalan Pertama kali dibangun oleh Sultan Raden Maulana Abdul Kadir bergelar Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II dan lebih dikenal dengan nama Sultan Kadirun. Pembangunannya dimulai dengan pemancangan pertama pada tanggal 14 Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah Sholat Jum’at. Bangunan awal masjid ini berukuran 30 m x 30 m. Sejarah perjalanan masjid ini cukup menarik, mengingat pada awalnya, masjid ini penggunaannya hanya dikhususkan bagi kerabat keraton, dan baru pada masa Sultan Kadirun, di renovasi dan diresmikan sebagai wakaf dan terbuka untuk masyarakat umum.

Raden Maulana Abdul Kadir (Sultan Kadirun), yang dikenal trengginas di medan tempur itu wafat pada hari Kamis Legi 11 Safar 1775 Rahun Jawa, atau tanggal 28 Januari 1847 Masehi. Jasad beliau disemayamkan di sebuah cungkup ukuran besar dengan konstruksi dan seni arsitektur bangunan bernuansa perpaduan Eropa (Belanda) dan Islam, di belakang Masjid Agung Bangkalan yang dibangun nya.

Di dalam Cungkup Paseran Raden Maulana Abdul Kadir juga bersemayam belasan makam sanak keluarga dan kerabat dekat beliau. Diantaranya adalah makam Pangeran Muhammad Jusuf alias Panembahan Cakra Adiningrat VII (1847-1862), makam Raden Abdul Jumali alias Pangeran Pakuningrat (1862-1879), makam Raden Mohammad Ismail alias Panembahan Cakra Adiningrat V (1862-1882) dan sanak keluarga dan kerabat lainnya.

Interior Masjid Ag ung Sultan Kadirun Bangkalan (foto dari IG @ardypurnawansani)

Renovasi, pemugaran dan perluasan Masjid Agung Bangkalan

Sejak dibangun oleh Raden Maulana Abdul Kadir, sepanjang perjalanan sejarahnya Masjid Agung Bangkalan ini telah beberapa kali dipugar. Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1899-1900 atas prakarsa Bupati Bangkalan pertama Raden Moh. Hasyim bergelar Pangeran Suryonegoro. Pemugaran berikutnya dilakukan oleh Bupati Sis Tjakraningrat di tahun 1950 setelah masjid tersebut mengalami kerusakan akibat gempa.

Di tahun 1965 Masjid tersebut sudah tidak bisa menampung jemaahnya, terutama pada waktu sholat Jum’at dan sholat led. Master plan rencana perluasan masjid terwujud di masa kepemimpinan Bupati HJ dibuat oleh ITS Surabaya. Realisasi proyek perluasan baru terlaksana pada masa pemerintahan Pejabat Bupati Soelarto pada hari Jum’at 16 Syahban 1401 H atau tanggal 19 Juni 1981 perluasan Masjid dimulai dan dilaksanakan dengan sistem bertahap (dibagi 5 tahapan).

Proyek perluasan dilanjutkan oleh bupati berikutnya, Bupati Drs. Soemarwoto, Bupati Abd. Kadir melanjutkan menyelesaikan tahapan ke IV dan ke V. Perluasan masjid pada masa ini dibantu pendanaan oleh pengusaha besar asal Kabupaten Bangkalan, Drs H Hoesein Soeropranoto, bekerja sama dengan Yayasan Ta’mirul Masjid Agung Bangkalan. Proyek tersebut menghabiskan dana lebih dari Rp. 545,5 juta Rupiah. Proyek tersebut dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1990 s/d tanggal 16 April 1991. Renovasi berikutnya dilakukan pada masa pemerintahan Bupati Bangkalan, RKH Fuad Amin,Spd.

Mimbar Berukir Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan (foto dari IG @alamsyah_nx)

Arsitektur Masjid Agung Bangkalan

Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan dibangun di pusat kota Bangkalan, di sisi barat Taman Paseban, Alun Alun Utara dan Lapangan Karapan Sapi kota Bangkalan. Lokasinya terpaut sekitar 2,3 km dari komplek kantor Bupati Bangkalan yang berada di barat Daya Alun Alun. Meski telah mengalami berkali kali renovasi bangunan utama masjid ini masih mempertahankan bentuk aslinya berupa bangunan masjid khas Indonesia dengan atap limas bertingkat tanpa kubah bundar.

Di dalam masjid kita akan menemukan jejeran pilar pilar menopang struktur atapnya yang semuanya terbuat dari kayu berukir sangat indah. Jejeran pilar ini mendominasi interior masjid, begitupun dengan kayu kayu struktur atapnya, menghadirkan suasana sejuk alami di dalam masjid. Lampu gantung berukuran besar menjuntai di bawah atap limasnya tengah ruangan masjid.

Mihrab nya berupa ceruk berlengkung terdiri dari ceruk bagian tengah sebagai ruangan imam, sedangkan mimbar khutbah ditempatkan di ceruk disebelahnya. Mimbar kayu di masjid ini berupa mimbar kayu berukir dengan beberapa undakan anak tangga tanpa podium. Bentuk mihrab masjid ini senada dengan bentuk jendela jendela masjid yang juga dibuat berlengkung di bagian atasnya.

Mihrab dan mimbar Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan (foto dari gmap)

Lantai masjid dibangun lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya. Ada jejeran tangga besar sebagai akse ke masjid masing masing terdiri dari enam anak tangga. Tangga utama di bagian depan mengarah ke jalan raya sedangkan tangga samping mengarah ke area tempat wudhu di sebelah kiri dan kanan. Bangunan utama masjid kini menjadi bangunan induk yang dikelilingi dengan bangunan tambahan berupa teras di sekeliling bangunan utama.

Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan ini juga dilengkapi dengan sepasang menara yang dibangun di halaman depan masjid di sisi kiri dan kanan. Sepasang menara ini dibangun dalam gaya campuran Turki dengan ujung atap yang runcing dan badan menara yang bundar dan ramping, dipadu dengan gaya Arabia pada bagian balkoni nya yang khas seperti balkoni menara Masjidil Haram. Dari sisi arsitektur, menara masjid ini sama sekali berbeda dengan bangunan utama masjid, karena memang dibangun di era yang berbeda dengan langgam seni bangunan yang juga berbeda. (updated 17-8-2019)***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga Masjid di Jawa Timur Lainnya


Rabu, 27 Oktober 2010

Masjid Agung Jami Malang

Masjid Agung Jami' Malang.

Mendengar nama Malang, para pencinta sepakbola di tanah air pasti akan langsung teringat dengan klub sepakbola Persema dan Arema Indonesia, klub yang disebut terahir ini adalah jawara Liga Super Idonesia musim lalu (2009-2010). Di kota nya Aremania ini terdapat masjid agung tua yang bernama Masjid Agung Jami Malang. Masjid tua yang anggun penuh kharisma, menenangkan hati siapapun yang beribadah disana.

Masjid ini dipercaya sebagai satu dari 3 masjid tua di propinsi Jawa Timur yang di anggap sebagai tempat Mustajabah, atau tempat dimana doa doa dari hamba hamba yang beriman akan dikabulkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dua masjid lain nya adalah Masjid Ampel Surabaya, Masjid Jami’ Pasuruan

Lokasi Masjid Agung Jami Malang

Masjid Agung Jami’ berada di Jalan Merdeka Barat No 3 Malang, provinsi Jawa Timur. Letaknya cukup strategis dipusat kota. di sebelah barat alun-alun pusat kota Malang. Di sebelah selatan masjid terdapat gedung Bank Mandiri (eks. Bank Bumi Daya) dan di sebelah utara terdapat bangunan kantor Asuransi Jiwasraya.

 

Sejarah Masjid Agung Jami' Malang

Malang pada awal berdirinya Masjid Agung Jami’ Malang masih bernama Masjid  Jami’ Malang. Sebagai masjid utama di Kota Malang, Masjid Agung Jami’ menjadi institusi yang amat penting dalam kehidupan umat Islam. Selain itu, masjid merupakan sarana keagamaan yang memiliki makna strategis bagi umat Islam, tidak saja dalam masalah ritual keagamaan tapi juga berkaitan dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan, sosial dan budaya dalam arti luas.

Ta'mir Masjid Agung Jami' Malang

Masjid Agung Jami’ Malang didirikan pada tahun 1890 M di atas tanah Goepernemen atau tanah negara sekitar 3.000 m2. Menurut prasasti yang ada, Masjid Agung Jami’ dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama dibangun tahun 1890 M, kemudian tahap kedua dimulai pada 15 Maret 1903, dan selesai pada 13 September 1903. Bangunan masjid ini berbentuk bujursangkar, berstruktur baja dengan atap tajug tumpang dua, dan sampai saat ini bangunan asli itu masih dipertahankan keberadaannya.

Arsitektur Masjid Agung Jami Malang

Dari bentuknya, Masjid Agung Jami’ Malang mempunyai dua gaya arsitektur, yaitu arsitektur Jawa dan Arsitektur Arab. Gaya arsitektur Jawa terlihat dari bentuk atap masjid bangunan lama yang berbentuk tajug. Sedangkan gaya arsitektur Arab terlihat dari bentuk kubah pada menara masjid dan juga konstruksi lengkung pada bidang-bidang bukaan pintu dan jendela.

Presiden SBY di Masjid Agung Jami' Malang
Pada dasarnya seluruh bagian bangunan Masjid Agung Jami’ Malang mulai batas suci adalah sakral. Hal ini tersirat dengan adanya perbedaan ketinggian lantai yang terlihat mencolok, dimana bagian lantai bangunan yang sakral kurang lebih 105 cm dari muka tanah bangunan di sekitarnya. Di bagian mihrab (tempat imam) lebih sakral lagi, hal ini tersirat dengan peninggian lantai pada bagian tersebut. Bahkan sampai sekarang di belakang mihrab masih ada beberapa makam leluhur pendiri masjid.

Bangunan Masjid ini di topang oleh empat sokoguru utama yang terbuat dari kayu jati dan 20 tiang yang bentuknya dibuat  mirip dengan 4 kolom itu, dibangun dengan penuh tirakat dan keihlasan para pendirinya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Meski Takmir Masjid Agung Jami’ Malang melakukan renovasi terhadap bangunan masjid bangunan asli masjid tetap dilestarikan.

Radio Masjid Agung Jami’ Malang,  RADIO MADINA FM 99,8

Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai pusat kegiatan dakwah dan pusat pengembangan budaya, serta juga sebagai pusat informasi sebagai upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan umat Islam, ditengah-tengah meningkatnya serangan faham sekulerisme, pendangkalan agama dari berbagai sudut yang semakin gencar dari mulai media cetak, media elektronik, kegiatan budaya, promosi kenakalan remaja melalui penggunaan narkoba, provokasi pertikaian antar massa dan lain sebagainya.

Untuk merespon serangan serangan pemikiran tersebut dengan bijaksana. Takmir masjid Agung Jami’ Malang terpanggil untuk memberikan satu alternativ informasi dan dakwah Islam dengan mendirikan Radio Madina FM 99.8 dengan harapan menjadi referensi ummat Islam di Malang Raya dan sekitarnya dalam mempelajari dan mendalami ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW.

Masjid Agung Jami’ Malang menyelenggarakan pengajian umum secara rutin berupa kuliah subuh setiap hari dan pengajian bakada Magrib yang isi oleh para kyai kyai ternama kota Malang. Kegiatan remaja masjid di Masjid Agung Jami’ Malang ini juga cukup semarak.

Sumur Artesis Masjid Agung Jami’ Malang

Fasad Masjid Agung
Jami' Malang
Untuk penyediaan air bersih bagi semua aktivitas masjid, takmir masjid Agung Malang sudah membangun sebuah sumur bor artesis sedalam 205 meter. Sumur artesis tersebut sudah mengeluarkan air sendiri meski tanpa menggunakan pompa dengan debit mencapai 15 liter per detik. Berdasarkan hasil uji oleh PDAM kota Malang, air dari sumur artesis ini memenuhi syarat untuk langsung diminum. Air itu mengandung alkalinitas (Ph) 273.31, kandungan total dissolved water (TDS) mendekati kandungan TDS air zam-zam. TDS air artesis masjid jami sebesar 437 sedangkan air zam-zam 430 TDS.

Pengeboran sumur mulai dilakukan hari Rabu, 27 Januari 2010M /11 Muharram 1431H. Dengan dana sebesar Rp 150 juta ditanggung sepenuhnya oleh seorang dermawan.  Dan air dari sumur artesis tersebut baru keluar dengan sendirinya tanpa pompa di hari ke 41 pekerjaan pengeboran, hari Rabu, 10 Maret 2010M / 24 Rabiul Awwal 1431H Sekitar jam 23.00 WIB justru di saat tidak ada lagi pekerjaan pengeboran.***

Masjid Agung Jami' Malang Tahun 1910
Masjid Agung Jami' Malang Tahun 1914
Masjid Agung Jami' Malang Feb 1948
Masjid Agung Jami' Malang Tahun 1950
Masjid Agung Jami' Malang, Dulu dan Kini
Dipangang dari alun alun

----------------