Tampilkan postingan dengan label masjid di jakarta pusat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label masjid di jakarta pusat. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Januari 2017

Masjid Jami' Matraman Jakarta Pusat

Masjid Jami' Matraman, Salah satu masjid tertua di Jakarta, sekaligus Masjid Agung Pertama di Jakarta, dibangun pertama kali oleh bala tentara Mataram saat menyerbu VOC Belanda di Batavia.

Masjid Jami' Mataraman di Jakarta Pusat dulunya merupakan perkampungan pasukan Mataram yang memutuskan untuk tidak kembali ke Mataram paska dua kali penyerbuan mereka yang tak berjaya terhadap Belanda di Batavia di tahun 1648 dan 1649 dan kemudian menetap di wilayah tersebut. Nama Matraman untuk wilayah ini disinyalir berawal dari kata Mataraman yang kemudian berubah menjadi Matraman seperti yang dikenal saat ini. Keturunan dari anggota pasukan Mataram ini yang dikemudian hari membangun masjid ini sebagai tempat beribadah mereka.

Masjdi Jami’ Matraman bukanlah satu satu nya masjid tua di Jakarta yang berkaitan dengan anggota pasukan Mataram, selain masjid ini sebelumnya telah berdiri Masjid Al-Ma’mur di Tanah Abang dibangun tahun 1704 atau sekitar 133 tahun lebih dulu dari Masjid Jami Matraman dan Masjid Jami’ Al-Mansyur di Kampung Sawah Lio Jembatan Lima dibangun tahun 1717 atau 120 tahun lebih dulu dari Masjid Jami’ Matraman.yang juga sama sama dibangun oleh para keturunan Pasukan Mataram yang menetap di sekitar Batavia.


Beberapa bagian dari masjid ini masih dipertahankan keasliannya hingga kini

Dibangun oleh Tentara Kerajaan Mataram

Masjid Jami Matraman memang tak lepas dari aktivitas bekas pasukan Sultan Agung dari Mataram yang menetap di Batavia. Nama wilayah Matraman pun disinyalir karena dahulunya merupakan tempat perkumpulan bekas pasukan Mataram. Untuk menjalankan aktivitas keagamaan bekas pasukan Mataram mendirikan sebuah Masjid di kawasan tersebut. Masjid Jami’ Matraman semula merupakan gubuk kecil tempat pasukan Sultan Agung menjalankan sholat. Terletak di bekas kandang burung milik Belanda yang digunakan oleh orang Mataram sebagai pos komando panglima Mataraman.

Pada tahun 1837 dua orang generasi baru keturunan Mataram yang lahir di Batavia, H. Mursalun dan Bustanul Arifin (keturunan Sunan Kalijaga) memelopori pembangunan kembali tempat ibadah itu. Setelah selesai pembangunannya, dahulu masjid ini diberi nama Masjid Jami' Mataraman Dalem. Yang artinya masjid milik para abdi dalem (pengikut) kerajaan Mataram. Dipilihnya nama itu dimaksudkan sebagai penguat identitas bahwa masjid itu didirikan oleh masyarakat yang berasal dari Mataram. Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan dialek, nama Masjid Mataram pun berubah nama menjadi Masjid Jami Matraman.

Masjid Jami Matraman
Jl. Matraman Masjid 1, Pegangsaan, Menteng
Jakarta Pusat 10320 - INDONESIA



Penggunaan masjid secara resmi dikukuhkan oleh Pangeran Jonet dari Kasultanan Yogyakarta, yang merupakan keturunan langsung dari Pangeran Diponegoro. Sholat Jum'at pertama di Masjid Jami Matraman itu juga dipimpin sendiri oleh Pangeran Jonet. Sejak itu hingga masa-masa pergerakan, Masjid Jami Matraman diramaikan oleh berbagai aktivitas keagamaan. Karena letaknya yang berdekatan dengan kantong-kantong pergerakan pemuda-daerah Pegangsaan dan Kramat, masjid ini sempat juga dicurigai sebagai tempat memupuk gerakan anti kolonialisme.
Di samping menyisakan sejarah bekas pasukan Sultan Agung Mataram, sejarah lain dari Masjid Jami Matraman juga pernah dijadikan tempat pertemuan para pejuang. Bahkan, mantan Presiden Soekarno kala masa perjuangan, menjadikan masjid itu sebagai tempat perkumpulan untuk mengadakan rapat dan menyusun strategi malawan kolonialisme.

Dibangun lagi oleh warga Matraman

Bangunan masjid masih berupa tumpukan batu batako Kemudian dibangun lagi oleh sekelompok warga Matraman yang diketuai orang Ambon yang bernama Nyai Patiloy (1930). H. Agus Salim juga pernah menjadi ketua pembangunan masjid ini. Belanda tidak setuju dengan pembangunan masjid yang berada di pinggir jalan dan memerintahkan supaya dibangun lebih ke dalam. Mereka berjanji akan membantu biaya sebesar 10.000 gulden.

Usul dari Belanda ini mendapat pertentangan dari pengurus pembangunan masjid bahkan sampai dipermasalahkan pada sidang Gemeenteraad. Masjid ini juga pernah mendapat bantuan dari Saudi Arabia (1940). Moh. Hatta, Bapak Proklamasi RI, dulu setiap Jumat selalu bersembahyang di masjid Jami Matraman dan di akhir hayatnya juga disembahyangkan di mesjid ini. Masjid Jami Matraman pertama kali dipugar pada tahun 1955-1960 dan dilanjutkan pada tahun 1977.


Interior Masjid Jami Matraman. Gambar sebelah kanan atas adalah kalender antik yang merupakan salah satu pernik bersejarah di masjid ini.

Kuburan tua Di Masjid Matraman

Di dalam Masjid Jami ini masih tersimpan kalender yang terbuat dari kayu bertuliskan  bahasa Arab dan hurup nasional. Kalender ini konon biasa digunakan oleh orang Mataram untuk mengetahui hari dan sampai sekarang pun masih digunakan sebagai ciri khas dari Masjid Jami matraman. Di depan masjid terdapat dua makam milik tentara Mataram. Konon, kedua makam itu adalah Wanandari dan Wandansari. Namun masih simpangsiur apakah makam itu ada di situ sebelum dibangun masjid atau setelah masjid itu ada. Beberapa pihak yang mengetahui keberadaan makam tua itu, tak jarang menziarahi makam tersebut.

Salah satu Masjid Tua Jakarta

Hingga saat ini, Masjid Jami Matraman yang berada di Jalan Matraman, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat ini, merupakan salah satu Masjid tertua dan bersejarah di Jakarta yang masih terjaga keasliaannya. Meskipun sejauh ini ada pemugaran pada beberapa bagian gedung yang rusak. Termasuk menambah luad bangunan menjadi 2 lantai, untuk keperluan pendidikan Islam

Keaslian Masjid Jami Matraman masih terlihat dari bagian depan gedung masjid yang belum pernah direnovasi. Pada jaman dahulu masjid itu merupakan masjid paling bagus di kawasan tersebut, dengan perpaduan gaya arsitektur masjid dari Timur Tengah dan India. Jika dilihat dari depan akan nampak bangunan seperti benteng dan pada dinding tembok mimbarnya dipenuhi dengan tulisan kaligrafi serta terlihat pula bentuk kubah bundar.

Arsitektural

Melihat tampilan arsitekturnya, Masjid Jami Matraman dipengaruhi oleh gaya dari Mekah dan India. Sebagai seorang yang menyandang gelar haji pada masanya, H. Mursalun terkagum-kagum dengan bangunan Masjidil Haram dan Taj Mahal. Dua ciri kuat dari arsitektur kedua masjid itu adalah, bentuk beranda yang menggunakan pilar-pilar tipis dengan profil melengkung-lengkung diantaranya. Lalu bentuk kubah yang bulat bundar serta menara disamping masjid. Hal inilah yang juga kelihatannya diterapkan pada Masjid Jami Matraman.***

Minggu, 11 Desember 2016

Masjid Istiqlal Jakarta

Megah di belantara kota Jakarta, Masjid Istiqlal, Sejak berdiri hingga kini bertahan dengan rekor nya sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara dan salah satu masjid terbesar di dunia.

Masjid Istiqlal di Jakarta adalah ‘Masjid Negara’ Republik Indonesia, dibangun oleh orang orang besar bagi penduduk muslim di sebuah negara besar dan sejak diresmikan hingga hari ini senantiasa dikunjungi oleh orang orang besar dari berbagai negara, salah satu landmark ibukota negara, kebanggaan muslim Indonesia, dan masih memegang rekor sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid Istiqlal juga merupakan simbol toleransi beragama di Indonesia, para pendiri negara dengan sengaja membangun Masjid Istiqlal berseberangan dengan Katedral, dan juga rancangan masjid Istiqlal dibuat oleh arsitek Frederich Silaban yang beragama Kristen Protestan.

Kata ISTIQLAL di ambil dari bahasa arab yang berarti MERDEKA. Penamaan masjid nasional ini dengan nama Istiqlal merupakan satu bentuk rasa syukur kepada Allah S.W.T atas anugerah kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Nama Istiqlal kemudian juga menjadi nama Masjid Indonesia di Sarajevo, ibukota Bosnia & Herzegovina, yang dibangun dari sumbangan muslim Indonesia sebagai hadiah bagi muslim Bosnia & Herzegovina yang baru saja merdeka dari penindasan berdarah oleh etnis Serbia.

Lokasi Masjid Istiqlal - Jakarta

Masjid Istiqlal Jakarta
Jl. Taman Wijayakusuma
Jakarta – Indonesia



Masjid Istiqlal berada di sebelah timur kawasan Tugu Monumen Nasional (Tugu Monas). Berdiri dibekas Taman Wilhelmina, yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Tata letak seperti ini sama halnya dengan tata letak pusat pusat pemerintahan kesultanan kesultanan masa lalu di pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya di Nusantara bahwa masjid selalu berdekatan dengan kraton / Istana. Pemilihan lokasi ini merupakan ide dari Bung Karno, disepakati oleh Bung Hatta dan Panita pembangunan masjid Istiqlal.

Fakta bahwa Masjid Istiqlal dibangun di kawasan bekas Taman Wihelmina kota Batavia mempertegas makna “Merdeka” pada nama masjid nasional ini. Taman Wihelmina merupakan salah satu bentuk hegemoni kekuasaan kolonial Belanda di Batavia dan dinamai sesuai dengan nama Ratu Kerajaan Belanda. Nama Taman Wihelmina kemudian diganti Taman Wijaya Kusuma, Taman “Bunga Kejayaan” dan ditengahnya berdiri megah Masjid Istiqlal, “Masjid Merdeka”. Jakarta.

Sejarah Masjid Istiqlal – Jakarta

Ide Pembangunan Masjid Istiqlal

Ide pembangunan masjid Istiqlal tercetus empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama RI dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.

Masjid Istiqlal pada saat sedang dibangun, terlihat di latar belakang pemandangan kota Jakarta yang masih sepi dari gedung gedung jangkung. 

Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.

Pembentukan Panitia

Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal, meskipun beliau terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.

Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.

Simbol toleransi dan Bhineka Tunggal Ika. Masjid Istiqlal berseberangan dengan Katedral Jakarta.

Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Pebruari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.

Penentuan Lokasi

Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir.H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.

Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid selalu berdekatan dengan kraton.

Taman Wihelmina kota Batavia, kini berubah menjadi Taman Wijaya Kusuma yang merupakan kawasan Masjid Istiqlal Jakarta.

Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi. Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina bekas benteng Belanda.

Sayembara Rancangan Masjid Istiqlal

Dewan Juri sayembara maket Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.

Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.

Di dalam Masjid Istiqlal

Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:

Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi KETUHANAN
Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi ISTIGFAR
Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi SALAM
Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi ILHAM
Pemenang Kelima : adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi KHATULISTIWA dan NV. Associatie dengan sandi LIMA ARAB

Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.

Pemasangan Tiang Pancang

Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan ummat Islam. Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan. Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif.

Masjid Istiqlal terdiri dari bangunan utama, dua plataran tengah dan satu menara 

Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.

Peresmian Masjid Istiqlal

Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (Tujuh Milyar Rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua juta Dollar AS).

Lembaga lembaga di bawah Masjid Istiqlal

KBIH Intiqlal semula bernama KBIH Kostiq didirikan tahun 2002 oleh Yayasan Kostiq Istiqlal. Pada tahun 2003 dilaksanakan peremajaan pengurus yang efektif melakukan kegiatannya mulai tahun 2004, dapat menerima pendaftaran dan melakukan bimbingan manasik haji. KBIH didirikan dengan niat yang ikhlas semata-mata untuk menyiarkan Agama Islam, dengan membantu memberikan kemudahan bagi calon Haji untuk menjadi haji yang mabrur. Pusat kegiatan KBIH Istiqlal baik pelayanan administrasi maupun pelayanan bimbingan manasik kepada jamaah calon haji baik secara teori maupun praktek, berlokasi di Masjid Istiqlal.*** (dari  berbagai sumber)


Jumat, 15 April 2016

Masjid Jendral Sudirman WTC Jakarta

Tak mirip masjid. Bangunan masjid Jendral Sudirman ini memang sama sekali tidak mirip bangunan masjid seperti yang biasa sudah kita kenal.

Kawasan bisnis supersibuk Jakarta dan juga salah satu pusat bisnis dunia, World Trade Center kini memiliki satu satunya masjid yang berada di ruas Jalan Jendral Sudirman Jakarta. Masjid ini juga menjadi masjid besar pertama yang berdiri di kawasan bisnis dan perkantoran di pusat kota Jakarta yang dibangun dan dimiliki oleh pihak swasta. Kehadirannya memang sudah lama ditunggu tunggu. Sudah direncakan sejak lama, peletakan batu pertama pembangunannya sudah dilaksanakan pada tahun 2012, mulai dibangun tahun 2014 dan diresmikan pada tahun 2015.

Arsitektur bangunannya dirancang sedemikian rupa sehingga senada dengan gedung gedung superjangkung yang berdiri disekitarnya. Tak Ada kubah besar atau manara ramping yang tinggi menjulang dengan dengan bentuk bundar ditambah kubah di ujungnya. Bangunan Masjid Jendral Sudirman ini mengadopsi bentuk bentuk kubus  dengan konsep terbuka untuk memberikan pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik ke semua area di semua lantai masjid dari basement hingga ke lantai empat.

Alamat Masjid Jendral Sudirman

Komplek World Trade Center
Jl. Jend. Sudirman Kav.29-31, Jakarta
Telp/Fax : (021) 5790 7788



Diantara gedung gedung pencakar langit dan hingat binger keseharian pusat bisnis dunia di kawasan World Trade Center Jakarta, berdiri satu satunya Masjid yang berada di Jalan Jendral Sudirman Jakarta, sekaligus sebagai Masjid terbesar yang dibangun oleh pihak swasta. Masjid tersebut bernama Masjid Jendral Sudirman. Hadirnya masjid ini seperti oase menyegarkan bagi mereka yang sehari hari beraktivitas disekitar daerah tersebut yang selama sekian tahun belakangan harus rela berhimpitan di mushola mushola kecil di basement gedung untuk menunaikan sholat.

Sejarah Masjid Jendral Sudirman

Berdirinya Masjid Jendral Sudirman di Pusat ekonomi dunia ini setelah melalui sebuah perjalanan panjang dari para pemrakarsanya sampai ahirnya masjid ini berdiri. Berawal dari sebuah mushola di basement Gedung Wisma Metropolitan 1 serta beberapa mushala-mushala kecil lainnya yang tersebar di pelbagai gedung di sekitarnya, impian untuk sebuah masjid besar sebagai sentral aktivitas ummat mencuat.

Empat Lantai dengan rancangan modern namun tetap saja terlihat mungil dari gedung sekitarnya.

Mushala di basement itu hanya berkapasitas 1000 lebih dan tidak mampu menampung jamaah Jum’at yang membludak. ratusan orang terpaksa berdiri, sampai keluar basement. Hingga PT Jakarta Land, pengelola WTC, pun membuatkan tenda-tenda sementara setiap Jum’at. Ketua Pengurus Harian Masjid Jenderal Sudirman sekarang, Muhammad Iskandar Umar, yang saat itu aktif sebagai Ketua Badan Dakwah Islamiyah (BDI) TOTAL E&P Indonesie bersama kawan-kawan sepemikiran dari PermataBank, dibentuk Forum Silaturrahim sebagai wadah bertukar pikiran antara organisasi keislaman di tiap perusahaan seperti Badan Dakwah Islmiyah (BDI), Kerohanian Islam (ROHIS), Kelompok Studi Islam (KSI) dan membentuk Yayasan Masjid Raya Metropolitan,

Yayasan Masjid Raya Metropolitan dengan para tokoh seperti Try Sutrisno,  Hoesein Soeropranoto, Fuad Bawazier, Ismail Sofyan, selalu mendorong dan berjuang agar pembangunan Masjid disegerakan. Pada tanggal 23 Desember 2012 dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Raya Wisma Metropolitan yang dilakukan oleh Nasruddin Umar selaku Wamen Agama waktu itu bersama dengan Jend. Purn. Try Sutrisno sebagai Pembina Yayasan dan Murdaya Poo (Owner PT. Jakarta Land).

Fasad masjid Jendral Sudirman dan pintu masuk utama

Bulan Agustus dan Oktober tahun 2013, diselenggarakan pertemuan Senior Manajemen gabungan seluruh tenant di WTC dengan pimpinan PT Jakarta Land yang menyampaikan akan segera membangun Masjid di kompleks WTC. Dan mulailah dibangun pada bulan april 2014 oleh PT Jakarta Land dan diresmikan oleh Basuki Tjahya Purnama Selaku Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 27 Februari 2015, bersama dengan Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno selaku ketua Pembina Masjid Jenderal Sudirman, Walikota Jakarta Selatan Syamsuddin Noor, Tokoh Agama hingga Dubes negara sahabat.

Pembiayaan Pembangunan Masjid

Pembangunan masjid dibiayai penuh oleh pengembang (PT Jakarta Land ) sebagai kewajiban untuk memenuhi fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum), nilai lahan dan bangunan sekitar Rp 120 miliar. Dibangun di atas lahan seluas 1.336 meter persegi dengan luas bangunan 2.200 m2, terdiri dari empat lantai, mampu menampung 2500 Jemaah.

Satu satunya ciri dari kejauhan yang mungkin terlihat bahwa bangunan ini masjid adalah adanya lambang bulan sabit diatas menaranya yang juga berbentuk persegi sama seperti bangunan utama masjidnya.

Nama Masjid Jenderal Sudirman diberikan oleh Pembina Yayasan, karena ingin seperti semangat Sudirman, seorang syuhada muslim, dan menjadi lokomotif umat. Dalam skala pusat bisnis di Sudirman, untuk menjadi pusat kajian ekonomi syariah sekaligus implementasinya dalam amal sosial nyata. PT Jakarta Land mengurus fisik masjid dengan baik. Standar Masjid sama dengan standar gedung. Baik keamanan maupun kebersihannya, bukan tak mungkin Masjid ini akan menjadi masjid percontohan, bahkan menjadi rujukan, seperti visi Masjid ini

Arsitektur Masjid Jendral Sudirman

Masjid Jenderal Sudirman didesain dengan konsep modern minimalis, bergaya kontemporer dengan lebih menonjolkan sudut dan kotak. Juga memasukkan unsur adat Betawi. dindingnya dibuat transparan sehingga memungkinkan cahaya masuk ke dalam ruangan. Eksteriornya dihiasi ornamen-ornamen geometris yang melambangkan keteraturan alam semesta. Sebagaimana Allah Ta’ala telah mengatur alam semesta ini dengan sempurna, demikian pula seharusnya ummat manusia ikut dengan aturan Allah agar hidupnya bahagia di dunia dan akhirat.

Ruang utama 

Bagian luar masjid juga ditanami dengan rerumputan dan pohon-pohon palem. Setiap hari pepohonan tersebut dirawat oleh tim pertamanan dari Jakarta Land sebagai pengelola komplek World Trade Centre Jakarta. Ruang dalam masjid Jenderal Sudirman dilengkapi dengan kipas angin dan jendela-jendela yang lebar, yang memungkinkan sirkulasi udara berjalan dengan baik. Sebuah lampu gantung ukuran besar menjuntai dari atap masjid tengah tengah ruang sholat menambah keindahan interior masjid ini.

Pada pelaksanaan ibadah sholat Jum’at, empat lantai yang ada terisi penuh dengan jama’ah. Bahkan jama’ah meluber hingga ke teras. Sedangkan pada pelaksanaan sholat rawatib, jama’ah yang hadir memenuhi hingga hampir tiga perempat lantai 1. Adapun jama’ah wanita ditempatkan di lantai 2.

Pengurus Masjid Jendral Sudirman

dari lantai empat

Kepengurusan Masjid Jendral Sudirman ini bertabur bintang, alias di isi oleh para tokoh tokoh masyarkat sipil maupun militer. kepengurusan terdiri dari Dewan Pendiri, Dewan Pembina dan pengurus harian. Di jajaran dewan pendiri dan dewan Pembina diketuai oleh Mantan Presiden RI, Jendral (purn) Try Sutrisno dan tokoh tokoh nasional lainnya.

Pendiri : Gubernur DKI Jakarta (ex officio) | Try Sutrisno | Nasaruddin Umar | Hoesein Soeropranoto | Fuad Bawazier | Ismail Sofyan | KH. Moehammad Zain | Pudjojoko
PT Jakarta land

Ngaso, ba'da sholat Jum'at

Dewan Pembina : Try Sutrisno (ketua) | Ibu Sylviana Murni | Walikota Jaksel (ex officio) | Hoesein Soeropranoto | Fuad Bawazier | Ismail Sofyan | Musyanif | Alex Sarmada | Judy Bandoro | Slamet Supriadi | M. Riza Deliansyah.

Pengurus Harian diketuai oleh M.Iskandar Umar membawahi berbagai bidang kerja. Selain itu dalam kepengurusan Masjid Jendral Sudirman ini juga di isi oleh para perwakilan dari tenant tenant besar yang berkantor di World Trade Center Jakarta, tempat dimana Masjid Jendral Sudirman ini berada.***

Minggu, 15 April 2012

Masjid Said Naum, Jakarta

Masjid Said Naum Kebon Kacang,  Jakarta Pusat.

Masjid Said Naum dibangun di atas bekas lahan pekuburan, wakaf dari Almarhum Said Naum. Pembangunan masjid ini atas gagasan dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Masjid dengan rancangan eksentrik ini dirancang oleh Atelier Enam Architects and Planners / Adhi Moersid. Masjid Said Naum dikelola oleh Pemerintah DKI Jakarta dan Yayasan Saïd Naum selesai dibangun tahun 1977 diatas lahan seluas 15'000 m².

Said Naum atau Syekh Said Naum adalah seorang Kapitan Arab pertama untuk wilayah Pekojan dimasa kolonial Belanda berkuasa di Batavia di awal abad ke 19. Beliau juga saudagar muslim kaya raya dari Palembang yang memiliki armada kapal dagang sendiri. Di tahun 1883 Syekh Said Naum mendanai perbaikan dan perluasan Masjid Langgar Tinggi Pekojan yang masih berdiri kokoh hingga kini, dan mewakafkan salah satu lahan tanah miliknya untuk digunakan sebagai lahan pemakaman umum yang kini berubah menjadi rumah rumah susun dan Masjid Said Naum.

Lokasi Masjid Said Naum

Masjid Said Naum
Kebon Kacang 9 No. 25, Kelurahan Kebon Kacang
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat
DKI Jakarta 10240 - Indonesia


Sejarah Masjid Said Naum

Pembangunan Masjid Said Naum ini disayembarakan oleh pemda DKI pada tahun 1975 untuk mendapatkan rancangan yang iinginkan. Sayembara itu kemudian dimemenangkan oleh Atelier Enam Architects and Planners / Adhi Moersid.yang berhasil membuat rancangan yang memapu memenuhi kriteria utama nya yang harus merepresentasikan karakter arsitektur tradisional dan cocok dengan lingkungan sekitar dan menggunakan material local. Atas alasan itu pulalah bangunan masjid yang selesai pembangunannya tahun 1977 ini mendapatkan penghargaan honourable Mentiion dari Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1986.

Lahan yang kini menjadi lahan Masjid Said Naum pada awalnya adalah lahan pemakaman umum wakaf dari Syekh Said Naum di awal abad ke 19. Gubernur DKI (kala itu) Ali Sadikin berencana memindahkan pemakaman umum tersebut untuk kemudian membangun komplek rumah susun di sana, mengingat lokasinya yang sudah tidak sesuai lagi bagi peruntukan pemakaman umum. Rencana tersebut tak pelak lagi mendapat tentangan dan protes dari masyarakat  luas.

interior Masjid Said Naum
Sebagian ulama mengharamkan proses ‘penggusuran makam’ sebagian lagi membolehkan dengan beberapa persyaratan, termasuk di dalamnya untuk tetap memanfaatkan lahan tersebut bagi kepentingan kemaslahatan ummat Islam agar amal jariah bagi yang mewakafkan tanah tersebut tetap mengalir. Ahli waris yang anggota keluarganya dimakamkan di areal ini sempat melayangkan gugatan ke dua pengadilan negeri Jakarta sekaligus di tahun 1975 namun semua gugatan tersebut kandas dan proses pembongkaran makam tetap dijalankan dibawah kawalan pasukan polisi dan tentara.

Setelah musyawarah panjang antara pemerintah DKI Jakarta dengan para tokoh masyarakat dan alim ulama disepakati bahwa di lahan bekas pekaman umum tersebut juga akan dibangun sarana ibadah berupa Masjid dan madrasah yang pembangunan serta pengelolaannya berada di bawah kendali para tokoh masyarakat dan ulama bersama pemerintah DKI Jakarta. Selain itu untuk menjamin bahwa masjid dan madrasah tersebut berkekuatan hukum tetap dan tidak akan diambil alih pemerintah di kemudian hari maka dibentuk Yayasan Wakaf Said Naum yang akan mengelola masjid dan seluruh fasilitasnya. Kontroversi dan protes masyarakat-pun berahir.

Masjid Said Naum diresmikan penggunaannya oleh Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud pada tahun 1975. Proses pembangunan masjid Said Naum dibiayai oleh Pemprov DKI Jakarta dan sebagai konsekwensinya Pemprov berhak membangun rumah susun di sebagian tanah wakaf tersebut. Masjid Said Naum juga dilengkapi dengan bangunan sekolah mulai dari Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).Selain itu Meskipun begitu pemprov DKI tidak memberikan dana operasional bagi penyelenggaraan Masjid Said Naum. Sejak diresmikan penggunaannya hingga saat ini biaya pengelolaan masjid di dapatkan dari jemaah masjid dan dari pengelolaan parkir dari lahannya yang cukup luas.

arsitektural indonesia asli dengan atap limas bersusun di olah sedemikian rupa oleh perancang masjid dengan memutar atap puncak masjid menghadirkan bentuk baru tanpa menghilangkan bentuk tradisionalnya.


Arsitektural Masjid Said Naum

Rancangan Masjid Said Naum ini dapat disebut sebagai suatu rancangan yang sangat berhasil dalam upaya menghadirkan kosa bentuk masjid tradisional Jawa ke dalam ungkapan ungkapan modern Masjid yang dirancang arsitek Adhi Moersid dan tim ini jelas memperlihatkan usaha serius mengakomodasi dua kepentingan berbeda yaitu merepresentasikan karakter arsitektur lokal/tradisional dengan pendekatan modern.

Menurut catatan tertulis dari sang arsitek, pada waktu menggarap rancangan ini sebenarnya tidak ada pretensi mengupas kemudian merumuskan bagaimana tradisi dan unsur arsitektur tradisional dapat dimasukkan kedalam rancanngan dengan mengikuti aturan atau teori tertentu. Namun yang dicoba dilakukan adalah mencarikan landasan untuk memberikan makna pada ungkapan arsitekturnya baik yang terasa maupun yang tidak terasa.

Bentuk baru dari atap masjid tradisional Indonesia pada masjid Said Naum, bentuk baru dari stok lama.


Salah satu landasan perancangan adalah keyakinan bahwa islam merupakan ajaran atau ideology yang kemanapun ia datang tidak secara langsung membawa atau memberikan bentuk budaya berupa fisik. Dimana pun islam datang ia siap memakai berbagai bentuk local/tradisional untuk dijadikan identitas fisiknya. Dari sini kita menemukan banyak bangunan bangunan tradisional yyang dengan mudah dapat berubah fungsinya menjadi masjid diberbagai masyarakat yang telah memeluk agama Islam.

Arsitektur islam dapat juga dinyatakan sebagai manifestasi fisik dari adaptasi yang harmonis antara ajaran Islam dengan bentuk bentuk local. Oleh karena itu arsitektur islam bisa amat kaya akan ragam dan jenisnya sebagaimana yang diungkapkan arsitek muslim turki Dogan Kuban bahwa tidak ada homogenitas dan kesatuan dalam bentuk dari apa yang disebut arsitektur Islam. Konsep inilah yang dipakai sanga arsitek sebagai focus sentral dalam mendisain masjid bernuansa modern diatas tanah wakaf warga keturunan mesir bernama Said Naum.

sinar matahari menerobos masuk
dari celah antara atap puncak 
dengan atap di bawahnya.
Dari segi bentuk, gubahan pertama yang menarik perhatian adalah design atap masjid. Karena arsitektur atap merupakan salah satu cirri menonjol dalam arsitektur tradisional di Indonesia/Jawa, dapatlah dimengerti jika design ini mencoba mengambil kembali karakteristik atap masjid tradisional namun direvitalisasi.

Penampilan masjid di dominasi atap yang mencoba menggubah kembali atap tumpang atau meru tradisional yang sering ditampilkan dalam bangunan sacral di Jawa atau Bali ke dalam perwujudan baru (sumber : masjid 2000org/N Luthfi). Berbeda pada bangunan tradisional, bagian atas diputas 90 derajad dari bentuk massa bangunan masjidnya hal ini jelas memperlihatkan uusaha menarik dalam menampilkan gagasan baru untuk merevitalisasi bentuk atap local/tradisional tersebut. Bentuk seperti itu tampaknya berkembang lebih lanjut kemudian hari pada bangunan masjid masjid modern ainnya di Indonesia seperti Masjid Al-Markaz Al-Islami di Makasar dan masjid Pusdai (Islamic Center) di Bandung.

bentuk atap tersebut sebenarnya juga memperlihatkan kesamaan profil dengan tipe atap tumpang dengan saka guru ditengah ruang sholat untuk menyangga atap kedua maupun ketiganya. Namun empat saka guru tersebut di dalam rancangan ini dihilangkan agar di dapat pandangan secara jelas kea rah mihrab dan tersedia ruang tempat shalat dengan bebas.

ketiadaan 4 sokoguru di tengah
masjid sebagai penyanggah atap
menghadirkan ruang yang lebih
lega di dalam masjid.
Konsekwensi penghilangan kolom kolom saka guru di tengah tengan ruangan tersebut adalah diperlukannya struktur bentang cukup lebar. Tampaknya pilihan struktur rangka baja telah dipakai untuk menggantikan struktur kayu yang biasa pada masjid tradisional. Namun yang sangat menarik disini adalah dikembangkannya kembali konsep system atap lama pada struktur atap yang rigid sebagai self bearing structure untuk menutup ruang dengan bentang lebar. Design ini dengan jelas memeragakan pemanfaatan teknologi yang di adaptasikan dengan tradisi lokal.

Pencahayaan alami yang masuk ke ruang sholat memberi suasana nyama bagi setiap pengguna. Sementara pada bagian atas terlihat balok struktur rangka atap yang menjadi self bearing structure dari system atap tradisional yang si ekspose.

Yang juga terlihat sangat menonjol dalam rancangan masjid yang berdenah segi empat simetris ini adalah kenyamanan ruang ruangnya, yang terjadi sebab adanya bukaan di semua sisi dindingnya sehingga tercapai penghawaan silang dengan baik. Disetiap sisi dinding masjid terdapat lima jendela kayu lengkung yang lebar dengan beberapa diantaranya dipakai sebagai pintu. Uniknya bukaan bukaan ini tidak menggunaan daun jendela/pintu tetapi deretan kayu berukir/berulir berjarak tertentu dengan arah vertical yang mengisi luas jendela tersebut. model jendela seperti ini mengingatkan kepada rumah rumah tradisional betawi maupun masjid masjid lama di ajakarta yang dibangun sejak abad ke 18.

Bukaan tanpa daun jendela pada 
setiap sisi bangunan seperti ini 
menjadikan angin bebas bertiup 
ke dalam masjid (kompas4/11/01)
Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti ini menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan sehingga tercapai penghawaan silang. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci kenyamanaan karena mengadaptasi kondisi iklim lokal (sumber masjid2000/N.luthfi).

Penggunaan sirkulasi yang mudah dan jelas juga memberi kenyamaan tersendiri dari bangunan berkarakter public ini. selain itu penggunaan bentuk atap juga sangat cocok untuk bangunan yang memiliki curah hujan tinggi bajkan adanya selasar yang lebar pada semua sisi yang dapat melindungi ruang dalam / interior dari hujan dan silai akibat panas matahari luar semakin menambah kenyamanan ruang ruang masjid.

Pencahayaan alami yang dramatis dan sayup sayup lembut yang memasuki ruangan sholat baik dari samping maupun dari lubang cahaya dari pertemuan bidang miring atap yang diputar dengan atap dibawahnya sangatlah mendukund suasana kekhusu’an  sementara lampu di tengah langit langit atap sangat serasi dengan geometri yang memberikan cahaya iluminasi bagaimanapun efek pencahayaan ini memberikan kenyamanan sangat bagi setiap pengguna ketika berada di dalam masjid.

Area luar bangunanan dirancang dengan berbagai leveldengan tanaman berbeda pada masing masing tempat. Pepohonan disekeliling batas dan sebagai pengisi antar baris paving lantai menyediakan baangan dan atmosfir yang relative sejuk yang mengalir secara silang kedalam bangunan.tata letak bangunan dan penataan lanskap tersebut jelas hendak menjadikan area yang tenang, sejuk dan damai bagai oase ditengah hiruk pikuk area urban kota Jakarta. Ini menunjukkan desain bangunan yang sangat adaptif dengan iklim local.

Masjid Said Naum dan rindangnya pepohonan di area parkirnya.

Dengan demikian baik penampilan masjid dalam ruang dan bentuk tata letak dan penataan lanskap tampaknya sangat mendekati ideal. Kehadirannya begitu nyaman bagi kegiatan ritual ibadah seperti sholat, I’tikaf (berdiam diri dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah) perenungan hingga muhasabah (mengevaluasi diri).

Ini semua tidak lepas dari kuatnya ungkapan ungkpan karakter local atau lokalitas dalam rancangan masjid baik secara keseluruhan maupun detail detailnya. Ungkapan lokalitas memang banyak di olah dan menjadi cirri penting dalam rancangan masjid modern ini. bahkan materialnya menunjukkan material lokal kecuali bahan bahan baja untuk struktur atap. ini yang tampaknya patut menjadi contoh dan perlu dikembangkan perancang/arsitek untuk bangunan masjid khususnya dan bangunan lain pada umumnya di negeri kita tercinta, Indonesia.***

Sabtu, 16 April 2011

Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta

Gerbang Utama Masjid Agung Sunda Kelapa

Apa yang terbayang dibenak anda bila mendengar kata “kawasan menteng Jakarta” ?. Kawasan elite ?, mewah ? atau bahkan supermewah ?, atau mungkin tak terjangkau saking mahalnya ? atau mungkin anda akan langsung menghubungkannya dengan Mr. Obama ?. Baiklah apapun itu, itu semua tergantung cara pandang kita masing masing, kali ini saya tidak sedang membicarakan kawasan mentengnya, tapi masjid terbesar di kawasan elit tersebut, Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK).

Masjid Agung Sunga Kelapa (MASK) merupakan masjid besar pertama di Kawasan Menteng dan masjid juga pertama yang menerapkan perpaduan antara ibadah, perekonomian, dan pendidikan sekaligus, terinspirasi oleh fungsi masjid yang dikembangkan pada zaman Nabi beberapa abad silam. Dimana masjid menjadi pusat aktivitas ibadah dan sosial. Besar ukuran masjid nya meski dalam arsitektur sederhana,  dan begitu banyak pula nama nama besar yang tersangkut paut dengan masjid ini. Di jejeran pengurus pun bertengger nama nama yang tidak asing bagi rakyat pertiwi. Wajar bila gaung aktivitas masjid ini menggema luar biasa.

Alamat dan Lokasi Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK)

Jl. Taman Sunda Kelapa No. 16
MentengJakarta PusatDKI Jakarta,Indonesia




Beberapa Rute Angkutan Umum yang menuju RISKA : PPD 213 : Kampung Melayu – Grogol, PPD 64: Pulo Gadung – Kali Deres,PPD 36:Pulo Gadung – Blok M, PPD 76: Senen – Blok M, PPD AC 08 : Pulo Gadung – Blok M, PPD AC 11: Pulo Gadung – Grogol, PPD AC 16 : Senen – Ciputat, PPD B2: Senen – Blok M, PPD AC 32: Rawa Mangun – Blok M, PPD 937 : Rawa Mangun – Tanah Abang. 

Turun di Taman Suropati lalu masuk kurang lebih 50 meter dari belakang Gedung BAPPENAS. 

Sejarah Pembangunan Masjid Agung Sunda  (MASK)

Pembangunan masjid ini digagas oleh Ir. Gustaf Abbas di tahun 1960-an, di dukung oleh para Jenderal yang tinggal di menteng dengan sumbangan dana awal bagi pembangunan masjid dimaksud. Para jenderal ini merasa harus meluruskan kekeliruan sejarah atas G30S/PKI, dengan membangun sebuah masjid yang nyaman untuk pelaksanaan ibadah.

Karena pembangunan tak kunjung selesai, Pemda DKI Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin (almarhum), merasa harus turun tangan untuk menyelesaikan pembangunannya sampai ahirnya berdiri kokoh tahun 1970, dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 31 Maret 1971 oleh Gubernur DKI Jakarta (saat itu) Ali Sadikin, bersama sama dengan para petinggi Jakarta. Di prasasti peresmian masjid ditulis dalam ejaan lama sebagai berikut :

Mesdjid Agung "Sunda Kelapa" Menteng
 Persembahan Pemerintah daerah Chusus Ibukota Djakarta kepada masjarakat
 Gubernur KDH DCI.Djakarta : Ali Sadikin
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Moh. Djamin Ali
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : H. Ajatullah Saleh
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Alexander Wenas
Wk. Ketua DPRD GR DCI.Djakarta : Harsono R.M
 Djakarta, 31 Maret 1971


Pembangunan Masjid Agung Sunda Kelapa tidak berhenti sampai disitu, penambahan fasilitas masjid terus dilakukan salah satunya adalah pembangunan Serambi Jayakarta, Serambi Jayakarta merupakan bangunan serambi menuju bangunan utama masjid. Serambi Jayakarta ini diresmikan pada hari Kamis tanggal 29 Zulhijah 1422H bertepatan dengan 14 Maret 2002 oleh Ketua Umum Masjid Agung Sunda Kelapa,H. Sjaiful Hamid.

Pada tanggal 14 September 2007 Presiden DR.H.Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan bangunan Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa. Bangunan  ini bisa di akses melewati pintu gerbang barat. Gedung Rumah Sehat tersebut berdiri atas kerjasama antara Masjid Agung Sunda Kelapa, Baznas dan Dompet Dhuafa.

Fasilitas Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK)

Menempati area 9.920 m², Masjid Agung Sunda Kelapa mampu menampung 4.424 jamaah. Ditunjang dengan Ruang Ibadah Utama Masjid Sunda Kelapa yang sejuk karena dilengkapi dengan penyejuk udara, Aula Sakinah, Serambi Jayakarta. Gedung Fatahillah, Rumah sehat, Toko Koperasi dan Riska (Remaja Islam Sunda Kelapa).

Ekterior Masjid Agung Sunda Kelapa. Atas : Pintu utama Masjid, Kiri Bawah ; Menara Masjid Agung Sunda Kelapa yang khas, Bawah tengah ; Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa, Bawah kanan : Gerbang utama Masjid Agung Sunda Kelapa.

Ruang sholat masjid juga dilengkapi dengan 2 layar lebar yang dikontrol lewat laptop memperlihatkan bacaan ayat-ayat suci Al Qur'an dan keadaan aktivitas di dalam ruang shalat. Masjid Agung Sunda Kelapa dilengkapi dengan ruangan kantor lima lantai, siap melayani umat seminggu penuh pukul 08.00-20.00 WIB. Terdapat juga BMT yang melaksanakan aktivitas ekonomi dan layanan kesehatan cuma-cuma bagi fakir-miskin yang bekerjasama dengan Dompet Dhuafa Republika.

Dilengkapi juga dengan tempat penitipan sepatu yang siap digukanakan untuk 300 pasang, 72 keran wudhu serta 30 kakus duduk. Sistem tata suara di masjid ini juga terbilang moderen dan fasilitas parkir kendaraan yang cukup luas mampu menampung 500 mobil dan atau 600 sepeda motor.

Masjid Sunda Kelapa juga biasa menjadi tempat penyelenggaraan upacara pernikahan, Acara akad nikah biasanya dilaksanakan di ruang Ibadah Utama dan jamuan makan di Aula Sakinah dengan pasilitas lengkap untuk 700 orang. Sementara untuk acara rapat, tersedia ruangan yang bisa menampung 60 orang. Dan untuk acara seminar, tersedia ruangan yang bisa menampung 150 orang.

Khatib Jum’at di Masjid Agung Sunda Kelapa minimal setingkat magister. Dan materi yang disampaikannya dibagikan secara cuma-cuma sebanyak 1.500 eksemplar pada minggu depannya dalam bentuk Bulletin Masjid Agung Sunda Kelapa.”

Arsitektur Masjid Agung Sunda Kelapa

Masjid Agung Sunda Kelapa dirancang oleh Ir. Gustav Abbas dengan konsep fleksibel tidak menggunakan simbol simbol masjid secara universal yang selalu di identikkan dengan kubah dan menara menjulang sebagaimana masjid masjid timur tengah. Gustav Abbas merupakan arsitek lulusan Insitut Teknologi Bandung, yang Karyanya juga dapat dirasakan pada bangunan Masjid Salman di  kampus ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung.

interior Masjid Agung Sunda Kelapa

Masjid Agung Sunda Kelapa dibangun tanpa kubah, bedug, lambang bintang-bulan, dan sederet simbol yang biasa terdapat pada bangunan masjid. Menara yang ada pun sangat unik. Bentuk bangunannya mirip perahu, sebagai simbol pelabuhan Sunda Kelapa tempat saudagar muslim berdagang dan menyebarkan syariat Islam di masa lalu. Selain itu, bentuk perahu adalah makna simbolik kepasrahan seorang muslim. Bagaikan orang duduk bersila dengan tangan menengadah, berdoa mengharap rahmat dan kasih sayang-Nya.

Aktivitas Masjid Agung Sunda Kelapa

Untuk mematangkan dimensi spiritual, pengelola Masjid Agung Sunda Kelapa menawarkan aneka program. Anda dapat memilih mana yang paling memung-kinkan untuk diikuti. Setiap hari terdapat pengajian dengan materi-materi pokok ke-Islam-an. Bagi yang biasa melaksanakan puasa Senin-Kamis, Masjid Agung Sunda Kelapa menyediakan buka puasa cuma-cuma yang disusul dengan pelaksanaan pengajian.

Setiap bulan Ramadhan pengurus masjid menyelenggarakan shalat taraweh sebanyak 12 rakaat dan menyediakan pembukaan puasa berupa nasi kotak, takjil sumbangan dari warga setempat dan diisi khotbah oleh tokoh-tokoh terkenal seperti Ketua Umum PP Muhamadiyah Din Syamsudin. Pedagang makanan pun panen rezeki berjualan di depan pintu gerbang selatan masjid menjual aneka makanan buka puasa, jumlahnya dua kali lipat pada hari-hari biasa. 

Yang paling spektakuler adalah program I'tikaf. Program ini, berbentuk aktivitas berdiam diri di masjid dalam waktu yang telah ditentukan. Pada bulan Ramadhan lalu, pesertanya mencapai 4.000 orang. Semua ruangan dijejali jamaah yang duduk khusus melantunkan dzikir dan do’a.

Wisata Kuliner

Baik selama bulan Ramadhan di sore hari menjelang berbuka puasa maupun selain bulan Ramadhan terutama di hari jum’at, sekeliling masjid ini dipenuhi oleh para pedagang aneka ragam makanan dan minuman. Menu yang ditawarkan adalah makanan khas tanah air. Mulai dari tongseng, es kelapa muda hinga Selendang Mayang Makanan khas Betawi yang terbuat dari tepung beras. Baunya harum dan berwarna hijau muda, dihidangkan dengan santan kelapa, gula, dan sedikit es batu.

Wisata Kuliner di Masjid Agung Sunda Kelapa

Alqur’an Emas

Al-Qur'an Emas' merupakan lomba menghafal Al Quran yang diselenggarakan oleh Masjid Agung Sunda Kelaoa. Dalam lomba ini, para peserta diharuskan mempunyai kemampuan menghafal 30 Juz Al-Qur'an. Pesertanya dari usia sangat muda, anak-anak sampai batas umur 30 tahun.

Dinamakan 'Al-Qur'an Emas' sebagai penghargaan bagi para penghafal Al Quran. Kemampuan para penghafal Al-Qur'an ini dianggap sebagai emas. Bahkan lebih berharga dari emas. Sebab, mereka bisa menghafal Al-Qur'an dengan baik.  Tidak tanggung-tanggung, total hadiah yang akan dibagikan bagi para pemenang mencapai Rp 150 juta. Dan ini merupakan wujud apresiasi bagi para hafiz (penghafal) Al-Qur'an. Komponen penilaian dilakukan secara keseluruhan. Tidak hanya dari kemampuan menghafal. juri juga akan menilai tajwid dan kemampuan memaknai ayat-ayat dalam Al-Qur'an. 

Mualaf di Masjid Agung Sunda Kelapa

Terhitung sejak tahun 1993 hingga Desember 2010 Masjid Sunda Kelapa telah berhasil mengIslamkan sebanyak15 ribu 980 orang muallaf. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun, menurut Ketua Dewan Pengurus Masjid Sunda Kelapa, Sebesar 75,03 persen didominasi oleh  warga negara Indonesia sisanya 24,97 persen warga negara Asing.

Peningkatakan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan semarak dakwah yang dilakukan oleh umat Islam. Diantaranya melalui penyebaran buku-buku yang mensyiarkan agama. Sebab, berdasarkan pengakuan mereka, rata-rata memperkuat keyakinan masuk Islam lewat pengkajian terhadap buku-buku agama. Selain itu, diakui dakwah yang disampaikan oleh para juru mubaligh turut memberikan pengaruh terhadap proses ke Islaman mereka.

Bantuan bagi korban bencana alam

Sebagai bagian dari komunitas masyatakat, Masjid Agung Sunda Kelapa turut mengambil bagian dalam membantu meringankan penderitaan korban bencana alam yang terjadi di tanah air, sebagaimana telah dilakukan diantaranya dengan memberikan bantuan kepada korban bencana letusan gunung Merapi dan tsunami Mentawai. Beberapa waktu yang lalu.  Sumbangan yang berasal dari jemaah sebesar Rp265 juta diserahkan kepada para korban melalui PMI. Sumbangan tersebut diserahkan langsung kepada Ketua Umum PMI Jusuf Kala untuk diserahkan ke kedua tempat yang mengalami musibah. Uang tersebut diserahkan dalam bentuk cek senilai Rp250 juta dan uang tunai Rp15 juta.

Gerbang Utama Masjid Agung Sunda Kelapa

Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA)

RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa) sebagai bagian dari Masjid Agung Sunda Kelapa, merupakan wadah kepemudaan yang bertujuan untuk membina kehidupan beragama di kalangan remaja guna mendukung minat dan bakat anggotanya untuk mencapai cita-citanya ke arah perbaikan, terutama dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan. Organisasi ini lahir melalui proses sejarah yang cukup panjang. Cikal bakal RISKA dimulai sejak tahun 1969 dengan Pengajian Muda-Mudi Jalan Subang. Tahun 1971, Masjid Agung Sunda Kelapa berdiri dan mewadahi kegiatan tersebut. Tiga tahun kemudian, 1974, lahirlah RISKA dengan sistem keanggotaan inklusif.

RISKA menawarkan studi Islam untuk berbagai kalangan, dan juga menawarkan layanan pendidikan dan workshop untuk kesenian, fotografi, jurnalistik, olahraga. Masih ada juga kegiatan sosial seperti Adik Asuh RISKA. Tak salah bila RISKA adalah salah satu barometer remaja masjid di Indonesia, terihat dari antusiasnya remaja masjid berbagai provinsi di Indonesia melakukan studi banding ke RISKA.***

--------------------------------ooOOOoo--------------------------------