Tampilkan postingan dengan label masjid tertua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label masjid tertua. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Juli 2023

Masjid Sahabah di Massawa, Masjid tertua di Eritrea dan Afrika, Disebut-sebut dibangun pada masa Rosulullah

Mihrab dan mimbar Masjid Sahabah di Massawa, Eritrea. (foto: سيد ابوصيام)
 
Masjid tua di kota Massawa, Eritrea ini disebut-sebut dibangun pada masa Rosulullah ﷺ oleh para sahabat yang hijrah ke Habasyah (kini Ethiopia & Eritrea) untuk menghindari kekejaman kafir Quraisy di kota Mekah. Setelah negara Eritrea terbentuk dan berpisah dari Ethiopia, Massawa menjadi bagian dari Eritrea.
 
Sebuah papan nama terpasang di lokasi dengan tiga Bahasa, menyebutkan “Sahaba shrine founded in 615 AD, the 1st Islamic Holy Place in the World” atau “tempat suci Sahabat dibangun tahun 615 masehi, tempat suci Islam pertama di dunia”. Benarkah demikian?
 
Sahaba Mosque
مسجد الصحابة التاريخي
Mitsiwa, Eritrea
 
 
Masjid Sahabah adalah masjid kecil dengan pelataran yang luas, lokasinya berada di ujung timur Pelabuhan Massawa, dan merupakan masjid dengan lokasi paling dekat ke laut merah di sisi benua Afrika. Fitur paling penting dari situs masjid ini adalah orientasi bangunannya masih mengarah ke kiblat pertama di Al-Aqsa, Palestina.
 
Arsitektur
 
Masjid yang kini berdiri merupakan diperkirakan merupakan hasil renovasi di abad ke 12 masehi. Sisa bangunan masjid yang ada saat ini terdiri dari struktur bangunan sederhana dengan sebuah mihrab dan mimbar dengan empat anak tangga. Meskipun diyakini dibangun pada masa Rosulullah ﷺ, namun beberapa fitur bangunan yang ada merupakan sesuatu yang belum eksis di masa Rosulullah ﷺ ataupun dimasa awal sejarah arsitektur Islam.

Papan Nama Masjid Sahabah di Massawa Eritrea (foto: Friderike Butler)
 
Sebut saja bangunan Menara dan mihrab berlengkung yang ada disana. Fitur mihrab berlengkung pertama kali dibangun pada masa Umar Bin Abdulaziz di Masjid Nabawi Madinah. Sedangkan bangunan Menara masjid baru muncul pada awal abad ke 9 masehi dimasa dinasti Abbas dan bahkan belum lumrah digunakan secara luas hingga abad ke 11 masehi.

Fitur lainnya berupa kubah kecil diatas mimbar yang bisa dianggap sebagai kubah mimbar merupakan salah satu ciri khas bangunan masjid masjid dari masa dinasti Usmaniyah. Kawasan masjid ini mencakup area sekitar 3100 meter persegi. Sebuah mimbar berbentuk menara kecil berdiri disana dengan kubah kecil dengan ujung berhias bulan bintang. Sisi kiblat masjid Sahabah berada di ujung utara pekarangan belantai batu, mengarah ke kiblat pertama yakni Masjidil Aqso di Palestina.

Mimbar berbentuk menara, dengan kubah kecil dan lambang bulan bintang di Masjid Sahabah, fitur arsitektur Islam yang baru digunakan sekian dekade setelah masa Rosulullah.
 
Fungsi Saat ini
 
Masjid sahabah ini, sudah tidak digunakan lagi sebagai masjid secara reguler meski kadangkala dipakai untuk sholat namun tentu saja dengan melakukan koreksi arah kiblat dengan tidak menggunakan arah mihrab yang masih mengarah ke masjidil Aqso sebagai rujukan, namun dengan memiringkan arah sholat sedikit ke kanan (ketimur) mengarah ke Ka’bah di kota Mekah.
 
Masyarakat setempat menggunakan masjid ini untuk sholat idul fitri dan Idul Adha karena pelatarannya yang cukup luas. Sebagai tambahan informasi, Masjidil Aqso di Palestina berjarak sekitar 3000 km dari situs masjid ini, sedangkan Ka’bah di kota Mekah hanya berjarak sekitar 500 km.

Masjid Sahabah di Massawa terdiri dari sebuah pelataran luas berlatai batu dengan bangunan mimbar dan mihrab (foto: Omar alhashimi).


Kontek Sejarah
 
Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa kelompok pertama muslim yang hijrah ke Habasyah atau Abyssinia atau kerajaan Aksum terdiri dari 12 muslim dan empat muslimah. Diantara mereka terdapat sahabat Usman bin Affan r.a yang dikemudian hari menjadi Khalifah ketiga beserta istri nya Ruqayyah yang juga putri Rasulullah ﷺ, beserta para sahabat lainnya.
 
Rombongan ini berangkat dari Pelabuhan Shuaiba dan kemungkinan mendarat di Pelabuhan Adulis lalu menuju ke Aksum (Habasyah). Mereka mendapatkan perlindungan (suaka) dari Raja Aksum yang Bernama Ashama Ibnu Abjar (Raja Negus / Najasyi) di bulan Rajab tahun ketujuh sebelum Hijriyah atau 613 Masehi, dan menetap disana selama 3 bulan.

Dimasa kini, Masjid Sahabah berada di ujung timur didalam kawasan Pelabuhan Massawa dengan pagar tembok mengelilingi pelataran luasnya. Papan nama masjid dipasang disebelah pintu pagar besi (foto: Omar alhashimi)


Kaitan dengan Masjid Quba di Madina
 
Penyebutan Masjid Sahabah di Massawa ini sebagai masjid pertama di dunia atau lebih tepatnya sebagai masjid pertama yang dibangun di masa hidup Rosulullah ﷺ, kemungkinan disandarkan kepada sejarah Masjid Quba di Madinah yang dibangun tahun 622 Masehi, pada masa Rosulullah dan kaum muslimin Mekah Hijrah ke Madinah.
 
Sedangkan Masjid Sahabah di Massawa ini disebut-sebut dibangun oleh para Sahabat yang diperintahkan oleh Rosulullah ﷺ untuk hijrah ke Habasha ditahun 613 masehi, sebelum Rosulullah ﷺ Hijrah ke Madinah. 

Bentuk bangunan mihrab Masjid Sahabah, bentuk bangunan yang baru dikenal jauh setelah masa Rosulullah.

Sejarah Islam menyebutkan Masjid pertama yang dibangun oleh Rosulullah ﷺ adalah Masjid Quba di Madinah dan juga dikenal luas sebagai Masjid Pertama yang dibangun dalam sejarah Islam.
 
Melihat pada struktur bangunan ‘Masjid Sahabah’ yang ada saat ini, dan minimnya informasi otentik terkait sejarah masjid ini, kemungkinan ‘Masjid Sahabah’ dibangun sebagai pengingat sejarah hijrah para sahabat ke Habasyah dan dibangun setelah peristiwa itu berlalu. Ada juga yang menduga masjid tersebut dibangun dilokasi dimana para sahabat pertama kali menginjakkan kakinya di Habasha. Wallahaa’lam.***
 
Rujukan
 
https://madainproject.com/as_sahaba_mosque_(massawa)#overview
https://islamdigest.republika.co.id/berita/q9o8us440/ethiopia-tempat-hijrah-pertama-sahabat-rasulullah
https://nabataea.net/explore/cities_and_sites/massawa-mosque/
https://en.wikipedia.org/wiki/Mosque_of_the_Companions,_Massawa
 
------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
 

Sabtu, 20 April 2019

Masjid Kizimkazi, Zanzibar

TERTUA DI ZANZIBAR, Masjid Kizimkazi ini dikenal sebagai masjid tertua di Zanzibar, meskipun bentuknya sama sekali tidak mirip dengan bangunan masjid yang biasa kita kenal, lebih mirip bangunan rumah biasa. Masjid Kizimkazi juga tidak dilengkapi dengan menara.

Zanzibar adalah sebuah pulau yang terletak di lepas pantai timur benua Afrika, secara administratif pulau ini merupakan bagian dari Republik Tanzania dengan status Semi Otonom. Dengan statusnya itu, Zanzibar memiliki pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh seorang presiden. Islam di Zanzibar merupakan agama terbesar di Negara bagian itu, sangat berbeda dengan wilayah Negara Tanzania lainnya yang berada di daratan utama benua Afrika.

Berbeda dengan wilayah daratan Tanzania, mayoritas penduduk Zanzibar beragama Islam dengan segala tradisi dan budayanya. Kehidupan keseharian di Zanzibar tidak jauh berbeda dengan wilayah dengan penduduk mayoritas muslim di belahan dunia lainnya. Sektor Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan negara bagian ini dengan menawarkan keindahan panorama-nya.

Masjid Pertama dan Tertua di Zanzibar

Masjid Kizimkazi berada di ujung selatan pulau Zanzibar di Tanzania dan merupakan salah satu masjid tertua di pantai timur benua Afrika. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Kizimkazi meskipun sebenarnya berada di wilayah Dimbani bukan di Kizimkazi yang terpaut jarak hingga tiga mil. Hanya saja nama kedua nama tempat tersebut sama sama menggunakan nama Kizimkazi sebagai nama depan desanya yakni Kizimkazi Dimbani dan Kizimkazi Mtendeni.

Kizimkazi Dimbani Mosque
Kizimkazi Dimbani, Zanzibar, Tanzania


Merujuk kepada inskripsi berpola Kufik yang ada dimasjid ini diperkirakan masjid ini dibangun tahun 1107 oleh pemukim disana yang berasal dari wilayah Shiraz atas perintah dari Sheikh Said bin Abi Amran Mfaume Al Hassan bin Muhammad.

Meskipun inskripsi dan sebagian besar elemen dekorasi pahatan batu di masjid ini masih asli berasal dari periode pembangunannya namun bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan yang dibangun ulang pada abad ke 18 yang lalu tepatnya antara tahun 1772-1773.

Cukup menarik bahwa masjid ini sedikit terdapat sentuhan seni bangunan Persia karena memang Islam masuk ke Zanzibar dibawa oleh para pedagang muslim dari Persia dan dari Arabia yang terpisah sejauh 5633 km jauhnya disebelah utara dari Zanzibar. Selain sentuhan seni Persia masjid ini juga ditemukan sentuhan seni Swahili.

Mihrab dan dinding sisi kiblat Masjid Kizimkazi. terlihat sederhana, dengan ornamen yang sulit untuk dibaca.

Sebagian besar bangunan masjid yang kini berdiri, tidak tampak layaknya sebagai bangunan tua dengan adanya bagian tembok dinding baru di sisi timur dan atap seng gelombang yang digunakan sebagai atap nya.

Namun dibagian luar masjid terdapat beberapa makam tua dengan beberapa inskripsi yang menunjukkan bahwa mereka adalah para tokoh muslim yang dimakamkan disana, diantaranya yang paling dikenal luas adalah Sheikh Ali bin Omar, seorang ulama yang hanya memiliki satu kaki dan satu tangan. Beberapa makam tersebut dihias dengan pilar dan salah satunya di beri atap.

Di halaman depan masjid ini terpampang satu papan pengumuman status masjid ini sebagai benda cagar budaya dari Departemen arsip, Musium dan Purbakala Zanzibar yang juga berisi penjelasan singkat tentang masjid ini. papan pengumuman tersebut menjelaskan bahwa :

. . . . . “Hasil dari penggalian menunjukkan bahwa Masjid Kizimkazi ini merupakan masjid tertua di Zanzibar yang masih berfungsi sebagaimana mestinya hingga kini, pembangunan kembali masjid ini di abad ke 18 menggunakan pondasi dari bangunan masjid asli dan tembok dinding utara merupakan elemen asli dari bangunan pertama yang masih berdiri. Dikemudian hari diketahui dari inscripsi kufik yang ada di sisi kiri mihrab diketahui bahwa bangunan pertama masjid ini dibangun tahun 500H atau bertepatan dengan tahun 1107 Miladiyah. Inskripsi tersebut merupakan peringatan pembangunan kembali bangunan masjid tersebut oleh Sheikh Abu Musa Al-Hassan Bin Muhammad.

ornamen di dinding sisi kiblat Masjid Kizimkazi.
Sementara itu, inskripsi yang lain yang berdekatan (disebelah kanan mihrab) ditulis dengan hurup arab dan menyebutkan angka tahun 1184Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1770 Miladiyah saat bangunan masjid ini dibangun kembali. Di sebelah luar masjid terdapat sebuah sumur yang digali untuk kepentingan jemaah untuk berwudhu.

Disekitar masjid ini juga terdapat beberapa makam para Syarif atau mereka yang merupakan keluarga Nabi Muhammad S.A.W, termasuk Sheikh Ali Umar, Sayyid Abdullah Said Bin Sharif, maulana Bin Muhammad dan putri nya Mfaume Ali Umar sang penjaga drum kota.” . . . .

Restorasi Masjid Kizimkazi

Ditahun 2008 Kedutaan besar Amerika Serikat di Tanzania mengucurkan dana bantuan untuk restorasi tiga masjid tua di Tanzania termasuk Masjid Kizimkazi. Bantuan tahun 2008 tersebut digunakan untuk memperbaiki dan merestorasi atap masjid, langit langit masjid, pintu dan jendela termasuk juga bagian mihrab masjid. Restorasi tersebut juga memperbaiki jaringan listrik masjid, perbaikan penerangan listrik di dalam masjid, penambahan kipas angin, pengecatan dan penggantian karpet masjid.

Masjid Kizimkazi di usianya yang sudah kuno masih difungsikan sebagai pusat aktivitas warga muslim disana. Beberapa bagian masjid ini memang telah mengalami kerusakan karena kurang perawatan. Beberapa bagian rusak dan bocor karena cuaca dan usia termasuk atap dibagian mihrab bahkan bagian dalam masjid juga mengalami kerusakan karena menjadi sarang burung dan kelelawar

Penjelasan tentang masjid kizimkazi di halaman masjid.
Bantuan restorasi masjid ini diharapkan dapat membantu meningkatkan sector pariwisata disana, mengingat desa tempat masjid ini berada memang merupakan titik keberangkatan bagi wisatawan yang ingin menikwati wisata lumba lumba sekaligus memperkenalkan wisatawan kepada kekayaan budaya Negara itu.

Restorasi masjid Kizimkazi ini berbarengan dengan proyek restorasi dua masjid kuno Tanzania lainnya yang berada di pulau Pemba yang salah satunya adalah masjid di Shumba, yang juga dibangun pertama kali di pertengahan abad ke 17 hingga awal abad ke 18, yang semuanya direstorasi dengan bantuan dari kedutaan besar Amerika Serikat.

Besarnya kecintaan kepada masjid bagi muslim disana mengemuka pada saat staf kedubes Amerika berkunjung kesana untuk berdialog dengan warga, sebelum masjid ini di restorasi. Masyarakat sempat mengeluhkan sulitnya kehidupan mereka termasuk sulitnya untuk mendapatkan air bersih.

Namun pada saat staf kedutaan menawarkan pilihan mana yang harus didahulukan, antara pengadaan air bersih dengan restorasi masjid, warga dan tokoh muslim setempat menyatakan mereka lebih memilih untuk dibantu memperbaiki (restorasi) masjid yang menjadi pusat aktivitas warga muslim disana. Ghirah yang luar biasa, ditengah kehidupan yang sulit. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat nya kepada saudara saudara muslim kita disana.

 ------------------------------------------------------------------

Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------


Baca Juga Artikel Masjid di Wilayah Tetangga Zanzibar


Minggu, 07 April 2019

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 3)

Simetrical Masjid Agung Demak.

Refleksi Sejarah

Sejarah Kesultanan Demak dimulai pada tahun 1475 dengan diangkatnya Raden Fatah sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi Bintoro Demak oleh Raja Majapahit Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) yang tak lain adalah ayah kandung dari Raden Fatah sendiri. Pengangkatan beliau sebagai adipati juga diberikan beberapa hadiah termasuk 8 pilar yang kini digunakan sebagai pilar penopang serambi masjid agung dan dampar kencana yang kini dipakai sebagai mimbar khutbah di masjid agung.
 
Hampir dapat dipastikan bahwa hadiah pilar pilar berukir adalah untuk keperluan pembangunan keraton, dan Dampar Kencana untuk singgasana sang Adipati, bila memang untuk pembangunan keraton artinya pada saat itu, Demak belum memiliki Keraton. Dapat difahami karena memang pada saat itu Demak sendiri masih berstatus sebagai sebuah Kadipaten di wilayah Majapahit.
 
Dikemudian hari delapan pilar berukir itu nyatanya justru dipakai untuk pembangunan serambi Masjid Agung Demak oleh Sultan Yunus (Pati Unus) memunculkan dugaan bahwa keraton Demak tidak pernah benar benar dibangun, bahwa kemungkinan para Sultan Demak tinggal di kediaman mereka diantara kediaman masyarakat umum yang juga difungsikan sebagai Keraton.

Atap tajuk atau atap limas atau atap berbentuk piramida dibangun sangat mirip antara atap Masjid Agung Demak (bagian belakang foto) dan atap yang menaungi Makam Raden Fatah dan Keluarga yang berada di belakang Masjid Agung Demak. 

Proklamasi Demak sebagai sebuah Kesultanan Merdeka dari Majapahit terjadi setelah Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma atau Bhre Kertabhumi ada juga yang menyebutnya sebagai Brawijaya V yang merupakan Ayah kandung dari Raden Fatah dikudeta oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya atau Bhre Keling (Brawijaya VI) dari tahta Majapahit pada 1478.
 
Girindrawardhana atau Brawijaya VI merupakan menantu Brawijaya V atau ipar Raden Fatah yang justru merebut takhta mertuanya itu. Situasi ini membuat peluang Raden Fatah untuk menjadi raja Majapahit penerus ayahnya pun pupus. Berahirnya kekuasaan Brawijaya V terjadi tiga tahun setelah Kadipaten Glagahwangi (Demak) berdiri sekaligus menjadi awal berdirinya Kesultanan Demak sebagai sebuah negara merdeka.
 
Benang merah Jakarta, Cirebon dan Demak
 
Sejak masa kekuasaan kerajaan hingga kesultanan, tanah Jawa tak pernah bersatu di bawah satu pemerintahan. Pada masanya Majapahit berkuasa dibagian timur dan Kerajaan Sunda menguasai bagian barat pulau Jawa. Dua kerajaan besar yang pernah terlibat dalam perang besar dan kemudian menjadi sebab melemahnya kedua kerajaan itu.

Makam para Sultan Demak. 

Girindrawardhana atau Brawijaya VI merupakan menantu Brawijaya V atau ipar Raden Patah yang justru merebut takhta mertuanya itu. Situasi ini membuat peluang Raden Patah untuk menjadi raja Majapahit penerus ayahnya pun pupus. Berahirnya kekuasaan Brawijaya V terjadi tiga tahun setelah kesultanan Demak berdiri.

Benang merah Jakarta, Cirebon dan Demak

Sejak masa kekuasaan kerajaan hingga kesultanan, tanah Jawa tak pernah bersatu di bawah satu pemerintahan. Pada masanya Majapahit berkuasa dibagian timur dan Pajajaran menguasai bagian barat pulau Jawa. Dua kerajaan besar yang pernah terlibat dalam perang besar dan kemudian menjadi sebab melemahnya kedua kerajaan itu.

Sampai tiba suatu masa, Demak berdiri sebagai sebuah kesultanan di tahun 147*, dan menjadi titik balik kejayaan kerajaan Majapahit. Sementara di bagian barat pulau Jawa, tak lama setelah itu Kesultanan Cirebon berdiri memerdekakan diri dari kekuasaan Pajajaran. Demak dibangun oleh Raden Fatah Anak Prabu Brawijaya V Raja ke 11 Majapahit, sedangkan Cirebon dibangun oleh Syarif Hidayatullah cucu dari Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi Raja Pajajaran pemersatu dan penerus kerajaan Sunda.

Dibagian atas mihrab (pengimaman) jauh di bagian depan diantara dua sokoguru anda dapat melihat lambang Surya Majapahit bewarna kuning dengan warna dasar hijau.

Anda akan menemukan lambang ‘mirip” Surya Majapahit di Masjid Agung Demak, dan anda juga akan menemukan lambang yang ‘mirip’ Surya Majapahit di atas mihrab Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. Anda dengan mudah menemukan hal hal beraroma Majapahit di Masjid Agung Demak dan anda juga akan menemukan hal hal yang berkaitan erat dengan Pajajaran di Keraton Kasepuhan hingga ke Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon.
 
Dan sejarah mencatat dengan indah kedua kesultanan itu kemudian bersatu padu menyerbu kekuasaan Portugis yang mulai bercokol di Sunda Kelapa, serbuan yang berjaya dan menjadi titik awal berdirinya Kesultanan Jayakarta yang sekian abad setelah itu, kota yang dididirkan oleh para penerus dua kerajaan besar tanah Jawa itu menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia.
 
Suatu saat bila saja anda mau sedikit merenung di silang Monas, anda akan menemukan ruh masa lalu Nusantara di Ibukota Negara, dimana sebuah alun alun besar menjadi titik pusat kekuasaan dikelilingi dengan Masjid Agung, Pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Semua mengingatkan kita bahwa kita adalah bangsa yang besar dengan sejarah yang teramat panjang, dan jangan pernah sekali sekali melupakan sejarah. Wallahuwa’lam bisshawab.*** SELESAI.
 
[dari berbagai sumber, data diolah, telah diupdate pada 4 Mei 2025]

Sabtu, 06 April 2019

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 2)

Ba'da Subuh di Masjid Agung Demak.

Arsitektur Masjid Agung Demak

Bangunan asal yang dibangun pada era Raden Fatah kini menjadi bangunan induk tempat mihrab, mimbar dan maksurah berada. Bangunan induk tersebut kemudian ditambah dengan bangunan Serambi pada masa pemerintahan Adipati Unus atau Pati Unus atau dikenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak ke dua (1518-1521).
 
Pembangunan masjid Agung Demak melibatkan langsung para wali yang masih hidup di masa itu. Sejarah menyebutkan bahwa para wali tersebut yang membuat langsung empat sokoguru atau pilar penopang utama masjid ini. Tiga pilar dibuat dari kayu jati utuh berukuran besar sedangkan satu pilar dibuat dari serpihan serpihan kayu dari tiga pilar tersebut.
 
Sokoguru yang berada di barat laut (kanan depan) didirikan Sunan Bonang, di barat daya (kiri depan) karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara (kiri belakang) buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut (kanan belakang) karya Sunan Kalijaga yang dibuat dari serpihan kayu, masyarakat Demak menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

Empat sokoguru didalam Masjid Agung Demak.

Ke empat sokoguru tersebut terbuat dari kayu jati tua dan kini masih berdiri kokoh ditempatnya. Upaya konservasi terhadap empat tiang bersejarah tersebut dilakukan dengan menambahkan pelapis di bagian luar juga dengan kayu jati berukuran tebal melapisi seluruh masing masing tiang tersebut dibagian luar.

Pemugaran Tahun 1987
 
Masjid Agung Demak pernah direnovasi dimasa pemerintahan Presiden Suharto. Renovasi dilakukan untuk mempertahankan Masjid Agung Demak yang sudah termakan usia. Renovasi saat itu dilakukan dengan tetap menjaga keaslian bentuk Masjid Agung Demak. Penggantian dan perbaikan bagian bagian yang sudah lapuk seiring berjalannya waktu.
 
Sokoguru yang kini berdiri merupakan sokoguru dari masa renovasi tersebut, sedangkan sokoguru aslinya kini disimpan digedung museum Masjid Agung Demak yang dibangun dipelataran depan masjid. Penggantian sokoguru dilakukan karena kondisinya yang sudah sangat mendesak, bagian atas sokoguru diketahui sudah benar benar lapuk termasuk akibat cairan hewan malam yang seringkali hinggap disana

Pemugaran terhadap Masjid Agung Demak pernah dilakukan di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan diresmikan pada tanggal 21 Maret 1987.

Peresmian masjid Agung Demak setelah renovasi dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1987 oleh Presiden Suharto. Turut hadir dalam upacara peresmian tersebut diantaranya adalah Ibu Tien Suharto, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH, Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, Menteri Dalam Negeri Suparjo Rustam, dan Ibu E.N. Soedharmono
 
Hal yang memprihatinkan terjadi pada sokotatal yang dibuat oleh Sunan Kalijogo, saat ini soko tatal tersebut tinggal tersisa lebih kurang satu meter saja, selain memang sudah lapuk pada saat diganti, tapi ternyata juga menjadi objek “pencongkelan” para pengunjung museum untuk dijadikan semacam “oleh-oleh” atau lainnya, sebelum kemudian seluruh empat sokoguru tersebut diproteksi oleh pengelola museum dengan dinding kaca.

Beberapa bangunan dan fasilitas ditambahkan ke masjid Agung Demak ini dikemudian hari termasuk penambahan bangunan pawastren atau tempat sholat khusus Jemaah wanita dibangun pada masa K.R.M.A.Arya Purbaningrat 1866 M. Menara masjid ini pun dibangun jauh setelah pembangunan masjid, dibangun di abad ke 20 di prakarsai para ulama seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.

Presiden Suharto dan rombongan di Masjid Agung Demak saat peresmian Pemugaran Masjid Agung Demak Pada 21 Maret 1987.

Pembangunan fasilitas penunjang dan perbaikan komplek masjid terus belanjut hingga ke masa kemerdekaan termasuk pembangunan termpat wudhu, kantor takmir dan pengurus juga pembangunan museum masjid Agung Demak yang menyimpan berbagai artifak sejarah yang berhubungan dengan Masjid Agung dan kesultanan Demak.

Duplikasi Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak secara utuh kemudian di tiru oleh para tokoh masyarakat dan Ulama kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan) saat mereka membangun Masjid Jami’ Martapura (1897 M), utusan dari Kesultanan Banjar sengaja datang ke Demak untuk melihat Masjid Agung Demak dan membuat maket masjid tersebut lengkap dengan skala demi keperluan pembangunan masjid Jami’ kesultanan Banjar. Masjid Jami’ Martapura yang asli kini sudah berganti menjadi sebuah masjid yang begitu megah dan modern bernama Masjid Agung Al-Karomah Martapura.

Bentuk masjid beratap Joglo seperti ini tak hanya ditemui pada masjid masjid yang dibangun setelah era Masjid Agung Demak, tapi pada masjid masjid yang dibangun sebelum Masjid Agung Demak berdiri pun sudah memakai struktur demikian. Seperti contoh pada masjid tertua di Indonesia Masjid Saka Tunggal(1288) di Banyumas yang menggunakan atap joglo bertiang tunggal, itu sebabnya disebut masjid saka tunggal. Lebih jauh ke timur kita akan temukan bentuk yang sama pada Masjid Wapauwe (1414) Masjid tua Maluku Tengah.

Dari sudut ini hampir keseluruhan Masjid Agung Demak tampak dalam satu frame. Saat saat menjelang pagi hari, ketika para peziarah sudah mulai bergerak dari masjid menuju komplek pemakaman para Sultan Demak di bagian belakang masjid ini.

Kita akan menemukan pola yang sama pada masjid masjid tua Indonesia diberbagai daerah seperti contoh, Masjid Sultan Suriansyah (1526) di Banjarmasih Kalimantan Selatan, Masjid Al-Hilal Katangka (1603) di kampung halaman nya Shekh Yusuf di Kabupaten Gowa, Sulsel. Dan Masjid Tua Palopo(1604) peninggalan Kesultanan Luwu di Kota Palopo, SuIawesi Selatan. Masih ada lagi Masjid Djami Keraton Landak (1895) di Kabupaten Landak, Kalimantan barat serta Masjid Agung Air Mata - Kupang (1806). Arsitektural masjid dengan atap joglo atau bentuk limas ini menyebar di seluruh tanah air dari pulau sumatera di barat hingga ke wilayah timur Indonesia.

Yang lebih menarik kemudian bahwa arsitektural  masjid asli Nusantara ini juga dipakai di masjid masjid tua di negeri serantau, seperti contohnya adalah dua masjid tua di Kota Malaka, Malaysia yakni Masjid Kampung Keling Malaka, Malaysia (1748M) dan Masjid Kampung Hulu Malaka, Malaysia (1728M). 

Para peziaran dari berbagai daerah memadati area komplek pemakaman para Sultan Demak di komplek Masjid Agung Demak ini. Mereka yang datang dari berbagai daerah menggunakan berbagai moda kendaraan menginap di masjid Agung dan dibimbim oleh para pembimbingnya masing masing menuju ke komplek pemakaman ini melalui koridor disebelah kanan masjid. 

Tak hanya masjid masjid tua yang menggunakan rancangan masjid warisan kejayaan Majapahit itu. Arsitektur Masjid dengan atap Joglo bersusun tiga ini seperti sudah menjadi ciri khusus masjid khas Indonesia. Bila anda masih ingat dengan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yayasan yang didirikan oleh Alm. Pak Harto semasa masih berkuasa, setiap masjid yang dibangun dengan dana dari yayasan ini selalu menggunakan atap limasan (joglo) bersusun tiga dengan 4 sokoguru pada masjid masjid yang dibangun.

Masjid masjid megah yang di beberapa kota tanah air yang didirikan di abad ini pun tak sedikit yang masih mengadopsi arsitektur tradisional asli Indonesia ini, meski dengan sentuhan modern dan berteknologi terkini, beberapa juga dibangun tanpa 4 sokoguru. Seperti contoh Masjid Raya Batam yang dibangun tahun 1997 dan bagian bangunan perluasan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II di kota Palembang, Sumatera Selatan yang menggunakan struktur atap limas untuk tetap memberikan harmonisasi dengan atap limas bersusun tiga pada bangunan masjid asli yang masih terjaga dengan baik di bagian paling depan dari keseluruhan komplek Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II. [telah di update pada 4 Mei 2025]

(Bersambung ke bagian 3, ahir)

Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------


Senin, 31 Desember 2018

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara

Awal hari yang cerah di Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia dan di Nusantara, sekaligus juga merupakan masjid pertama yang dibangun sebagai masjid kesultanan di Nusantara. Lokasinya berada di desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

Sejak dibangun, masjid agung Demak telah menjadi rujukan pembangun masjid masjid kesultanan lainnya di wilayah Nusantara, baik yang kini menjadi wilayah Republik Indonesia hingga ke wilayah Negara tetangga termasuk Malaysia dan Brunai Darussalam.

Masjid Agung Demak dipercaya sebagai tempat berkumpulnya Walisongo untuk membahas dakwah agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan di Nusantara pada umumnya. Sejarah pembangunan masjid ini berkaitan erat dengan sejarah berdirinya Kesultanan Demak sebagai Kesultanan pertama di Nusantara melepaskan diri secara menyeluruh dari pengaruh kerajaan Majapahit.



Kesultanan Demak berdiri dengan dukungan dari para wali yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertamanya. Raden Fatah sendiri diketahui merupakan salah satu putra dari Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang berkuasa pada saat berdirinya Kesultanan Demak di abat ke 15 miladiah.

Raden Fatah atau juga dikenal dengan Sultan Fatah wafat dan dimakamkan di sebelah barat komplek Masjid Agung Demak bersama dengan sultan Demak yang lain beserta keluarga dan para abdinya.

Lokasi Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak terletak di Desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. berjarak lebih kurang 26 km dari Kota Semarang, atau 25 km dari Kabupaten Kudus, dan 35 km dari Kabupaten Jepara.

Dibangun disisi barat alun alun Demak, Masjid Agung Kesultanan Demak masih berdiri kokoh hingga kini dengan bentuk aslinya, lengkap dengan satu menara yang dibangun jauh setelah masjid ini berdiri.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota disisi sebelah barat alun-alun. Sebagai Kesultanan pertama di tanah Jawa dan Nusantara, tata letak masjid Agung Demak ini menjadi rujukan tata kota lainnya di Nusantara dengan ciri khususnya adalah adanya alun alun berukuran cukup luas di pusat kota dilengkapi dengan Masjid Agung disisi sebelah barat, begitupun dengan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang dibangun tak jauh dari alun alun kota.

Namun demikian keberadaan keraton kesultanan Demak masih menjadi misteri hingga kini. Meskipun banyak pihak menduga bahwa bekas keraton Kesultanan Demak berada di sebelah selatan alun alun Demak.

Sejarah Masjid Agung Demak

Raden Fatah membangun Masjid Agung Demak di tahun 1401 Saka atau 1477 Miladiyah, atau dua tahun setelah beliau diangkat sebagai adipati Glagahwangi (Demak) di tahun 1475M sebagai sebuah kadipaten didalam lingkup kerajaan Majapahit. Ditahun 1478 dengan dukungan para wali beliau dinobatkan sebagai Sultan Demak bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Munculnya nama Palembang dalam gelar beliau karena beliau memang lahir dan besar di Palembang (Sumatera Selatan) dari Ibu nya yang berasal dari Campa.
 
Sebelumnya Demak merupakan bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) yang tak lain adalah ayah kandung dari Raden Fatah. Sebagai putra raja Majapahit, Raden Fatah memang dibentangkan karpet merah ke wilayah kekuasaan. Tak mengherankan jika sebelum menjadi Sultan Demak beliau telah dianugerahi jabatan oleh ayah-nya sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi (Demak) di tahun 1475 M. 

Di dalam ruang utama Masjid Agung Demak.

Beliau juga menerima hadiah 8 pilar berukir dari ayahnya yang dikemudian hari digunakan sebagai pilar penopang di serambi Masjid Agung Demak dimasa pemerintahan Adipati Yunus (Pati Unus). Pilar pilar tersebut masih dapat kita lihat keberadaannya hingga kini dan disebut dengan pilar Majapahit.
 
Proklamasi Demak sebagai sebuah Kesultanan Merdeka dari Majapahit terjadi setelah Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) raja Majapahit yang merupakan Ayah kandung dari Raden Fatah dikudeta oleh Dyah Ranawijaya dari tahta Majapahit.
 
Tak pelak, berdirinya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam dan melepaskan diri dari pengaruh Majapahit mengundang kemarahan pihak keraton Majapahit yang kemudian mengirimkan pasukan untuk menyerang Demak. Namun serangan itu dapat dipatahkan oleh pasukan Demak. Disebutkan bahwa salah satu dari pimpinan pasukan Majapahit bernama Raden Sepat bahkan kemudian mengikrarkan ke-Islaman nya dan bergabung dengan kesultanan Demak.
 
Raden Sepat yang kemudian terlibat langsung dalam proses merancang Masjid Agung Demak dengan, kemungkinan besar beliau merupakan bagian dari pasukan zeni tempur Majapahit sehingga memiliki kemampuan arsitektur yang cukup memadai.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa warisan seni arsitektur Majapahit sangat kental dalam rancang bangun Masjid Agung Demak ini, dengan menerapkan bentuk bangunan aula luas beratap limasan bertingkat sebagaimana lazimnya sebuah bangunan besar di era Majapahit.

Serambi Masjid Agung Demak, perhatikan pilar pilar Majapahit yang indah terbuat dari kayu jati berukir.

Masjid Agung Demak dibangun dibangun di lokasi bangunan pondok pesantren Glagahwangi, tempat Raden Fatah menimba ilmu agama dibawah asuhan Sunan Ampel. Wajar bila kemudian para wali mendukung penuh berdirinya kesultanan Demak. Pesantren Glagahwangi didirikan oleh Sunan Ampel ditahun 1466 Miladiyah, sekaligus berfungsi sebagai Masjid.

Pembangunan Masjid Agung Demak tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah prasasti yang ditempatkan di dalam ruang mihrab dan dikenal sebagai Condro Sengkolo Memet. Sebuah prasasti berbentuk bulus (kura kura) yang berarti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”.

Gambar bulus terdiri dari ; satu kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus yang bulat berarti angka nol, satu ekor bulus berarti angka satu, yang bermakna tahun 1401 Saka yang kemudian disepakati tahun tersebut bertepatan dengan tahun 1477 Miladiyah.

Masjid agung Demak dari arah komplek makam para Sultan Demak, sesaat setelah waktu sholat subuh.

Berdirinya Kesultanan Demak ini dikemudian hari diikuti dengan berdirinya kesultanan Cirebon yang selanjutnya diikuti dengan berdirinya Kesultanan Banten dan berbagai Kesultanan lainnya di wilayah Nusantara.

Disebutkan bahwa Raden Sepat yang mengarsiteki pembangunan masjid Agung Demak juga terlibat dalam proses rancangan Masjid Agung Sang Ciptarasa di Kesultanan Cirebon dan Masjid Agung Banten di Kesultanan Banten.

Sehingga anda akan dengan mudah menemukan kemiripan diantara tiga masjid tersebut. Bahkan beberapa penulis tak segan menyebut ketiga masjid tersebut sebagai tiga masjid kembar. Beberapa menyebutkan masjid Agung Demak sebagai kembaran Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. (semua foto dari akun instagram @hendrajailani). [Telah di Update pada 3 mei 2025].

(Bersambung ke Bagian 2)
.
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------


Senin, 05 September 2011

Masjid Agung Karawang (bagian II)

Pelataran depan masjid Agung Karawang.

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya Masjid Agung Karawang (bagian I) klik untuk kembali ke bagian I

Renovasi, Perbaikan dan pembanguan Masjid Agung Karawang

Adipati Singaperbangsa Bupati Karawang (memerintah 1633-1677M), semula berkantor di daerah Udug-udug. Kemudian karena berbagai pertimbangan, ia memindahkannya ke pelabuhan Karawang. Di tempat ini telah ada pasar, masjid Agung, dan sarana penunjang lain, termasuk pelabuhan itu sendiri yang memperlancar kegiatan lalu lintas perdagangan, pemerintah, dan sebagainya. di dekat masjid Agung dibangun alun-alun yang ditanami 2 pohon beringin di bagian kanan kirinya, kantor dan pendopo kebupaten, kantor keamanan dan tempat tahanan. Adipati Singaperbangsa memperindah bangunan masjid dan direnovasi diselaraskan dengan kantor kabupaten yang baru dibangun.

dari balik terali pagar alun alun.
Bupati Karawang pada waktu itu merupakan bawahan dari Sultan Agung yang bertekad untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan sekitarnya dan Karawang dipersiapkan menjadi pusat penyerangan tentara Mataram terhadap kedudukan tentara VOC /Kompeni di Batavia, dan Karawang juga menjadi lumbung padi sebagai pusat logistik dari peperangan tersebut. Hampir selama 44 tahun Adipati Singaperbangsa melaksanakan tugas pemerintahannya dengan memfungsikan masjid Agung Agung Karawang sebagai tempat ibadah dan memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam menunaikan tugas-tugas kenegaraannya.

Adipati Singaperbangsa wafat pada tahun 1677 M dan dimakamkan di Manggung Ciparage , tiga Bupati penerusnya masing masing Panatayuda I,II dan III tidak berkantor di Babakan Kartayasa, dan tidak melanjutkan perbaikan terhadap Masjid Agung Karawang. Raden Anom Wirasuta atau Panatayuda I (menjabat 1677 - 1721 M) berkantor di Waru dekat Loji, Pangkalan. Raden Martanegara atau Panatayuda III (menjabat 1732 - 1752 M) juga berkantor di Waru Pangkalan

Pada masa Bupati Karawang V yaitu Raden Muhamad Soleh atau Panatayuda IV (memerintah 1752 - 1786M), Kantor bupati dipindahkan kembali ke Babakan Kertayasa. Bupati V  ini, dikenal sebagai dalem nalon. Bupati ini mendapat kehormatan "naik nalon". Dari pemerintahan Kolonial Belanda, dan pada waktu itu hal tersebut  jarang terjadi. Ia termasuk pembina Masjid Agung, dan waktu meninggal Dunia ia dimakam kan dekat Masjid ini, tahun 1993 atas persetujuan para sesepuh, kerangka jenazahnya dipindahkan dan dimakamkan kembali di komplek makam Bupati Karawang di Desa Manggung Jaya Cilamaya. 

puncak atap limas Masjid Agung Karawang
Masa Penjajahan Kolonial Belanda

Sejak masa Bupati Karawang VI  sampai Bupati Karawang IX yakni antara tahun 1786 - 1827, tidak ada petunjuk dilakukannya perbaikan yang berarti apalagi perluasan bangunan dan sebagainya. Sebab sejak tahun 1827 para Bupati Karawang IX sampai bupati XXI atas kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda tidak lagi berkantor di kota Karawang melainkan ke Wanayasa dan Purwakarta, Sehingga dapat dipahami apabila para Bupati yang berkedudukan di Wanayasa dan Purwakarta perhatiannya kurang terhadap pembinaan Masjid Agung secara langsung, kemunginan dipercayakan kepada wedana atau camat yang bertugas di kota Karawang
.
Masa kemerdekaan

Setelah berlakunya Undang Undang no 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Barat maka kabupaten Karawang terpisah dari kabupaten Purwakarta dan Ibukotanya kembali di Karawang. Sedangkan Bupati Karawang masa itu dijabat oleh Raden Tohir Mangkudijoyo yang memerintah tahun 1950 - 1959, pada tahun 1950 atas persetujuan para Ulama dan Umat Islam, Mesjid Agung diperluas pada arah bagian depan dengan bangunan permanen ukuran 13 x 20 m ditambah menara ukuran kecil dan satu Kubah ukuran  3 x 3 m dengan tinggi 12 m, atap dari seng adapun luas tanah mesjd termasuk makam adalah 2.230 m.

Bangunan Masjid agung karawang yang kini kita lihat berdiri megah di pusat kota Karawang adalah bangunan hasil pembangunan yang diresmikan pada tanggal 28 Januari 1994 oleh Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana. Tercatat dalam prasasti pembangunan ucapan terima kasih kepada 4 perusahaan yang berkonribusi pada pembangunan masjid ini masing masing (1) PT. Bintang Puspita Dwi Karya, (2) PT. Argo Pantes, (3) PT. Astakona Megahtama dan (4) PT. Bestland Pertiwi. Prasasti tersebut ditandatangani oleh Bupati Karawang H. Sumarno Suradi dan Ketua DPRD Kabupaten Karawang H. Jamil Sfiuddin. Sedangkan bangunan menara yang menjulang tinggi di depan masjid diresmikan oleh Bupati Karawang H. Dadang S Muchtara pada tanggal 11 Agusutus 2006.

Kaligrafi ukuran besar di Masjid Agung Karawang.

Arsitektur Masjid Agung Karawang

Sejatinya masjid Agung Karawang dibangun dalam arsitektur khas Indonesia dalam skala yang lebih besar, dengan atap limas bersusun tiga dengan empat sokoguru utama menopang atap masjid. Plafon masjid dibiarkan terbuka untuk member ruang bagi masuk nya cahaya matahari ke dalam ruang masjid dan bagi kepentingan sirkulasi udara. Bagian dalam masjid dibangun dua lantai berbentuk mezanin member ruang terbuka cukup luas dibagian depan masjid bagi jemaah di lantai dua untuk dapat melihat ke lantai utama masjid.

Di tiga masjid berdiri kokoh masing masing 6 pilar bundar cerminan enam rukun Islam. Dan ketiga sisi masjid agung ini dibangun dengan dinding berkerawang / berongga memungkinkan sirkulasi udara secara alami dan keindahan tersendiri bagi bangunan masjid ini. di sisi selatan masjid berdiri gedung remaja masjid dan tempat bersuci. Sedangkan disisi mihrab lantai dua juga difungsikan sebagai kantor pengelola masjid.

Sisi Mihrab, masjid agung Karawang.
Pada sisi mihrab dibagian kiri dan kanannya terikir indah kaligrafi Allah dan Muhammad dalam ukuran besar. Kaligrafi Al-qur’an juga terlukis indah di sisi kiri dan kanan dinding masjid bagian dalam. Kaligrafi dan lukisan geometris turut memperindah sisi migrab masjid ini.

Layaknya masjid khas Indonesia. Disisi selatan masjid ini juga berdiri bangunan kecil terpisah dari masjid sebuah bangunan tempat menyimpan dua buah beduk dalam ukuran besar lengkap dengan kentongan yang juga dalam ukuran besar. Masjid agung yang begitu megah dan besar ditambah dengan pelataran depan yang sudah dilapis dengan keramik ini begitu meriah selama bulan Ramadhan. Terutama di dua hari raya Islam, jemaah masjid ini membludak hingga ke alun alun dan jalan raya disekitar nya. Subhallah sebuah pemandangan yang begitu indah.

Mihrab dan mimbar Masjid Agung Karawang.
Jendela dan dinding sisi selatan
Interior masjid agung Karawang.
Suasana Lantai Dua Masjid Agung Karawang.
Pelataran Masjid

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------