Tampilkan postingan dengan label masjid agung demak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label masjid agung demak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 April 2019

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 3)

Simetrical Masjid Agung Demak.

Refleksi Sejarah

Sejarah Kesultanan Demak dimulai pada tahun 1475 dengan diangkatnya Raden Fatah sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi Bintoro Demak oleh Raja Majapahit Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) yang tak lain adalah ayah kandung dari Raden Fatah sendiri. Pengangkatan beliau sebagai adipati juga diberikan beberapa hadiah termasuk 8 pilar yang kini digunakan sebagai pilar penopang serambi masjid agung dan dampar kencana yang kini dipakai sebagai mimbar khutbah di masjid agung.
 
Hampir dapat dipastikan bahwa hadiah pilar pilar berukir adalah untuk keperluan pembangunan keraton, dan Dampar Kencana untuk singgasana sang Adipati, bila memang untuk pembangunan keraton artinya pada saat itu, Demak belum memiliki Keraton. Dapat difahami karena memang pada saat itu Demak sendiri masih berstatus sebagai sebuah Kadipaten di wilayah Majapahit.
 
Dikemudian hari delapan pilar berukir itu nyatanya justru dipakai untuk pembangunan serambi Masjid Agung Demak oleh Sultan Yunus (Pati Unus) memunculkan dugaan bahwa keraton Demak tidak pernah benar benar dibangun, bahwa kemungkinan para Sultan Demak tinggal di kediaman mereka diantara kediaman masyarakat umum yang juga difungsikan sebagai Keraton.

Atap tajuk atau atap limas atau atap berbentuk piramida dibangun sangat mirip antara atap Masjid Agung Demak (bagian belakang foto) dan atap yang menaungi Makam Raden Fatah dan Keluarga yang berada di belakang Masjid Agung Demak. 

Proklamasi Demak sebagai sebuah Kesultanan Merdeka dari Majapahit terjadi setelah Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma atau Bhre Kertabhumi ada juga yang menyebutnya sebagai Brawijaya V yang merupakan Ayah kandung dari Raden Fatah dikudeta oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya atau Bhre Keling (Brawijaya VI) dari tahta Majapahit pada 1478.
 
Girindrawardhana atau Brawijaya VI merupakan menantu Brawijaya V atau ipar Raden Fatah yang justru merebut takhta mertuanya itu. Situasi ini membuat peluang Raden Fatah untuk menjadi raja Majapahit penerus ayahnya pun pupus. Berahirnya kekuasaan Brawijaya V terjadi tiga tahun setelah Kadipaten Glagahwangi (Demak) berdiri sekaligus menjadi awal berdirinya Kesultanan Demak sebagai sebuah negara merdeka.
 
Benang merah Jakarta, Cirebon dan Demak
 
Sejak masa kekuasaan kerajaan hingga kesultanan, tanah Jawa tak pernah bersatu di bawah satu pemerintahan. Pada masanya Majapahit berkuasa dibagian timur dan Kerajaan Sunda menguasai bagian barat pulau Jawa. Dua kerajaan besar yang pernah terlibat dalam perang besar dan kemudian menjadi sebab melemahnya kedua kerajaan itu.

Makam para Sultan Demak. 

Girindrawardhana atau Brawijaya VI merupakan menantu Brawijaya V atau ipar Raden Patah yang justru merebut takhta mertuanya itu. Situasi ini membuat peluang Raden Patah untuk menjadi raja Majapahit penerus ayahnya pun pupus. Berahirnya kekuasaan Brawijaya V terjadi tiga tahun setelah kesultanan Demak berdiri.

Benang merah Jakarta, Cirebon dan Demak

Sejak masa kekuasaan kerajaan hingga kesultanan, tanah Jawa tak pernah bersatu di bawah satu pemerintahan. Pada masanya Majapahit berkuasa dibagian timur dan Pajajaran menguasai bagian barat pulau Jawa. Dua kerajaan besar yang pernah terlibat dalam perang besar dan kemudian menjadi sebab melemahnya kedua kerajaan itu.

Sampai tiba suatu masa, Demak berdiri sebagai sebuah kesultanan di tahun 147*, dan menjadi titik balik kejayaan kerajaan Majapahit. Sementara di bagian barat pulau Jawa, tak lama setelah itu Kesultanan Cirebon berdiri memerdekakan diri dari kekuasaan Pajajaran. Demak dibangun oleh Raden Fatah Anak Prabu Brawijaya V Raja ke 11 Majapahit, sedangkan Cirebon dibangun oleh Syarif Hidayatullah cucu dari Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi Raja Pajajaran pemersatu dan penerus kerajaan Sunda.

Dibagian atas mihrab (pengimaman) jauh di bagian depan diantara dua sokoguru anda dapat melihat lambang Surya Majapahit bewarna kuning dengan warna dasar hijau.

Anda akan menemukan lambang ‘mirip” Surya Majapahit di Masjid Agung Demak, dan anda juga akan menemukan lambang yang ‘mirip’ Surya Majapahit di atas mihrab Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. Anda dengan mudah menemukan hal hal beraroma Majapahit di Masjid Agung Demak dan anda juga akan menemukan hal hal yang berkaitan erat dengan Pajajaran di Keraton Kasepuhan hingga ke Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon.
 
Dan sejarah mencatat dengan indah kedua kesultanan itu kemudian bersatu padu menyerbu kekuasaan Portugis yang mulai bercokol di Sunda Kelapa, serbuan yang berjaya dan menjadi titik awal berdirinya Kesultanan Jayakarta yang sekian abad setelah itu, kota yang dididirkan oleh para penerus dua kerajaan besar tanah Jawa itu menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia.
 
Suatu saat bila saja anda mau sedikit merenung di silang Monas, anda akan menemukan ruh masa lalu Nusantara di Ibukota Negara, dimana sebuah alun alun besar menjadi titik pusat kekuasaan dikelilingi dengan Masjid Agung, Pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Semua mengingatkan kita bahwa kita adalah bangsa yang besar dengan sejarah yang teramat panjang, dan jangan pernah sekali sekali melupakan sejarah. Wallahuwa’lam bisshawab.*** SELESAI.
 
[dari berbagai sumber, data diolah, telah diupdate pada 4 Mei 2025]

Sabtu, 06 April 2019

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 2)

Ba'da Subuh di Masjid Agung Demak.

Arsitektur Masjid Agung Demak

Bangunan asal yang dibangun pada era Raden Fatah kini menjadi bangunan induk tempat mihrab, mimbar dan maksurah berada. Bangunan induk tersebut kemudian ditambah dengan bangunan Serambi pada masa pemerintahan Adipati Unus atau Pati Unus atau dikenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak ke dua (1518-1521).
 
Pembangunan masjid Agung Demak melibatkan langsung para wali yang masih hidup di masa itu. Sejarah menyebutkan bahwa para wali tersebut yang membuat langsung empat sokoguru atau pilar penopang utama masjid ini. Tiga pilar dibuat dari kayu jati utuh berukuran besar sedangkan satu pilar dibuat dari serpihan serpihan kayu dari tiga pilar tersebut.
 
Sokoguru yang berada di barat laut (kanan depan) didirikan Sunan Bonang, di barat daya (kiri depan) karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara (kiri belakang) buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut (kanan belakang) karya Sunan Kalijaga yang dibuat dari serpihan kayu, masyarakat Demak menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

Empat sokoguru didalam Masjid Agung Demak.

Ke empat sokoguru tersebut terbuat dari kayu jati tua dan kini masih berdiri kokoh ditempatnya. Upaya konservasi terhadap empat tiang bersejarah tersebut dilakukan dengan menambahkan pelapis di bagian luar juga dengan kayu jati berukuran tebal melapisi seluruh masing masing tiang tersebut dibagian luar.

Pemugaran Tahun 1987
 
Masjid Agung Demak pernah direnovasi dimasa pemerintahan Presiden Suharto. Renovasi dilakukan untuk mempertahankan Masjid Agung Demak yang sudah termakan usia. Renovasi saat itu dilakukan dengan tetap menjaga keaslian bentuk Masjid Agung Demak. Penggantian dan perbaikan bagian bagian yang sudah lapuk seiring berjalannya waktu.
 
Sokoguru yang kini berdiri merupakan sokoguru dari masa renovasi tersebut, sedangkan sokoguru aslinya kini disimpan digedung museum Masjid Agung Demak yang dibangun dipelataran depan masjid. Penggantian sokoguru dilakukan karena kondisinya yang sudah sangat mendesak, bagian atas sokoguru diketahui sudah benar benar lapuk termasuk akibat cairan hewan malam yang seringkali hinggap disana

Pemugaran terhadap Masjid Agung Demak pernah dilakukan di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan diresmikan pada tanggal 21 Maret 1987.

Peresmian masjid Agung Demak setelah renovasi dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1987 oleh Presiden Suharto. Turut hadir dalam upacara peresmian tersebut diantaranya adalah Ibu Tien Suharto, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH, Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, Menteri Dalam Negeri Suparjo Rustam, dan Ibu E.N. Soedharmono
 
Hal yang memprihatinkan terjadi pada sokotatal yang dibuat oleh Sunan Kalijogo, saat ini soko tatal tersebut tinggal tersisa lebih kurang satu meter saja, selain memang sudah lapuk pada saat diganti, tapi ternyata juga menjadi objek “pencongkelan” para pengunjung museum untuk dijadikan semacam “oleh-oleh” atau lainnya, sebelum kemudian seluruh empat sokoguru tersebut diproteksi oleh pengelola museum dengan dinding kaca.

Beberapa bangunan dan fasilitas ditambahkan ke masjid Agung Demak ini dikemudian hari termasuk penambahan bangunan pawastren atau tempat sholat khusus Jemaah wanita dibangun pada masa K.R.M.A.Arya Purbaningrat 1866 M. Menara masjid ini pun dibangun jauh setelah pembangunan masjid, dibangun di abad ke 20 di prakarsai para ulama seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.

Presiden Suharto dan rombongan di Masjid Agung Demak saat peresmian Pemugaran Masjid Agung Demak Pada 21 Maret 1987.

Pembangunan fasilitas penunjang dan perbaikan komplek masjid terus belanjut hingga ke masa kemerdekaan termasuk pembangunan termpat wudhu, kantor takmir dan pengurus juga pembangunan museum masjid Agung Demak yang menyimpan berbagai artifak sejarah yang berhubungan dengan Masjid Agung dan kesultanan Demak.

Duplikasi Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak secara utuh kemudian di tiru oleh para tokoh masyarakat dan Ulama kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan) saat mereka membangun Masjid Jami’ Martapura (1897 M), utusan dari Kesultanan Banjar sengaja datang ke Demak untuk melihat Masjid Agung Demak dan membuat maket masjid tersebut lengkap dengan skala demi keperluan pembangunan masjid Jami’ kesultanan Banjar. Masjid Jami’ Martapura yang asli kini sudah berganti menjadi sebuah masjid yang begitu megah dan modern bernama Masjid Agung Al-Karomah Martapura.

Bentuk masjid beratap Joglo seperti ini tak hanya ditemui pada masjid masjid yang dibangun setelah era Masjid Agung Demak, tapi pada masjid masjid yang dibangun sebelum Masjid Agung Demak berdiri pun sudah memakai struktur demikian. Seperti contoh pada masjid tertua di Indonesia Masjid Saka Tunggal(1288) di Banyumas yang menggunakan atap joglo bertiang tunggal, itu sebabnya disebut masjid saka tunggal. Lebih jauh ke timur kita akan temukan bentuk yang sama pada Masjid Wapauwe (1414) Masjid tua Maluku Tengah.

Dari sudut ini hampir keseluruhan Masjid Agung Demak tampak dalam satu frame. Saat saat menjelang pagi hari, ketika para peziarah sudah mulai bergerak dari masjid menuju komplek pemakaman para Sultan Demak di bagian belakang masjid ini.

Kita akan menemukan pola yang sama pada masjid masjid tua Indonesia diberbagai daerah seperti contoh, Masjid Sultan Suriansyah (1526) di Banjarmasih Kalimantan Selatan, Masjid Al-Hilal Katangka (1603) di kampung halaman nya Shekh Yusuf di Kabupaten Gowa, Sulsel. Dan Masjid Tua Palopo(1604) peninggalan Kesultanan Luwu di Kota Palopo, SuIawesi Selatan. Masih ada lagi Masjid Djami Keraton Landak (1895) di Kabupaten Landak, Kalimantan barat serta Masjid Agung Air Mata - Kupang (1806). Arsitektural masjid dengan atap joglo atau bentuk limas ini menyebar di seluruh tanah air dari pulau sumatera di barat hingga ke wilayah timur Indonesia.

Yang lebih menarik kemudian bahwa arsitektural  masjid asli Nusantara ini juga dipakai di masjid masjid tua di negeri serantau, seperti contohnya adalah dua masjid tua di Kota Malaka, Malaysia yakni Masjid Kampung Keling Malaka, Malaysia (1748M) dan Masjid Kampung Hulu Malaka, Malaysia (1728M). 

Para peziaran dari berbagai daerah memadati area komplek pemakaman para Sultan Demak di komplek Masjid Agung Demak ini. Mereka yang datang dari berbagai daerah menggunakan berbagai moda kendaraan menginap di masjid Agung dan dibimbim oleh para pembimbingnya masing masing menuju ke komplek pemakaman ini melalui koridor disebelah kanan masjid. 

Tak hanya masjid masjid tua yang menggunakan rancangan masjid warisan kejayaan Majapahit itu. Arsitektur Masjid dengan atap Joglo bersusun tiga ini seperti sudah menjadi ciri khusus masjid khas Indonesia. Bila anda masih ingat dengan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yayasan yang didirikan oleh Alm. Pak Harto semasa masih berkuasa, setiap masjid yang dibangun dengan dana dari yayasan ini selalu menggunakan atap limasan (joglo) bersusun tiga dengan 4 sokoguru pada masjid masjid yang dibangun.

Masjid masjid megah yang di beberapa kota tanah air yang didirikan di abad ini pun tak sedikit yang masih mengadopsi arsitektur tradisional asli Indonesia ini, meski dengan sentuhan modern dan berteknologi terkini, beberapa juga dibangun tanpa 4 sokoguru. Seperti contoh Masjid Raya Batam yang dibangun tahun 1997 dan bagian bangunan perluasan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II di kota Palembang, Sumatera Selatan yang menggunakan struktur atap limas untuk tetap memberikan harmonisasi dengan atap limas bersusun tiga pada bangunan masjid asli yang masih terjaga dengan baik di bagian paling depan dari keseluruhan komplek Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II. [telah di update pada 4 Mei 2025]

(Bersambung ke bagian 3, ahir)

Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------


Senin, 31 Desember 2018

Masjid Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara

Awal hari yang cerah di Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia dan di Nusantara, sekaligus juga merupakan masjid pertama yang dibangun sebagai masjid kesultanan di Nusantara. Lokasinya berada di desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.

Sejak dibangun, masjid agung Demak telah menjadi rujukan pembangun masjid masjid kesultanan lainnya di wilayah Nusantara, baik yang kini menjadi wilayah Republik Indonesia hingga ke wilayah Negara tetangga termasuk Malaysia dan Brunai Darussalam.

Masjid Agung Demak dipercaya sebagai tempat berkumpulnya Walisongo untuk membahas dakwah agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan di Nusantara pada umumnya. Sejarah pembangunan masjid ini berkaitan erat dengan sejarah berdirinya Kesultanan Demak sebagai Kesultanan pertama di Nusantara melepaskan diri secara menyeluruh dari pengaruh kerajaan Majapahit.



Kesultanan Demak berdiri dengan dukungan dari para wali yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertamanya. Raden Fatah sendiri diketahui merupakan salah satu putra dari Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang berkuasa pada saat berdirinya Kesultanan Demak di abat ke 15 miladiah.

Raden Fatah atau juga dikenal dengan Sultan Fatah wafat dan dimakamkan di sebelah barat komplek Masjid Agung Demak bersama dengan sultan Demak yang lain beserta keluarga dan para abdinya.

Lokasi Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak terletak di Desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. berjarak lebih kurang 26 km dari Kota Semarang, atau 25 km dari Kabupaten Kudus, dan 35 km dari Kabupaten Jepara.

Dibangun disisi barat alun alun Demak, Masjid Agung Kesultanan Demak masih berdiri kokoh hingga kini dengan bentuk aslinya, lengkap dengan satu menara yang dibangun jauh setelah masjid ini berdiri.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota disisi sebelah barat alun-alun. Sebagai Kesultanan pertama di tanah Jawa dan Nusantara, tata letak masjid Agung Demak ini menjadi rujukan tata kota lainnya di Nusantara dengan ciri khususnya adalah adanya alun alun berukuran cukup luas di pusat kota dilengkapi dengan Masjid Agung disisi sebelah barat, begitupun dengan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang dibangun tak jauh dari alun alun kota.

Namun demikian keberadaan keraton kesultanan Demak masih menjadi misteri hingga kini. Meskipun banyak pihak menduga bahwa bekas keraton Kesultanan Demak berada di sebelah selatan alun alun Demak.

Sejarah Masjid Agung Demak

Raden Fatah membangun Masjid Agung Demak di tahun 1401 Saka atau 1477 Miladiyah, atau dua tahun setelah beliau diangkat sebagai adipati Glagahwangi (Demak) di tahun 1475M sebagai sebuah kadipaten didalam lingkup kerajaan Majapahit. Ditahun 1478 dengan dukungan para wali beliau dinobatkan sebagai Sultan Demak bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Munculnya nama Palembang dalam gelar beliau karena beliau memang lahir dan besar di Palembang (Sumatera Selatan) dari Ibu nya yang berasal dari Campa.
 
Sebelumnya Demak merupakan bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) yang tak lain adalah ayah kandung dari Raden Fatah. Sebagai putra raja Majapahit, Raden Fatah memang dibentangkan karpet merah ke wilayah kekuasaan. Tak mengherankan jika sebelum menjadi Sultan Demak beliau telah dianugerahi jabatan oleh ayah-nya sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi (Demak) di tahun 1475 M. 

Di dalam ruang utama Masjid Agung Demak.

Beliau juga menerima hadiah 8 pilar berukir dari ayahnya yang dikemudian hari digunakan sebagai pilar penopang di serambi Masjid Agung Demak dimasa pemerintahan Adipati Yunus (Pati Unus). Pilar pilar tersebut masih dapat kita lihat keberadaannya hingga kini dan disebut dengan pilar Majapahit.
 
Proklamasi Demak sebagai sebuah Kesultanan Merdeka dari Majapahit terjadi setelah Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma (Bhre Kertabhumi) raja Majapahit yang merupakan Ayah kandung dari Raden Fatah dikudeta oleh Dyah Ranawijaya dari tahta Majapahit.
 
Tak pelak, berdirinya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam dan melepaskan diri dari pengaruh Majapahit mengundang kemarahan pihak keraton Majapahit yang kemudian mengirimkan pasukan untuk menyerang Demak. Namun serangan itu dapat dipatahkan oleh pasukan Demak. Disebutkan bahwa salah satu dari pimpinan pasukan Majapahit bernama Raden Sepat bahkan kemudian mengikrarkan ke-Islaman nya dan bergabung dengan kesultanan Demak.
 
Raden Sepat yang kemudian terlibat langsung dalam proses merancang Masjid Agung Demak dengan, kemungkinan besar beliau merupakan bagian dari pasukan zeni tempur Majapahit sehingga memiliki kemampuan arsitektur yang cukup memadai.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa warisan seni arsitektur Majapahit sangat kental dalam rancang bangun Masjid Agung Demak ini, dengan menerapkan bentuk bangunan aula luas beratap limasan bertingkat sebagaimana lazimnya sebuah bangunan besar di era Majapahit.

Serambi Masjid Agung Demak, perhatikan pilar pilar Majapahit yang indah terbuat dari kayu jati berukir.

Masjid Agung Demak dibangun dibangun di lokasi bangunan pondok pesantren Glagahwangi, tempat Raden Fatah menimba ilmu agama dibawah asuhan Sunan Ampel. Wajar bila kemudian para wali mendukung penuh berdirinya kesultanan Demak. Pesantren Glagahwangi didirikan oleh Sunan Ampel ditahun 1466 Miladiyah, sekaligus berfungsi sebagai Masjid.

Pembangunan Masjid Agung Demak tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah prasasti yang ditempatkan di dalam ruang mihrab dan dikenal sebagai Condro Sengkolo Memet. Sebuah prasasti berbentuk bulus (kura kura) yang berarti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”.

Gambar bulus terdiri dari ; satu kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus yang bulat berarti angka nol, satu ekor bulus berarti angka satu, yang bermakna tahun 1401 Saka yang kemudian disepakati tahun tersebut bertepatan dengan tahun 1477 Miladiyah.

Masjid agung Demak dari arah komplek makam para Sultan Demak, sesaat setelah waktu sholat subuh.

Berdirinya Kesultanan Demak ini dikemudian hari diikuti dengan berdirinya kesultanan Cirebon yang selanjutnya diikuti dengan berdirinya Kesultanan Banten dan berbagai Kesultanan lainnya di wilayah Nusantara.

Disebutkan bahwa Raden Sepat yang mengarsiteki pembangunan masjid Agung Demak juga terlibat dalam proses rancangan Masjid Agung Sang Ciptarasa di Kesultanan Cirebon dan Masjid Agung Banten di Kesultanan Banten.

Sehingga anda akan dengan mudah menemukan kemiripan diantara tiga masjid tersebut. Bahkan beberapa penulis tak segan menyebut ketiga masjid tersebut sebagai tiga masjid kembar. Beberapa menyebutkan masjid Agung Demak sebagai kembaran Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. (semua foto dari akun instagram @hendrajailani). [Telah di Update pada 3 mei 2025].

(Bersambung ke Bagian 2)
.
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------