![]() |
Ba'da Subuh di Masjid Agung Demak. |
Arsitektur Masjid Agung Demak
Bangunan asal
yang dibangun pada era Raden Fatah kini menjadi bangunan induk tempat mihrab,
mimbar dan maksurah berada. Bangunan induk tersebut kemudian ditambah dengan
bangunan Serambi pada masa pemerintahan Adipati Unus atau Pati Unus atau
dikenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak ke dua (1518-1521).
Pembangunan
masjid Agung Demak melibatkan langsung para wali yang masih hidup di masa itu.
Sejarah menyebutkan bahwa para wali tersebut yang membuat langsung empat
sokoguru atau pilar penopang utama masjid ini. Tiga pilar dibuat dari kayu jati
utuh berukuran besar sedangkan satu pilar dibuat dari serpihan serpihan kayu
dari tiga pilar tersebut.
Sokoguru yang
berada di barat laut (kanan depan) didirikan Sunan Bonang, di barat daya (kiri
depan) karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara (kiri belakang) buatan Sunan
Ampel, dan yang berdiri di timur laut (kanan belakang) karya Sunan Kalijaga yang dibuat dari serpihan kayu, masyarakat Demak menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai
Soko Tatal.
![]() |
Empat sokoguru didalam Masjid Agung Demak. |
Ke empat sokoguru tersebut
terbuat dari kayu jati tua dan kini masih berdiri kokoh ditempatnya. Upaya
konservasi terhadap empat tiang bersejarah tersebut dilakukan dengan
menambahkan pelapis di bagian luar juga dengan kayu jati berukuran tebal
melapisi seluruh masing masing tiang tersebut dibagian luar.
Pemugaran Tahun 1987
Masjid Agung Demak pernah direnovasi dimasa
pemerintahan Presiden Suharto. Renovasi dilakukan untuk mempertahankan Masjid
Agung Demak yang sudah termakan usia. Renovasi saat itu dilakukan dengan tetap
menjaga keaslian bentuk Masjid Agung Demak. Penggantian dan perbaikan bagian
bagian yang sudah lapuk seiring berjalannya waktu.
![]() |
Pemugaran terhadap Masjid Agung Demak pernah dilakukan di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan diresmikan pada tanggal 21 Maret 1987. |
Peresmian masjid Agung Demak setelah
renovasi dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1987 oleh Presiden Suharto. Turut
hadir dalam upacara peresmian tersebut diantaranya adalah Ibu Tien Suharto,
Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH, Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Fuad
Hasan, Menteri Dalam Negeri Suparjo Rustam, dan Ibu E.N. Soedharmono
Hal yang memprihatinkan terjadi pada sokotatal
yang dibuat oleh Sunan Kalijogo, saat ini soko tatal tersebut tinggal tersisa
lebih kurang satu meter saja, selain memang sudah lapuk pada saat diganti, tapi
ternyata juga menjadi objek “pencongkelan” para pengunjung museum untuk
dijadikan semacam “oleh-oleh” atau lainnya, sebelum kemudian seluruh empat
sokoguru tersebut diproteksi oleh pengelola museum dengan dinding kaca.
Beberapa bangunan dan fasilitas ditambahkan ke masjid Agung Demak ini dikemudian hari termasuk penambahan bangunan pawastren atau tempat sholat khusus Jemaah wanita dibangun pada masa K.R.M.A.Arya Purbaningrat 1866 M. Menara masjid ini pun dibangun jauh setelah pembangunan masjid, dibangun di abad ke 20 di prakarsai para ulama seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.
![]() |
Presiden Suharto dan rombongan di Masjid Agung Demak saat peresmian Pemugaran Masjid Agung Demak Pada 21 Maret 1987. |
Pembangunan fasilitas penunjang dan perbaikan komplek masjid terus belanjut hingga ke masa kemerdekaan termasuk pembangunan termpat wudhu, kantor takmir dan pengurus juga pembangunan museum masjid Agung Demak yang menyimpan berbagai artifak sejarah yang berhubungan dengan Masjid Agung dan kesultanan Demak.
Duplikasi Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak secara
utuh kemudian di tiru oleh para tokoh masyarakat dan Ulama kesultanan Banjar
(Kalimantan Selatan) saat mereka membangun Masjid Jami’ Martapura (1897 M),
utusan dari Kesultanan Banjar sengaja datang ke Demak untuk melihat Masjid
Agung Demak dan membuat maket masjid tersebut lengkap dengan skala
demi keperluan pembangunan masjid Jami’ kesultanan Banjar. Masjid Jami’
Martapura yang asli kini sudah berganti menjadi sebuah masjid yang begitu megah
dan modern bernama Masjid
Agung Al-Karomah Martapura.
Bentuk masjid beratap Joglo
seperti ini tak hanya ditemui pada masjid masjid yang dibangun setelah
era Masjid
Agung Demak, tapi pada masjid masjid yang dibangun sebelum Masjid
Agung Demak berdiri pun sudah memakai struktur demikian. Seperti
contoh pada masjid tertua di Indonesia Masjid
Saka Tunggal(1288) di Banyumas yang menggunakan atap joglo bertiang
tunggal, itu sebabnya disebut masjid saka tunggal. Lebih jauh ke timur kita
akan temukan bentuk yang sama pada Masjid
Wapauwe (1414) Masjid tua Maluku Tengah.
Kita akan menemukan pola yang
sama pada masjid masjid tua Indonesia diberbagai daerah seperti contoh, Masjid
Sultan Suriansyah (1526) di Banjarmasih Kalimantan Selatan, Masjid
Al-Hilal Katangka (1603) di kampung halaman nya Shekh Yusuf di
Kabupaten Gowa, Sulsel. Dan Masjid
Tua Palopo(1604) peninggalan Kesultanan Luwu di Kota Palopo, SuIawesi
Selatan. Masih ada lagi Masjid
Djami Keraton Landak (1895) di Kabupaten Landak, Kalimantan barat
serta Masjid
Agung Air Mata - Kupang (1806). Arsitektural masjid dengan atap joglo
atau bentuk limas ini menyebar di seluruh tanah air dari pulau sumatera di
barat hingga ke wilayah timur Indonesia.
Yang lebih menarik kemudian bahwa
arsitektural masjid asli Nusantara ini juga dipakai di masjid masjid tua
di negeri serantau, seperti contohnya adalah dua masjid tua di Kota Malaka,
Malaysia yakni Masjid Kampung
Keling Malaka, Malaysia (1748M) dan Masjid Kampung Hulu Malaka, Malaysia (1728M).
Tak hanya masjid masjid tua yang
menggunakan rancangan masjid warisan kejayaan Majapahit itu. Arsitektur Masjid
dengan atap Joglo bersusun tiga ini seperti sudah menjadi ciri khusus masjid
khas Indonesia. Bila anda masih ingat dengan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yayasan
yang didirikan oleh Alm.
Pak Harto semasa masih berkuasa, setiap masjid yang dibangun dengan
dana dari yayasan ini selalu menggunakan atap limasan (joglo) bersusun tiga
dengan 4 sokoguru pada masjid masjid yang dibangun.
Masjid masjid megah yang di
beberapa kota tanah air yang didirikan di abad ini pun tak sedikit yang masih
mengadopsi arsitektur tradisional asli Indonesia ini, meski dengan sentuhan
modern dan berteknologi terkini, beberapa juga dibangun tanpa 4 sokoguru.
Seperti contoh Masjid
Raya Batam yang dibangun tahun 1997 dan bagian bangunan
perluasan Masjid
Agung Sultan Mahmud Badaruddin II di kota Palembang, Sumatera Selatan
yang menggunakan struktur atap limas untuk tetap memberikan harmonisasi dengan
atap limas bersusun tiga pada bangunan masjid asli yang masih terjaga dengan
baik di bagian paling depan dari keseluruhan komplek Masjid Agung Sultan
Mahmud Badaruddin II. [telah di update pada 4 Mei 2025]
------------------------------------------------------------------
Artikel Terkait
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 1)
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 2)
Masjid
Agung Demak, Masjid Kesultanan Pertama di Nusantara (bagian 3)
Masjid
Saka Tunggal, Masjid Tertua di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA