Tampilkan postingan dengan label masjid agung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label masjid agung. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Mei 2025

Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta

Aerial view Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta.
 
Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta berlokasi di Kampung Kaum, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, merupakan salah satu bukti otentik penyebaran Islam di wilayah Purwakarta. Sejak dibangun sampai saat ini, masjid tersebut menjadi pusat syiar Islam di Purwakarta. masjid yang ada di lingkungan kantor Pemerintahan Kabupaten Purwakarta ini, terlihat lebih sederhana di banding masjid agung daerah lainnya. Meskipun sederhana, namun cahaya-cahaya religius terpancar dari bangunan tua ini.
 
Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan muslim Purwakarta kepada mendiang Raden Haji Yusuf yang terkenal dengan nama Baing Yusuf, ulama terkemuka yang menjabat sebagai penghulu Kepala di Kabupaten Purwakarta sejak tahun 1828, nama aslinya Raden Muhammad Yusuf, Kata “Baing” (dari bahasa Sunda “Bapak Aing” – Bapak saya) merupakan panggilan dari para murid beliau. Beliau yang memimpin pembangunan masjid ini, menjadi pengurusnya dan juga menjadi motor penggerak syiar penyebaran Islam di Purwakarta.
 
Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta
Jl. Gandanegara 30 RT 05 RW 02 Kel. Nagri Tengah
Kabupaten Purwakarta 41114
Prov. Jawa Barat - Indonesia
https://maps.app.goo.gl/c6X5DfRmg9aEyydj8
 

 
Sejarah Masjid Agung Purwakarta
 
Situs simas kemenag menyebutkan bahwa Masjid Agung Purwakarta ini pertama kali dibangun tahun 1826 oleh masyarakat muslim Sindangkasih dibawah pimpinan Raden Haji Yusuf (Baing Yusuf). Beliau adalah putra dari bupati Bogor Raden Aria Djajanegara.
 
Beliau juga yang kemudian menjadi pengelola masjid ini dalam kapasitasnya sebagai Penghulu Kepala (Hoofdpenghulu) di kabupaten Karawang. Pada masa itu wilayah Purwakarta masih merupakan bagian dari Kabupaten Karawang. Baing Yusuf secara resmi menjabat sebagai Penghulu Kepala Kabupaten Karawang sejak tahun 1828 (Almanak van Nederlandsch Indie, 1828:59).
 
Bila melihat perjalanan sejarah kabupaten Karawang, pembangunan Masjid Agung Purwakarta di Sindangkasih ini berhubungan erat dengan pemindahan ibukota kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih yang terjadi sekitar tahun 1827 atau 1830 sejak masa pemerintahan Bupati  Bupati R.A.A. Suriawinata alias “Dalem Sholawat” (1827 – 1849). Pemindahan ibukota tersebut diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial Belanda tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
 
Metamorfosis Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta sejak masa Belanda hingga saat ini.

Berpisahnya kabupaten Karawang dengan Purwakarta terjadi pada masa Republik Indonesia Serikat dengan keluarnya surat keputusan Wali Negeri Pasundan No.12 tanggal
29 Januari 1949 yang membagi Kabupaten Karawang menjadi dua, Karawang bagian timur menjadi Kabupaten Purwakarta dan Karawang bagian barat menjadi Kabupaten Karawang.
 
Pembangunan Masjid Agung di Sindangkasih ini dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan Pendopo, Gedung Karesidenan, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojang. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya, termasuk juga pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya.
 
Pada tahap awal, kondisi bangunan masjid masih sangat sederhana, sama dengan kondisi bangunan pendopo. Atap masjid berbentuk limas bertumpang, ciri khas masjid tradisional. Waktu itu, atap umumnya terbuat dari ijuk, dan badan bangunan dibuat dari kayu dan bambu. Pembangunan dan renovasi sampai ke bentuknya saat ini dilakukan beberapa kali setelah itu. Masjid Agung Purwakarta dikelola oleh Baing Yusuf kemudian dilanjutkan oleh keturunan Baing Yusuf, yaitu Kiyai Haji R. Marjuki (Baing Marjuki) sampai tahun 1937.

Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta ditahun 1980-an.
 

Renovasi pertama diperkirakan dilaksanakan pada sekitar tahun 1854, masa pemerintahan Bupati R.T.A. Sastradiningrat I (1854 – 1863). Tahun 1926 masjid itu dilengkapi dengan bak air dan tempat mandi yang dipelopori oleh R. Ibrahim Singadilaga, seorang tokoh masyarakat Purwakarta.
 
Tahun 1955, di sebelah kiri masjid dibangun ruangan untuk Kantor Pengadilan Agama diprakarsai dan dipimpin oleh R. Endis, K.H. R. Santang, dan K.H. Moh. Aop. Tahun 1967 ruangan masjid diperluas dengan menambah bangunan sayap dan tempat wudlu.
 
Tahun 1979, masjid itu direnovasi secara besar-besaran, tetapi tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai artistiknya. Pelaksanaan renovasi dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purwakarta, diketuai oleh Hj. Mamie Satibi Darwis, istri Letjen. Drs. H.R.A. Satibi Darwis. Setelah selesai direnovasi, Masjid Agung Purwakarta diresmikan oleh Menteri Agama RI, Letjen. H. Alamsyah Ratu Perwiranegara tahun 1980.
 
Alun Alun dan Masjid Agung Purwakarta tahun 1980-an.

Masjid Agung Purwakarta kembali mengalami pemugaran besar besaran pada masa pemerintahan Bupati Drs. H. Bunyamin Dudih, S.H. (1993-2003) sekaligus mengkoreksi arah kiblat masjid yang dengan sendiri menjadi babak ahir bangunan lama Masjid Agung Purwakarta.
 
Masjid agung kembali direnovasi di bagian depan, samping kiri dan kanan bahkan di bangun tempat wudhu dan taman oleh H. Dedi Mulyadi, SH yang terjadi pada tahun 2011 hingga 2012. Setelah renovasi Dedi Mulyadi yang kemudian mengabadikan nama Baing Yusuf sebagai nama Masjid ini hingga menjadi Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta.
 
Alun alun dan Masjid Agung Purwakarta di masa penjajahan Belanda.

Meski telah berkali kali mengalami renovasi dan pemugaran, Masjid ini masih memiliki benang merah dengan bentuk bangunan aslinya dan satu hal yang memperkuat nilai sejarah situs Masjid Agung Purwakarta ini adalah keberadaan makan Bupati R.T.A. Gandanegara -- Bupati Karawang ke-15 (1911 – 1925) yang berkedudukan di Purwakarta -- di halaman belakang masjid. Hal yang disebut terakhir merupakan alasan kuat untuk tidak memindahkan lokasi masjid.
 
Baing Yusuf Wafat tahun 1854 dan dimakamkan di belakang Masjid Agung Purwakarta yang didirikannya ini.  Kini, Masjid Agung dipercantik oleh pemerintah dengan taman yang tertata rapi dan bersih. Setiap Harinya Masjid ini selalu ramai jamaah dari masyarakat sekitar dan para pejabat serta PNS silingkungan pemkab Purwakarta, termasuk mereka yang berziarah ke-makam Baing Yusuf.***
 

Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
Masjid Islamic Center Indramayu, Jawa Barat
Masjid Andalusia Islamic Center - Bogor, Bogor
Masjid Agung Manonjaya, Tasikmalaya
Masjid Agung Sang Cipta Rasa – Cirebon
Masjid Pusat Studi dan Dakwah Islam (PUSDAI)  
Masjid Raya Bandung Jawa Barat
Masjid Agung Karawang
Islamic Center Kota Bekasi
 
Referensi
 
http://purwakartatourismboards.blogspot.co.id/2016/08/masjid-agung-baing-yusuf.html
http://www.republika.co.id/berita/koran/kabar-jabar/14/07/17/n8ue0564-masjid-agung-baing-yusuf-purwakarta-makna-religius-dibalik-kesederhanaan
http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/165450/
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Bupati_Karawang

Minggu, 07 April 2024

Masjid Agung Tirana, Masjid Terbesar di Balkan

Masjid Agung Tirana, belum sepenuhnya selesai tapi keindahannya sudah terlihat.
 
Masjid Agung Tirana atau lebih dikenal sebagai Masjid Namazgâh (Xhamia e Namazgjasë) karena lokasinya yang berada di alun-alun Namazgâh . Dikenal juga dengan nama Xhamia e Madhe e Tiranës , adalah masjid agung di kota Tirana, ibukota Albania sekaligus juga merupakan masjid terbesar di negara tersebut dan terbesar di kawasan semananjung Balkan.
 
Meski sudah tampak begitu megah, namun masjid ini secara resmi belum menyelesaikan seluruh proses pembangunannya dan belum dibuka baik untuk peribadatan maupun untuk kunjungan umum.
 
Masjid Agung Baru Tirana
Distrik Tiranë, Albania
41.325620, 19.821153
 
 
Sejarah
 
Setelah jatuhnya komunisme di Albania, pada tahun 1991, Muslim Albania sering mengeluh karena didiskriminasi . Meskipun dua katedral untuk umat Katolik dan Ortodoks Timur dibangun, pada tahun 2016 umat Muslim Albania masih belum memiliki masjid pusat dan harus salat di jalanan. Saat hari raya Islam, Skanderbeg Square dipenuhi jamaah Islam, karena masjid Ethem Bey hanya berkapasitas 60 orang. Hujan membuat khutbah Jumat tidak bisa dilaksanakan.
 
Pada tahun 1992, presiden saat itu, Sali Berisha, meletakkan batu pertama sebuah masjid yang akan dibangun di dekat alun-alun Namazgja, dekat dengan parlemen, namun pembangunan tersebut tidak pernah selesai setelah ketua parlemen, Pjetër Arbnori, seorang Katolik, menentang rencana tersebut.
 
Presiden Erdogan saat meresmikan pembangunan masjid Agung Tirana.

Alasan penolakannya karena lokasi pembangunan masjid tersebut berdekatan dengan gedung parlemen sehingga mengesankan bahwa Albania adalah sebuah Republik Islam.
 
Keputusan pembangunan masjid diambil pada tahun 2010, oleh Walikota Tirana saat itu, Edi Rama yang mengumumkan pembangunan masjid tersebut secara mendadak. Dia menilai bahwa pembangunan masjid dinilai perlu karena sudah terdapat 114 gereja namun hanya 8 masjid (dari 28 pada tahun 1967).
 
Keputusan walikota tersebut mengundang komentar negatif dari Menteri Perhubungan, Sokol Olldashi, berpendapat bahwa pengumuman Rama adalah kampanye politik, terkait dengan pemilu lokal yang diselenggarakan pada Mei 2011.
 
Masjid Agung Tirana saat pembangunan.

Olldashi menuduh wali kota, yang juga pemimpin oposisi Sosialis, menipu masyarakat. Denah pusat kota yang dirancang oleh Studio Arsitektur Perancis, yang telah disetujui oleh pemerintah kota, tidak termasuk masjid.
Dewan kota membalas dengan mengatakan bahwa menteri "hanya melemparkan lumpur ke arah walikota."

Danaan untuk pembangunan masjid berasal dari organisasi Muslim Turki utama yang dikelola negara, Diyanet. Pada tahun 2015, presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengunjungi Albania untuk upacara pe
resmian proyek pembangunan masjid tersebut .
 
Masjid Agung Tirana

Arsitektur
 
Masjid ini memiliki empat menara setinggi 50 m, sedangkan kubah tengahnya setinggi 30 meter. Lantai pertama masjid akan mencakup pusat kebudayaan dan fasilitas lainnya, termasuk perpustakaan   dan ruang konsfrensi .
 
Masjid ini dibangun di atas lahan seluas 10.000 meter persegi dekat gedung parlemen Albania dan akan memiliki kapasitas hingga 5000 orang untuk salat sekaligus di dalam masjid.
 
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menyebut pembangunan masjid ini oleh pemerintah Turki sebagai “simbol unik persaudaraan antar bangsa” pada upacara peletakan batu pertama pada tahun 2015. ***
 
Follow & Like akun Instagram kami di  @masjidinfo  dan  @masjidinfo.id
🌎  informasi gudang masjid di nusantara dan mancanegara.
--------------------------------------------------- - ----------------
 
Baca Juga

Minggu, 13 Agustus 2023

Masjid Agung Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara

Masjid Agung Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara  dengan Gedung Islamic Center disebelahnya. (foto: IG @saiful_safeer)
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi diresmikan pada 30 Januari 2019 oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Ramayadi didampingi Wali Kota Tebingtinggi Ir Umar Zunaidi Hasibuan bersama undangan. Upacara peresmian masjid agung tersebut bersamaan dengan peresmian tiga bangunan lainnya milik Pemerintah Kota Tebingtinggi lainnya.
 
Tiga bangunan lainnya yakni gedung Islamic Centre, Balai Pertemuan Kartini serta Balai Kota Tebingtinggi. Upacara peresmian ditandai dengan penandatangan batu prasasti dan pengguntingan pita oleh Ketua TP PKK Provsu Hj Nawal Lubis Edy Rahmayadi, di halaman Kantor Balai Kota, Jalan Sutomo Kota Tebingtinggi.
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi
Lalang, Rambutan, Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara 20998
https://goo.gl/maps/qJ2W5vkMyUnNrRut8
 

 
Keempat bangunan baru tersebut merupakan bagian dari proyek dengan anggaran biaya bertahap multy years dari dana APBD Kota Tebingtinggi. Untuk bangunan Masjid Agung dan gedung Islamic Centre yang menelan dana sekitar Rp 64 miliar.
 
Masjid tersebut berada di Jalan Medan-Tebingtinggi, Kelurahan Lalang, Kecamatan Rambutan, Kota Tebingtinggi.  Lokasinya yang hanya beberapa meter dari Simpang Beo yang merupakan titik pertemuan jalur lintas Tebingtinggi-Siantar dan Tebingtinggi-Kisaran, sehingga tak jarang masjid satu ini menjadi perhentian para pengendara.
 
MEGAH. Masjid Agung Kota Tebingtinggi dengan gaya arsitekturnya yang megah memadukan gaya masjid kuno kesultanan di Sumatera dengan sentuhan gaya bangunan masjid Asia tengah dan Kaukasus. (foto: muhammad fernanda)

Masjid ini buka 24 jam. Jadi pengunjung dapat memanfaatkan sepenuhnya sebagai tempat ibadah. Disekitar masjid ini juga disediakan lapak lapak bagi para pedagang kuliner.  Sebelumnya kota Tebingtinggi telah memiliki Masjid Raya Kota Tebing Tinggi yang posisinya persis berada di tengah Kota Tebingtinggi.
 
Arsitektur
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi dibangun dengan memadukan gaya bangunan masjid modern dengan gaya bangunan masjid masjid tua di Sumatera. Rancangan kubah utama masjid ini serupa dengan rancangan kubah Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dan masjid masjid tua kesultanan di Sumatera tempo dulu.
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi (foto: Ronaldi Tumanggor)

Gaya bangunan masjid masjid asia tengah tampak pada badan bangunan yang massif dan tinggi besar serta lantai masjid yang ditinggikan dari permukaan tanah menambah kesan kokoh dan gagah. Jendela jendela berukuran besar dengan kanopi kecil diatasnya menjadi salah satu ciri bangunan tropis.
 
Dua menara masjid ini dibangun terpisah di sisi kiri dan kanan bangunan utama. Bentuk menaranya agak berbeda dengan menara menara masjid yang ada di Indonesia. Menara masjid ini terdiri dari tiga bagian yakni bangunan penopang yang sama bentuknya dengan bangunan utama, lalu bagian tengah berdenah segi delapan dan sisi atas dengan batang menara yang lebih ramping.

Interior Masjid Agung Kota Tebingtinggi (foto: ucu jek)

Kubah utama masjid berdenah segi delapan ini diapit oleh empat kubah yang serupa namun berukuran lebih kecil di empat penjuru atap masjid. Ornamen bulan bintang bewarna ke-emasan menghias puncak kubah utama masjid. 
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi dibangun dengan daya tampung hingga 3.000 jamaah, sedangkan gedung Islamic Centre yang lokasinya berdampingan mampu menampung sekitar 1.000 pengunjung, sehingga bisa digunakan untuk even-even kegiatan keagamaan tingkat provinsi bahkan nasional termasuk penyelenggaraan Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Sumut 2019 dan MTQ Nasional tahun 2020 tingkat Provinsi Sumatera Utara
 
Compact & Minimalis. Gaya masjid agung kota Bukittinggi ini tampak megah dan anggun dengan pilihan warna warna kalem. (foto: Arif Faizin)

Bagian dalam masjid ini terang benderang dengan sinar matahari yang masuk dari kaca jendela masjid. Ruang mihrab dibangun menjorok keluar bangunan. Sisi depan mihrab dihias dengan bentuk gerbang besar dari kayu berukir. Satu mimbar kayu berukir ditempatkan didalam mihrab.
 
Masjid Agung Kota Tebingtinggi ini juga dilengkapi dengan beranda yang ditopang oleh pilar pilar beton bundar  dihias dengan ornamen simetris. Lengkunan besar diatas menara mengingatkan kita pada beranda Masjid Islamic Center Mataram di Lombok. Dengan memadukan warna putih susu dan hijau lumut memberikan kesan sejuk namun megah pada bangunan nya yang tinggi besar.***
 
Rujukan
 
https://sumutpos.co/masjid-agung-tebingtinggi-diresmikan-mampu-tampung-3-000-jamaah/
https://medan.tribunnews.com/2022/02/14/masjid-agung-tebingtinggi-ikon-baru-kota-lemang-yang-curi-perhatian.
https://parboaboa.com/menelusuri-pesona-masjid-agung-kota-tebing-tinggi
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
Masjid Jamik Hopong Benang Merah Masuknya Islam ke Tapanuli Utara
Mesjid Raya Sultan Akhmadsyah Tanjung Balai Warisan Kesultanan Asahan
Mesjid Agung H. Ahmad Bakrie Kisaran, Asahan
Masjid Azizi - Masjid Kesultanan Langkat
Masjid Raya Sulaimaniyah - Masjid Kesultanan Serdang
Masjid Raya Al Mashun - Medan
Mesjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan
Masjid Al Osmani Tertua di Kota Medan

Minggu, 09 Juni 2019

Masjid Agung Asmara, Eritrea

Masjid Agung Asmara dengan nama resmi yang terpampang di serambi nya itu "Masjid Al-khulafaur Rasyidin".

Asmara adalah Ibukota Negara Eritrea, salah satu Negara yang berada di timur laut Afrika dan menghadap ke laut merah. Eritrea merupakan salah satu Negara termuda di dunia, baru memproklamirkan kemerdekaanya pada tanggal 24 Mei 1993 dari Ethiopia. Sejarah perjuangan kemerdekaan Eritrea begitu panjang sejak wilayah ini berturut turut dikuasai oleh kerajaan Aksum, Italia, Inggris dan pemerintah federal Ethiopia.

Dimasa pemerintahan federal Ethiopia, Eritrea dijadikan provinsi ke 14 di Ethiopia, sekaligus juga sebagai satu satunya provinsi di Ethiopia yang memiliki akses ke laut tengah. Perseteruan panjang dengan Ethiopia berahir dengan kemenangan dalam referendum yang disponsori oleh PBB ditahun 1993. Seiring dengan kemerdekaan Eritrea, secara geografis seluruh wilayah Negara Eritrea ini mengunci dan mengurung wilayah Ethiopia dari akses ke laut merah.

Islam dianut oleh 52% dari total penduduk Eritrea. Islam masuk pertamakali ke Eritrea pada abad ke-7 Hijrah, sebagaimana di Ethiopia, ketika Nabi Muhammad s.a.w. melakukan hijrah beliau yang pertama ke negara tersebut (615 Masehi). Namun spesifikasi masuknya Islam di Eritrea terjadi pada abad ke-8, ketika para pembawa misi Islam memasuki Kepulauan Dahlak dan kota pantai Massawa.

Pelataran di depan masjid agung Asmara.
Meskipun mayoritas, secara politis, ummat Islam di Eritrea mengalami tekanan-tekanan, karena kekuasaan pemerintahan didominasi oleh kaum Krsten Ortodox, sehingga muncul parpol-parpol Islam yang bertujuan untuk menekan pemerintahan Isaias Afwerki, agar berlaku adil dan proporsional terhadap Islam. Karena kegigihan ummat Islam Eritrea, akhirnya mereka dicap sebagai kaum Islam fundamentalis dan teroris.

Masjid Agung Asmara

Masjid Agung Asmara atau dalam bahasa Italia disebut Grande Moschea di Asmara, dan beberapa nama lainnya yang digunakan adalah Al Kulafah Al Rashidan, Al Kulafah Al Rashidin, Al Kuaka Al Rashidin or Al Khulafa Al Rashiudin, adalah salah satu bangunan dengan nilai seni tinggi di pusat kota Asmara. Dibangun tahun 1938 pada saat wilayah Eritrea dan Ethiopia masih menjadi wilayah jajahan Italia. Pembangunannya atas perintah Bennito Mussolini untuk menghormati keberadaan muslim suni di kota tersebut.

Khulafa al-Rashidun Mosque
Selam Street, Asmara, Eritrea
Koordinat : 15°20'20"N   38°56'29"E


Lokasi masjid ini berada di Harnet Avenue (sebelumnya dikenal sebagai Viale Mussolini) di pusat kota Asmara. Masjid Agung Asmara merupakan dari 3 bangunan paling terkenal di Asmara bersama sama dengan Gereja Our Lady of the Rosary dan Katedral Enda Mariam Coptic Cathedral. Masjid Agung Asmara berada di ruas jalan Selam street, berdekatan dengan komplek pasar di kota Asmara.

Masjid ini rancangannya ditangani oleh Guido Ferrazza, dengan maksud untuk menghormati muslim suni yang merupakan 50% dari seluruh penduduk Eritria. Pengaruh arsitektur Romawi terasa kental pada bangunan masjid ini terutama pada bagian kubah besar danmenaranya. Bangunan masjid dan menaranya ini terlihat hampir dari seluruh penjuru kota.

Jemaah masjid agung Asmara yang meluber hingga pelataran depan dan jalan jalan akses di depan masjid.
Bangunan masjid ini dibangun dua lantai dan dua balkoni dengan gaya rococo italia atau kemudian dikenal dengan gaya baroque. Dibagian bawah menara masjid terdapat ekterior galeri yang dibagi menjadi tiga bagian. Sedangkan pilar pilar ganda di beranda masjid ini dibuat dari dekemhare travertine yang dipadu padan dengan Pualam Carrara.

Fitur lainnya dari masjid ini tentu saja adalah adanya ruang mihrab yang juga menggunakan bahan bangunan pualam carara, begitupun area area lainnya di dalam masjid. Sedangkan halaman terbuka di depan masjid ini ditutup dengan potongan potongan batu hitam dalam ukuran besar yang disusun apik dalam pola geometric. Arsitektur masjid agung Asmara ini memancarkan ruh rasionalime, klasik dan Islami dan Asmara telah menerima anugerah dari UNESCO sebagai cagar budaya dunia.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Senin, 05 September 2011

Masjid Agung Karawang (bagian II)

Pelataran depan masjid Agung Karawang.

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya Masjid Agung Karawang (bagian I) klik untuk kembali ke bagian I

Renovasi, Perbaikan dan pembanguan Masjid Agung Karawang

Adipati Singaperbangsa Bupati Karawang (memerintah 1633-1677M), semula berkantor di daerah Udug-udug. Kemudian karena berbagai pertimbangan, ia memindahkannya ke pelabuhan Karawang. Di tempat ini telah ada pasar, masjid Agung, dan sarana penunjang lain, termasuk pelabuhan itu sendiri yang memperlancar kegiatan lalu lintas perdagangan, pemerintah, dan sebagainya. di dekat masjid Agung dibangun alun-alun yang ditanami 2 pohon beringin di bagian kanan kirinya, kantor dan pendopo kebupaten, kantor keamanan dan tempat tahanan. Adipati Singaperbangsa memperindah bangunan masjid dan direnovasi diselaraskan dengan kantor kabupaten yang baru dibangun.

dari balik terali pagar alun alun.
Bupati Karawang pada waktu itu merupakan bawahan dari Sultan Agung yang bertekad untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan sekitarnya dan Karawang dipersiapkan menjadi pusat penyerangan tentara Mataram terhadap kedudukan tentara VOC /Kompeni di Batavia, dan Karawang juga menjadi lumbung padi sebagai pusat logistik dari peperangan tersebut. Hampir selama 44 tahun Adipati Singaperbangsa melaksanakan tugas pemerintahannya dengan memfungsikan masjid Agung Agung Karawang sebagai tempat ibadah dan memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam menunaikan tugas-tugas kenegaraannya.

Adipati Singaperbangsa wafat pada tahun 1677 M dan dimakamkan di Manggung Ciparage , tiga Bupati penerusnya masing masing Panatayuda I,II dan III tidak berkantor di Babakan Kartayasa, dan tidak melanjutkan perbaikan terhadap Masjid Agung Karawang. Raden Anom Wirasuta atau Panatayuda I (menjabat 1677 - 1721 M) berkantor di Waru dekat Loji, Pangkalan. Raden Martanegara atau Panatayuda III (menjabat 1732 - 1752 M) juga berkantor di Waru Pangkalan

Pada masa Bupati Karawang V yaitu Raden Muhamad Soleh atau Panatayuda IV (memerintah 1752 - 1786M), Kantor bupati dipindahkan kembali ke Babakan Kertayasa. Bupati V  ini, dikenal sebagai dalem nalon. Bupati ini mendapat kehormatan "naik nalon". Dari pemerintahan Kolonial Belanda, dan pada waktu itu hal tersebut  jarang terjadi. Ia termasuk pembina Masjid Agung, dan waktu meninggal Dunia ia dimakam kan dekat Masjid ini, tahun 1993 atas persetujuan para sesepuh, kerangka jenazahnya dipindahkan dan dimakamkan kembali di komplek makam Bupati Karawang di Desa Manggung Jaya Cilamaya. 

puncak atap limas Masjid Agung Karawang
Masa Penjajahan Kolonial Belanda

Sejak masa Bupati Karawang VI  sampai Bupati Karawang IX yakni antara tahun 1786 - 1827, tidak ada petunjuk dilakukannya perbaikan yang berarti apalagi perluasan bangunan dan sebagainya. Sebab sejak tahun 1827 para Bupati Karawang IX sampai bupati XXI atas kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda tidak lagi berkantor di kota Karawang melainkan ke Wanayasa dan Purwakarta, Sehingga dapat dipahami apabila para Bupati yang berkedudukan di Wanayasa dan Purwakarta perhatiannya kurang terhadap pembinaan Masjid Agung secara langsung, kemunginan dipercayakan kepada wedana atau camat yang bertugas di kota Karawang
.
Masa kemerdekaan

Setelah berlakunya Undang Undang no 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Barat maka kabupaten Karawang terpisah dari kabupaten Purwakarta dan Ibukotanya kembali di Karawang. Sedangkan Bupati Karawang masa itu dijabat oleh Raden Tohir Mangkudijoyo yang memerintah tahun 1950 - 1959, pada tahun 1950 atas persetujuan para Ulama dan Umat Islam, Mesjid Agung diperluas pada arah bagian depan dengan bangunan permanen ukuran 13 x 20 m ditambah menara ukuran kecil dan satu Kubah ukuran  3 x 3 m dengan tinggi 12 m, atap dari seng adapun luas tanah mesjd termasuk makam adalah 2.230 m.

Bangunan Masjid agung karawang yang kini kita lihat berdiri megah di pusat kota Karawang adalah bangunan hasil pembangunan yang diresmikan pada tanggal 28 Januari 1994 oleh Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana. Tercatat dalam prasasti pembangunan ucapan terima kasih kepada 4 perusahaan yang berkonribusi pada pembangunan masjid ini masing masing (1) PT. Bintang Puspita Dwi Karya, (2) PT. Argo Pantes, (3) PT. Astakona Megahtama dan (4) PT. Bestland Pertiwi. Prasasti tersebut ditandatangani oleh Bupati Karawang H. Sumarno Suradi dan Ketua DPRD Kabupaten Karawang H. Jamil Sfiuddin. Sedangkan bangunan menara yang menjulang tinggi di depan masjid diresmikan oleh Bupati Karawang H. Dadang S Muchtara pada tanggal 11 Agusutus 2006.

Kaligrafi ukuran besar di Masjid Agung Karawang.

Arsitektur Masjid Agung Karawang

Sejatinya masjid Agung Karawang dibangun dalam arsitektur khas Indonesia dalam skala yang lebih besar, dengan atap limas bersusun tiga dengan empat sokoguru utama menopang atap masjid. Plafon masjid dibiarkan terbuka untuk member ruang bagi masuk nya cahaya matahari ke dalam ruang masjid dan bagi kepentingan sirkulasi udara. Bagian dalam masjid dibangun dua lantai berbentuk mezanin member ruang terbuka cukup luas dibagian depan masjid bagi jemaah di lantai dua untuk dapat melihat ke lantai utama masjid.

Di tiga masjid berdiri kokoh masing masing 6 pilar bundar cerminan enam rukun Islam. Dan ketiga sisi masjid agung ini dibangun dengan dinding berkerawang / berongga memungkinkan sirkulasi udara secara alami dan keindahan tersendiri bagi bangunan masjid ini. di sisi selatan masjid berdiri gedung remaja masjid dan tempat bersuci. Sedangkan disisi mihrab lantai dua juga difungsikan sebagai kantor pengelola masjid.

Sisi Mihrab, masjid agung Karawang.
Pada sisi mihrab dibagian kiri dan kanannya terikir indah kaligrafi Allah dan Muhammad dalam ukuran besar. Kaligrafi Al-qur’an juga terlukis indah di sisi kiri dan kanan dinding masjid bagian dalam. Kaligrafi dan lukisan geometris turut memperindah sisi migrab masjid ini.

Layaknya masjid khas Indonesia. Disisi selatan masjid ini juga berdiri bangunan kecil terpisah dari masjid sebuah bangunan tempat menyimpan dua buah beduk dalam ukuran besar lengkap dengan kentongan yang juga dalam ukuran besar. Masjid agung yang begitu megah dan besar ditambah dengan pelataran depan yang sudah dilapis dengan keramik ini begitu meriah selama bulan Ramadhan. Terutama di dua hari raya Islam, jemaah masjid ini membludak hingga ke alun alun dan jalan raya disekitar nya. Subhallah sebuah pemandangan yang begitu indah.

Mihrab dan mimbar Masjid Agung Karawang.
Jendela dan dinding sisi selatan
Interior masjid agung Karawang.
Suasana Lantai Dua Masjid Agung Karawang.
Pelataran Masjid

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------