Minggu, 18 Mei 2025

Islam di Komoro

Lokasi Negara Komoro di Samudera Hindia.
 
Islam di Negeri Bulan
 
Negara pulau ini mengambil namanya dari bahasa Arab “Al-Qomari” yang berarti Bulan. Dalam bahasa Inggris disebut Comoro dan di-Indonesiakan menjadi Komoro. Sebuah negara berpenduduk mayoritas muslim yang wilayahnya hanya terdiri dari tiga pulau ditengah laut antara benua Afrika dan pulau Madagaskar. Nama resminya dalam Bahasa Arab disebut dengan “Al-Ittiḥād al-Qomari”
 
Fakta unik tentang negara ini mungkin akan membuatmu tercengang, penghuni pertama kepulauan Komoro adalah orang orang yang berasal dari berbagai wilayah di pantai Afrika, Teluk Persia, Indonesia, dan Madagaskar yang datang kesana dengan perahu layar sekitar abad ke 6 masehi. Keturunan mereka yang berasal dari Indonesia dan asia tenggara kini dikenali sebagai orang orang dari etnis Austronesia.
 
Fakta lainnya tentang Negara Komoro ini memang sedikit membingunkan, mereka tergabung dalam liga arab, dan menjadi satu satunya negara anggota Liga Arab yang letaknya dibelahan bumi selatan, namun memang karena nyaris semua penduduknya beragama islam, berbahasa arab dan Islam merupakan agama resmi negara. Padahal letak Komoro terpisah teramat jauh dari negara negara arab di timur tengah. Komoro juga menjadi negara terkecil kedua di Liga Arab setelah Bahrain.
 
Tentang Republik Komoro
 
Republik Federasi Komoro adalah Negara kepulauan berbentuk federasi tiga pulau di selat mozambiq, lokasinya berada diantara benua afrika dan pulau madagaskar. Tetangga terdekat dan satu satunya adalah Mayotte yang merupakan wilayah seberang lautan Prancis.
 
sekelompok muslim Komoro di desa Bangwa Kuuni, Ngazidja

Komoro masuk dalam daftar Negara dunia dengan ukuran mini dan menjadi negara terkecil ke tiga di Afrika, luas wilayah daratannya hanya 2235 km sedikit lebih kecil dibandingkan dengan luas propinsi Daerah istimewa Yogyakarta (3133 km). Komoro merupakan negara tropis dengan hanya dua musim.
 
Wilayah daratan negara ini terdiri dari 3 pulau besar, paling utara adalah Grande Comore (Ngazidja) lalu pulau Mohéli (Mwali) dan pulau Anjouan (Nzwani). Jumlah penduduknya ditahun 2019 adalah 850.886 jiwa menjadikannya sebagai Negara dengan kepadatan penduduk tertinggi nomor 4 di Afrika. Terdiri dari lima etnis yakni Antalote, Cafre, Makoa, Oimatsaha, dan Sakalava. Bahasa Arab dan bahasa Prancis merupakan bahasa resmi Negara serta bahasa Shikomoro yang merupakan pencampuran bahasa Swahili dan bahasa Arab.
 
Komoro mengklaim Pulau Mayotte sebagai wilayahnya meskipun belum pernah benar benar berkuasa disana dan faktanya Mayotte sejak tahun 1974 menolak untuk bergabung dengan Republik Komoro dan memilih menjadi wilayah seberang lautan Prancis.
 
Sama seperti Mayotte, Commoro merupakan Negara bekas jajahan Prancis, memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 6 Juli 1975, namun situasi politiknya tidak pernah, sempat menjadi Republik Islam Komoro pada tahun 1978 hingga 1989 dan merupakan negara dengan riwayat kudeta kekuasaan terbanyak sepanjang sejarah, dengan 20 kali kudeta sejak merdeka di tahun 1975.
 
Kota Moroni, ibukota Komoro dengan Masjid Badjanani yang begitu terkenal.

Guncangan politik terahir terjadi di Commoro tahun 2008 lalu, pasukan Uni Afrika bersama dengan pasukan militer federal Komoro menyerbu ke pulau Anjuan yang memproklamirkan pemisahan diri dari Federasi Komoro. Kericuhan bermula di tahun 1997 ketika Anjuan dan Moheli mendeklaraskan kemerdekaan dari Commoro. Sejak tahun 2000, Komoro menjadi Republik Federasi, masing masing pulau memiliki pemerintahannya sendiri, jabatan presiden Federal dijabat secara bergilir diatara kepala pemerintahan masing masing pulau.
 
Komoro beribukota di Maroni, berpenduduk 49 ribu jiwa di tahun 2009, Kota Maroni berada di pulau Grande Comore. Penduduk Komoro berjumlah 737,284 (data bulan Juli 2012), terdiri dari lima etnis yakni Antalote, Cafre, Makoa, Oimatsaha, dan Sakalava.  Bahasa Arab dan bahasa Prancis merupakan bahasa resmi Negara serta bahasa Shikomoro yang merupakan pencampuran bahasa Swahili dan bahasa Arab.
 
Hubungan Indonesia dan Komoro
 
Indonesia telah sejak lama menjalin hubungan dengan Komoro. Pemerintah RI menunjuk duta besar Republik Indonesia untuk Komoro yang dirangkap oleh Duta Besar RI untuk Madagaskar, Mauritius dan Seychelles dengan kantor kedutaan berkedudukan di kota Antarnarivo, ibukota Madagaskar.
 
Didunia pendidikan pemerintah Indonesia menawarkan program beasiswa Kerjasama Negara Berkembang (KNB) kepada pelajar Uni Komoro dan memfasilitasi sejumlah pelatihan. Sedangkan didunia perdagangan setiap tahunnya, Indonesia mengekspor produk keperluan sehari-hari seperti sabun, kertas, kayu, dan obat-obatan ke Comoro dan mengimpor kopi, teh, dan rempah-rempa dari negara tersebut.
 
Dalam sejarahnya, Komoro pernah menjadi Kesultanan dalam kurun waktu yang cukup lama. ini adalah Sultan Said Ali bin Said Omar di Grande Comore tahun 1897 (wikipedia).

Islam di Komoro
 
Mayoritas penduduk Komoro (98%) beragama Islam, hanya 2% saja dari penduduknya yang non muslim. Muslim Komoro bermazhab Syafi’i. Islam memang sudah berakar begitu kuat di Negara ini.
 
Berdasarkan kisah tutur masyarakat setempat, Islam sudah masuk ke Komoro dimasa hidup Rosulullah S.A.W, dibawa oleh dua orang bangsawan Komoro, Fey Bedja Mwamba dan Mtswa Mwandze, yang berkunjung ke Mekah. Sedangkan bukti sejarah menyebutkan bahwa para saudagar Arab dan Pangeran dari Shiraz (Persia) yang diasingkan ke pulau ini, sebagai pembawa Islam ke Komoro.
 
Islam telah memainkan peran sentral di Komoro sejak lama, keluarga para penguasa belajar bahasa Arab, menunaikan ibadah Haji dan menjalin hubungan baik dengan komunitas muslim tetangganya termasuk Kilwa, Zanzibar dan kesultanan Oman. Beberapa aliran tarekat sufi juga berkembang di Komoro termasuk diantaranya adalah tarekat Sazili, Qodriyah dan Rifa’iyah.
 
Perkembangan Islam abad ke 16 di Komoro di motori oleh Hassan ibnu Issa, seorang kepala suku etnis Shirazi yang mengaku masih keturunan dari Rosulullah S.A.W, beliau yang melakukan dakwah Islam dan mendirikan sejumlah Masjid di Komoro. Syekh Al-Ami ibn Ali al-Mazruwi (w. 1949) adalah ulama pertama di wilayah itu yang menulis literatur Islam dalam bahasa Swahili. Tariqat mulai berkembang di Komoro di abad ke 19 dimulai dengan dibentuknya tarekat Saziliyah oleh Sheikh Abdalah Darwesh, putra asli kelahiran Grande Comore.
 
Warga kota Maroni sedang berkumpul di Alun Alun Kota pada tahun 1908. Tampak pakaian mereka rata rata menggunakan gamis. (wikipedia)

Masjid di Komoro
 
Sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, ada ratusan masjid yang tersebar di tiga pulau Komoro termasuk berbagai madrasah. Secara umum anak anak di Komoro akan mulai mengenyam Pendidikan Al-Qur’an sejak usia 2 atau 3 tahun, pada usia 5 tahun mereka mulai masuk sekolah formal untuk belajar Islam dan Bahasa arab.
 
Di Komoro ada tradisi unik bagi anak anak yang berasal dari tempat tempat jauh, mereka biasanya akan tinggal Bersama gurunya menjadi bagian keluarga dan membantu gurunya bekerja di ladang.
 
Hal lain yang menarik adalah keberadaan sekitar 1.400 masjid di seluruh pulau di wilayah Komoro yang luasnya hanya sekitar 1.800 kilometer persegi. Di antara masjid-masjid itu dibangun oleh para pedagang Arab sebagai bagian dari asimilasi budaya Islam dan Afrika.
 
Komoro hanya memiliki tiga kasus pembunuhan dalam 30 tahun terakhir dan kejahatan dengan kekerasan hampir tidak pernah terjadi. Seorang cendekiawan Islam terpilih sebagai Presiden pada tahun 2006 setelah bertahun-tahun terjadi kekacauan politik yang direkayasa oleh Perancis dan negara-negara lain. Kaum Islamis berharap untuk menciptakan negara Islam.
 
Masjid Badjanani yang ikonik ditepi pantai Moroni.

Masjid yang paling terkenal di Komoro adalah masjid Badjanani yang berada dibibir pantai dipelabuhan kota Morono, ibukota Komoro. Karena lokasinya, masjid ini begitu mencolok mata dan menjadi landmark kota sekaligus negara Komoro. Masjid Badjanani dibangun tahun 1427masehi, sedangkan menaranya baru dibangun tahun 1921Masehi.  
 
Ditahun 1998 sebuah masjid agung Negara diresmikan di Moroni, ibukota negara Komoro. Pembangunan masjid tersebut seluruhnya dibiayai oleh Emir Sharjah dari Uni Emirat Arab. Lokasi masjid baru ini tak jauh dari masjid Badjanani, bila dilihat dari arah laut ujung akan tampak ujung Menara masjid ini menjulang tak jauh dari masjid Badjanani
 
Peringatan hari besar dan tradisi
 
Secara umum masyarakat Komoro merupakan masyarakat muslim yang taat dan cukup ketat menjalankan agama Islam. Selama dijajah Prancis, pemerintahan kolonial tidak berusaha mengganggu kehidupan beragama di Komoro dan sangat berhati hati dalam menyikapi syariat Islam dalam kehidupan masyarakat muslim disana.
 
Semua hari besar Islam diperingati dan menjadi hari libur nasional di Komoro, termasuk Idul Adha, Satu Muharram, Ashura, Mawlid, Isra’ Mi'raj dan Ramadhan. Peringatan Maulid Nabi ditandai dengan perayaan yang berpuncak pada pesta yang disiapkan untuk para ulama. Banyak wanita memakai chirumani, kain bermotif yang dikenakan di sekitar tubuh sebagai hijab.
 
Landscape pulau Masjid Anjouan dengan menara menara masjidnya yang menjulang.

Mwalimus, fundi dan marabout adalah sebutan untuk tokoh agama Islam di Komoro. Sebagian masyakat muslim disana masih percaya pada hal hal berbau mistis. Mereka acapkali berkonsultasi dengan para tokoh tersebut untuk penyembuhan dan perlindungan dari jin. Mwalimus dipercaya dapat menggunakan jin untuk menentukan hari baik untuk pesta, pernikahan, melakukan upacara penyembuhan dan menyiapkan jimat yang berisi ayat Alquran.
 
Islam dan Politik di Komoro
 
Iklim ekonomi dan politik yang kacau sejak kemerdekaan pada tahun 1975 berdampak buruk pada hak asasi manusia dan keadilan sosial. Faksi-faksi yang bertikai berusaha memobilisasi dukungan agama untuk menegakkan dan menggalang kekuatan politik dan melawan ketidaksetaraan sosial.
 
Lawan lawan politik mengandalkan interpretasi mereka sendiri terhadap Alquran dan hadits, menganjurkan pelaksanaan syariat untuk memperbaiki korupsi politik. Menggunakan pandangan islam untuk masuk kedunia politik, baik untuk membenarkan maupun untuk menentang pemerintah.
 
Tak ter-elakkan terjadi gesekan antara dua kelompok yakni para pejabat pemerintah berpendidikan Eropa dan mengadopsi ideologi politik dan sekularisme Barat sambil terus mendukung para pemimpin persaudaraan Islam. Disisi lain, ada kelompok Islamis yang mengenyam Pendidikan islam di luar negeri berharap penerapan syariat Islam di dalam sistim negara tersebut, dan fakta memang menunjukkan bahwa Komoro sempat menjadi Republik Islam Federal Komoro hingga tahun 2002.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga Artikel Islam di Negara-Negara Tetangga Komoro
 
Rujukan


 
 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA